Ia masih meronta selama beberapa waktu. Tatapannya terguncang-guncang. Lantai marmer kotak-kotak tampak seperti menari, dihempas ke sana-sini. Kepalanya terasa panas dan semakin ia berontak, semakin panas rasanya. Marmer yang menari membuatnya pusing. Cengkeramannya melemah dan lepas. Akhirnya, ia biarkan saja ibunya terus menjambak. Ia lelah dan tahu telah kalah.
+++
Tidak ada yang terjadi semalam. Semua itu hanya mimpi. Seharusnya.
Tak seorang pun juga mengungkit apa yang terjadi semalam. Setelah puas menjambak putrinya, sang ibu pergi ke kamar, membersihkan wajahnya dari riasan, mencuci muka, menyikat gigi, lalu tidur. Suaminya bahkan sudah lebih dulu pulas. Ia tahu dari napas berat yang selama dua puluh empat tahun mengiringi tidur malamnya.
Setelah rasa sakitnya hilang, sang putri pergi ke kamarnya, terhuyung-huyung. Ia langsung tergeletak di kasur dan berusaha bernapas sebisanya, sebisa-bisanya ia mengambil napas. Saat itu ia menyadari sebuah napas begitu mahal harganya.
Tidak ada yang mengungkit kejadian semalam. Sang ayah duduk seperti biasanya, membaca koran sambil minum kopi. Lima belas menit kemudian, ia pergi kerja. Sebelum berangkat, ia bertanya pada anaknya apakah si anak kuliah hari ini. Si anak hanya menggeleng. Sekilas, ia menatap anaknya kemudian setengah bergumam berkata, "Papa berangkat."
Tidak ada yang terjadi pagi ini. Setelah sang ayah pergi, si anak duduk merenung di meja makan. Sang ibu masih sibuk dengan sarapannya. Tidak ada kata-kata. Tidak ada pertanyaan. Kebisuan berlangsung beberapa menit sebelum si anak meninggalkan meja.
"Beritahu dia," sela si ibu, "kita akan melakukan pertemuan."
+++++
#SocraticQuestioning
 I'm back.  Saya cuma punya satu pertanyaan:
Menurut Anda, apakah bab ini terlalu canggih untuk pembaca dari kalangan ibu-ibu (yang gak mau mikir ruwet)?
Saya lagi belajar nulis cerita yang lebih klise dan semoga lebih 'komersial'. Untuk itulah saya pilih tema paling biasa (di luar soal pelakoran): soal married by accident. Namun, karena tidak bisa menghilangkan kebiasaan bereksperimen, saya perlu bertanya apakah tulisan saya cukup kena untuk demografi ibu-ibu eskapis.
Cerita ini memang msh dalam proses penulisan. Yang saya pasang di sini draf pertama. Jadi, kesempatan besar bagi yg bermata tajam, setajam silet, untuk membantai tulisan saya.