Mohon tunggu...
Dessy Liestiyani
Dessy Liestiyani Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta, mantan kru televisi, penikmat musik dan film

menggemari literasi terutama yang terkait bidang pariwisata, perhotelan, catatan perjalanan, serta hiburan seperti musik, film, atau televisi.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

[Resensi Buku] "My Directing Diary", Ceritaku Menjadi Sutradara TV Perempuan

15 Desember 2024   09:12 Diperbarui: 15 Desember 2024   09:12 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul buku: My Directing Diary

Jenis buku: Non fiksi

Pengarang: Theresia Romula

Penerbit: Galuh Patria

Halaman: 184

Tahun Terbit: 2024

Perempuan, kreatif, dan directing. Bagi saya, ketiga hal tersebut yang menjadi highlight dari "My Directing Diary" karya Theresia Romula ini. Saya mengenalnya sebagai Tesa, hampir dua puluh tahun lalu kala bekerja sebagai kru produksi di sebuah stasiun televisi.

Buku ini menggarisbawahi beberapa hal tersebut. Sosok perempuan kreatif yang kemudian men-direct program televisi. Saat ini mungkin baru Tesa lah yang merintis karir director-nya dari jenjang tim kreatif. Sepengetahuan saya, director di stasiun televisi umumnya lebih berlatar belakang 'teknis' daripada 'non teknis' yang menjadi pekerjaan sehari-hari seorang kreatif. Selain itu, sosok perempuan di dunia director ini setahu saya memang masih sedikit sekali.

Tapi Tesa bisa membuktikan bahwa ia --seorang perempuan dan mantan kru kreatif- mampu mencapai jabatan director. Latar belakangnya sebagai tim kreatif tersebut bagi saya justru menunjukkan kelasnya sebagai seorang director yang berbeda; director yang tidak hanya mengandalkan pengetahuan teknis, skill (keterampilan/kejelian mengambil sudut gambar yang baik), atau taste ('selera' yang menjadi gaya atau ciri khas) saja, tapi director dengan keinginan riset yang tinggi, serta memiliki pendekatan yang lebih feminin. Harus diakui bahwa dua hal ini yang kemudian menjadi nilai plus yang membedakannya dengan seorang director biasa.

Sesuai dengan judulnya, buku ini memang sebuah diary; sebuah buku harian yang berisi "corat-coret" yang melukiskan pengalaman, perasaan, kesan, dan segala hal terkait kegiatan directing Tesa di sebuah stasiun televisi. Tak heran, banyak istilah-istilah broadcasting tersebar hampir di setiap babnya. Meskipun demikian pembaca tidak perlu khawatir, karena Tesa menjelaskannya dalam bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Secara keseluruhan, penuturuannya justru lebih mengarah ke curhat; sesuatu yang selayaknya ditulis dalam diary.

Buku ini tak hanya menceritakan bagaimana perjalanan Tesa menjadi seorang director, tapi juga bagaimana ia melakukan pekerjaannya dengan "hati", dan penuh tanggung jawab. Tesa tak ragu untuk membagikan pemikirannya, pengalamannya, tips dan triknya dalam melakukan directing secara detail. Ilmu-ilmu ini akan sangat berguna tak hanya bagi pembaca yang ingin mengetahui bagaimana sebuah program televisi diproduksi dari sudut pandang seorang director, tapi juga bagi mahasiswa jurusan broadcasting dan siapa saja yang ingin menjadi director televisi.

Salah satu cerita menarik Tesa adalah ketika ia harus mengarahkan talent (pengisi acara) anak-anak kecil yang mudah rewel, bosan dan lelah (bab 'Mengarahkan Talent' Anak Kecil' di halaman 67). Hal yang juga sulit untuk dilakukan adalah bagaimana seorang director menjelaskan hal-hal teknis yang harus dilakukan anak-anak kecil tersebut, dengan bahasa yang sederhana dan lugas. Tanpa disadari, terlihat bagaimana Tesa menggunakan skill kreatifnya ketika melakukan briefing untuk memperlancar pekerjaannya.

Skill ini pula yang kemudian "memaksa" Tesa untuk terus belajar, terus mengakomodir rasa penasarannya akan hal-hal yang menunjang kegiatan directing-nya, seperti yang diceritakannya pada bab "Konser Semesta Kris Dayanti 33 Tahun Berkarya" di halaman 154. Ia belajar mengenal berbagai jenis alat musik di orkestra seperti di "keluarga" string section ada violin, viola, cello, dan contrabass, atau di "keluarga" woodwind section yaitu flute, oboe, clarinet dan bassoon, serta beberapa bagian lainnya. Belajar orkestra saat itu menjadi hal penting tidak hanya untuk memuaskan rasa keingintahuan saja, tapi juga untuk mendapatkan hasil directing yang baik; hasil directing yang presisi.

Bayangkan jika director di acara tersebut adalah sosok yang malas belajar, tidak mau tahu, dan tidak mau keluar dari hal-hal yang biasa dilakukannya. Bisa jadi, hasil directing-nya tidak akan presisi dan tidak punya feel.

"Lakukan sesuatu di luar comfort zone-mu. Hal itu untuk mengasah talenta, untuk tahu batas kemampuan kita. Terus melangkah maju, karena hidup ini adalah kesempatan." (sebuah kutipan di halaman 172).

Pada akhirnya 'perempuan, kreatif, dan directing' menjadi tiga hal yang melekat pada karakter Tesa dalam menjalankan pekerjaannya sebagai seorang director yang istimewa.

*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun