Mohon tunggu...
Dessy Liestiyani
Dessy Liestiyani Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta, mantan kru televisi, penikmat musik dan film

menggemari literasi terutama yang terkait bidang pariwisata, perhotelan, catatan perjalanan, serta hiburan seperti musik, film, atau televisi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Mengenal Cue Card

13 Februari 2022   22:20 Diperbarui: 13 Februari 2022   22:21 15094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Kalau sedang menonton TV, coba deh perhatikan. Ada properti wajib yang biasanya dibawa oleh para host. Barang tersebut berwujud kartu yang sering dilirik oleh mereka saat membawakan acara. Kami di produksi menyebutnya sebagai cue card.

Cue card digunakan untuk mengingatkan pembawa acara tentang apa saja yang perlu diucapkan. Beberapa referensi ada juga yang menyebutnya sebagai “idiot card”. Sepertinya terkesan "kasar" ya? Kartu ini memang fungsi utamanya sebagai alat "contekan". Entahlah, apakah yang menamainya "idiot card" ini menganggap orang-orang yang mencontek itu sebagai idiot? Daripada dinamai "idiot card", saya justru merasa lebih tepat disebut "smart card", atau "jenius card" misalnya.

Alasannya, semua informasi yang harus disampaikan host tertulis di kartu ini, lho! Mulai dari kalimat pembuka dan penutup acara, sapaan ke pemirsa, jargon program (bila ada), urutan dan isi dari rundown, serta hal-hal lain yang dirasa penting seperti misalnya kapan dan bagaimana penyebutan sponsor. Memegang kartu ini, justru membuat host lebih percaya diri dalam membawakan acara.

Sebenarnya selain cue card, ada beberapa sarana di stasiun TV yang bisa menjadi alat "contekan" bagi host. Presenter news, misalnya. Mereka bisa membawakan berita dengan lancar itu karena membaca naskahnya melalui alat teleprompter. Bagian produksi juga suka memakai "matador", yaitu sebutan untuk papan whiteboard yang digunakan kru kreatif untuk memberikan cue kepada host atau pengisi acara lainnya. Fungsinya malah lebih "luas" lagi, karena tidak hanya bermanfaat untuk memberitahukan apa saja yang harus diucapkan. Tapi, wujudnya yang berupa board memungkinkan kami untuk menulis dan menghapus dengan cepat, sehingga sangat berguna untuk memberitahukan lakon apa yang harus dilakukan pengisi acara ketika ada perubahan-perubahan mendadak sepanjang syuting.

Cue card pun sebenarnya bisa menjadi "alat komunikasi" antara kru dan pengisi acara. Suatu saat, saya pernah mengandalkan cue card untuk memberitahukan pemenang program kompetisi. Saat itu, sang pemenang ditentukan dari perolehan SMS terbanyak, dan harus segera diumumkan setelah penutupan line SMS. Tim kreatif hanya memiliki waktu beberapa menit untuk menuliskan nama-nama pemenang beserta perolehan SMS-nya. Nah, kalau sistemnya "kejar tayang" begini menurut saya yang paling efektif ya melalui cue card. Walaupun biasanya sang Host juga memakai earpiece yang memungkinkannya mendengar langsung instruksi dari kru, namun untuk menyampaikan data ‘berangka’ seperti kasus pemenang SMS tersebut, terlalu riskan bila disampaikan melalui earpiece.

Alhasil, ketika kru menerima hasil akhir dan menuliskannya secepat kilat di sebuah cue card yang telah dipersiapkan, kru harus memutar otak, memikirkan strategi bagaimana cue card tersebut bisa "sampai" di tangan host tanpa disadari pemirsa. Biasanya sih, kami cukup ahli dalam hal ini. Bisa melalui trik kamera ketika sedang mengambil shot lain, melalui gimmick, atau bahkan "menitipkan” cue card ke pemain homeband! Pokoknya, sim salabim nama pemenang "sampai" ke host!

Saya menyadari betapa perlunya cue card terutama dalam kondisi-kondisi seperti itu. Termasuk bila sang Host harus menyebutkan nama dan jabatan narasumber dengan benar. Tapi, bila sebuah program membutuhkan host hanya sebagai pengantar ke item selanjutnya, saya sebenarnya tidak terlalu suka kalau ia "bergantung" pada cue card. Saya justru merasa tampilan host bisa terlihat lebih 'smart' tanpa memegang cue card. Mereka terlihat lebih siap, menguasai materi, bahkan terkesan menyatu dan memiliki program.

Resikonya memang, butuh kerja sama yang baik antara tim produksi, terutama kru kreatif, dengan sang Host. Host harus bisa menghafalkan skripnya, sementara kru kreatif pun harus rajin melakukan simulasi skrip bersama host sebelum mulai syuting. Pengalaman saya, tidak gampang meminta host untuk mau menghafalkan skrip. Alasannya bisa saja karena yang malas menghafal, atau bisa juga dari kru produksinya sendiri yang belum bisa memastikan skripnya menjelang hari syuting, apalagi menyiapkannya dalam bentuk cue card. Umumnya, cue card memang baru dikerjakan pada hari syuting.

Pengalaman saya, cue card ini sepertinya tidak memiliki standar yang baku, baik bentuk maupun ukurannya. Kami bebas saja berkreasi. Namun umumnya cue card dibuat dari kertas atau karton berbentuk segi empat yang terlaminating rapi. Ukurannya diusahakan tidak terlalu besar, dan tidak pula terlalu kecil. Kalau saya lebih suka membuat cue card berukuran A5 (kertas A4 dibagi dua). Selain masih nyaman dipegang host, tulisan dalam cue card juga tidak perlu terlalu kecil sehingga mudah terbaca.

Bagian depan cue card umumnya bergambar logo program, sementara bagian belakangnya menjadi tempat untuk meletakkan skrip atau catatan-catatan. Salah seorang senior awalnya mengajari saya membuat cue card dengan memotong-motong skrip seukuran cue card tersebut, kemudian menempelkannya dengan double tape di bagian belakang kartu. Namun lama-kelamaan saya merasa, cara ini merupakan pemborosan karena memerlukan cue card dalam jumlah yang cukup banyak. Belum lagi bila cue card tersebut digunakan untuk program reguler, bagian belakang cue card terlihat kotor karena bekas-bekas double tape yang sulit dibersihkan.

Pindah program, saya belajar lagi hal baru tentang cue card. Senior kreatif di program baru tersebut biasa menempelkan skrip masih dengan double tape, namun ia tidak memotong-motong skrip seukuran panjang cue card. Skrip dilipat, dan dibiarkan menjuntai ketika host membacanya. "Sistem" cue card yang seperti ini juga saya nggak sreg bener deh.

Akhirnya, saya pun menemukan cara yang menurut saya paling oke dalam pembuatan cue card ini. Bagian belakang kartu dibuat seperti kantong, dari bahan plastik mika yang transparan. Skrip dan catatan-catatan dipotong seukuran cue card, kemudian tinggal diselipkan saja ke dalam kantongnya. Terlihat rapi, dan tidak meninggalkan bekas-bekas selotip.

Strategi pembuatan cue card yang saya rasa paling wokeh ini pun ternyata pernah juga bikin saya dipermalukan. Kesalahan saya saat itu memang fatal. Karena "sayang" melihat tumpukan kertas bekas di samping printer, tanpa pikir panjang saya pun mencetak skrip untuk keperluan cue card di atas kertas-kertas tersebut.

Hal yang sepertinya remeh itu ternyata sukses bikin saya jadi "sasaran tembak" saat item "tag host". Saat itu, kedua host sedang membacakan informasi pada cue card. Setiap kali mereka mengangkat cue card dan tersorot kamera, saat itulah kertas bekas di bagian belakang skrip terlihat oleh jutaan pemirsa. Cue card-nya sendiri sebenarnya sudah "terbungkus" logo program, seperti biasanya. Ndilalah, grafis logo yang tercetak pada cue card minim warna, bahkan cenderung transparan. Jadilah sang Kertas bekas ikutan mejeng di TV, lengkap dengan tanda silang besar warna merah yang memperjelas “identitasnya”! Astaga.

Kelanjutannya bisa ditebak. Saluran HT penuh teriakan caci maki ke saya yang kebetulan menjadi kru kreatif yang sedang bertugas di floor. Melihat hal itu tentu saja saya tidak berdiam diri, ngumpet, atau mematikan HT. Tapi saat itu pun saya sedang berusaha mati-matian memberikan cue ke host untuk menurunkan cue card-nya supaya tidak tersorot kamer. Kebetulan, saat itu saya tidak menyiapkan "matador" sebelumnya, sementara host pun tidak memakai earpiece. Jadi sebenarnya satu-satunya cara untuk “berkomunikasi” dengan host adalah melalui kode-kode “jungkir balik” kru di depan mereka.

Apesnya, kedua host tetap saja tidak menangkap maksud yang hendak saya sampaikan. Mereka hanya melongo dan, tentu saja, jadi mengganggu proses hosting yang sedang mereka lakukan. Akhirnya saya pasrah saja. Lha memang ini salah saya kok. Dan saya tidak bisa minta mengulang 'tag host' tersebut karena program yang sedang disyuting ini siaran langsung (live). Duh!

Ada lagi kisah seputar cue card ini yang tak kalah seru. Suatu saat, kami disibukkan dengan persiapan program ulang tahun stasiun TV. Sebagai program andalan, saat itu kami ingin membuat segala sesuatunya terlihat modern dan keren. Termasuk juga penggunaan cue card untuk host. Kebetulan saat itu, perangkat tablet baru saja nongol meramaikan tren gadget baru. Jadilah sang Tablet menggantikan peran sang Kartu laminatingan itu sebagai cue card andalan host.

Saya ingat, acara ‘prestise’ kami itu mendapat sponsor tablet yang baru saja di-launching produknya kurang dari sebulan. Masih gres. Baik host maupun kru kreatif yang bertanggung jawab “menjaga” host pun, akhirnya diwajibkan “belajar” dulu bagaimana mengoperasikannya. Maklum, saat itu masih “zaman”nya Blackberry. Seingat saya, pihak sponsor enggan meminjamkan produk anyarnya tersebut sebelum hari syuting. Alhasil, kami pun tetap menyiapkan cue card “manual” sebagai back up bila ternyata kami harus menghadapi masalah per-gadget-an.

Yang kami khawatirkan pun terjadi. Tablet tiba-tiba ngadat. Seakan kurang puas ngerjain kru, ia pun tiba-tiba off. Lowbat! Gadget baru itu sepertinya ngambek, tidak siap harus terus aktif selama enam jam lebih “mengikuti” live HUT TV.

Bagi saya pengalaman itu membuktikan bahwa tidak perlu sok-sok-an pakai cue card ‘canggih’ kalau pada akhirnya kami pun mengakali ke-modern-an itu dengan menempelkan kembali kertas skrip di belakangnya. Akhirnya, kami kembali menggunakan cue card ‘manual’. Sudah paling benar deh!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun