Mohon tunggu...
Dessy Liestiyani
Dessy Liestiyani Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta, mantan kru televisi, penikmat musik dan film

menggemari literasi terutama yang terkait bidang pariwisata, perhotelan, catatan perjalanan, serta hiburan seperti musik, film, atau televisi.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

[Resensi Buku] Kembali ke Sydney, Memoar Kemanusiaan di Pandemi Covid-19

13 Mei 2024   22:27 Diperbarui: 13 Mei 2024   22:33 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai pembaca saya seperti diingatkan kembali betapa pandemi kala itu menyebabkan begitu banyak hal menjadi tidak pasti. But, life must go on. Saat itu kita dituntut untuk bisa bertahan, untuk bisa bersabar. "Semua harus menunggu sampai tiba kembali waktunya." (hal. 188). Kita harus bisa berpikir, harus bisa berstrategi bagaimana bertahan hidup saat itu.

Dan kita bisa berkaca pada Ra. Bagi saya, Ra menjadi sosok yang istimewa di novel ini. Di tengah gempuran wabah Covid-19 yang mengacaukan kesehariannya, Ra digambarkan begitu bertanggung jawab tidak hanya pada pekerjaannya, tapi juga pada orang tuanya, dan juga tetangga terdekatnya. Ra juga menjadi sosok yang dengan cepat mampu mengambil keputusan, dan berani bertindak dengan penuh pertimbangan, seperti tidak mengabaikan protokol kesehatan yang begitu ketat kala itu.

Namun demikian, Ra juga manusia biasa; manusia yang bertekuk lutut ketika cinta menggugatnya. Ra bisa menjadi begitu gelisah, begitu risau ketika harus berbicara tentang cinta dengan Cinta, teman mainnya sejak kecil yang bermukim di Sydney.

Mungkin Ra memang sosok yang memiliki pendirian yang kuat, sosok yang begitu mandiri dengan hidupnya. Namun untuk urusan cinta, Cinta lah yang pada akhirnya menunjukkan kemana perjalanan hati Ra yang sebenarnya.

Walaupun berlatar belakang pandemi yang banyak menyiratkan duka, namun sebagai pembaca saya merasakan betapa novel ini justru menaburkan begitu banyak kebahagiaan; kebahagiaan dari eratnya persahabatan, kebahagiaan dari hangatnya kasih sayang keluarga, dan kebahagiaan dari kasih sayang Ra dan Cinta yang terpendam begitu lama.

Pada akhirnya, novel ini berhasil memberikan energi yang begitu positif bagi pembacanya. Kasih sayang yang begitu dalam tidak hanya digambarkan dalam hubungan ibu dan anak kandung semata, tapi juga dari perhatian para sahabat, serta ketulusan Ra ketika pada akhirnya ia tidak hanya merawat orang tuanya sendiri, tapi juga mengurus orang tua Cinta. Bahkan ketika harus kehilangan seseorang untuk selamanya, saya bisa merasakan bagaimana rasa duka justru bisa menjadi kekuatan yang semakin mempererat kasih sayang diantara mereka.

"Dalam hidup ini kita semua punya keterbatasan. Dan dengan keterbatasan itulah kita lakukan apa pun yang terbaik yang mampu dilakukan" (halaman 173). Demikian salah satu kalimat Ra yang berhasil menenangkan Cantik, sekaligus merebut hati pembaca.

Bagi saya, buku ini tak hanya sekadar mengenang prahara Covid-19, tapi juga menyadarkan pembaca bahwa dalam kondisi sesulit apapun, kasih sayang dari keluarga dan sahabat disadari atau tidak, menjadi kekuatan yang membuat kita akan selalu merasa bahagia. Dan kebahagiaan itulah yang kita butuhkan untuk melewati masa-masa sulit.

*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun