Gadis itu membuka kotak yang ia bawa, kotak kecil dari kayu, tanpa hiasan.
"Suam, kita sudah sampai. Jalasurgha sudah terbentang untukmu." Ia diam sejenak, hampir menangis. "Kau tahu, aku rela seribu kali mengantarmu ke sini. Kau ... dan taman surgamu. Kau sungguh pintar memilih tempat berpisah." Ia diam sedikit lebih lama, kemudian berkata dengan pelan, "Selamat jalan."
Kotak itu dimiringkan. Abunya dibawa angin yang mengawal Jalasurgha.
Gadis itu tersenyum. "Aku masih mencintaimu." Sebutir air matanya yang jatuh, membeku di pipi. Jalasurgha masih menari, membentangkan jembatan yang mirip tarian naga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H