Sekali lagi aku melewati sisi ruang yang berisi acara peluncuran buku itu. Kulihat sepintas tiga orang duduk melakukan tanya jawab. Tak mungkin ia duduk di barisan pendengar, kan?
Kuhubungi lagi dia malam-malam.
"Ya, aku juga mencarimu. Kupikir memang takdir kita tak bertemu," katanya.
Sinyal buruk dan low batt
membuatnya tak bisa menghubungiku. Tak mengherankan. Aku juga mengalami hal yang sama di ruang itu.
Beberapa tahun berlalu. Aku tak pernah lagi memakai Yahoo Messenger. Cukup terkejut diriku saat mengetahui layanannya akan  dihentikan. Kucoba menghubunginya. Ping. Ping. Ping. Kurasa ia pun sudah lama meninggalkan layanan ini.
Aku penasaran, di mana ia saat janji di toko buku itu dan bagaimana mungkin ia lepas dari pengamatanku.
---
Jika diluruskan, rambutnya panjang sedada. Keriwil-keriwil kecil membuatnya jadi tampak sebahu. Tubuhnya memang gemuk, meski pakaian yang ia pilih menutupi dengan baik. Wajahnya juga benar berminyak. Namun, ia memang pintar berdandan. Wajahnya terlihat menarik berkat kepiawaiannya membuat contouring.Â
Waktu itu ia duduk di sana, memegang buku Laibandai karena ia yang menulisnya.
***
(Saya pikir nulis cerita kali ini gampang karena ada faktor-faktor tertentu. Ternyata sering harus stop, mikir, dan menghapus paragraf)
