Keterlibatan content creator di jagad virtual semakin 'ada-ada saja'. Hal ini memicu keviralan yang bahkan melibatkan semua peran di dalam jagad dunia maya. Dalam konteks tulisan kali ini, yang dimaksud 'content creator' adalah kita semua.Â
Ya! Kita semua adalah pembuat konten, sadar atau tidak sadar kehadiran mutual friends dalam algoritma sosial media akan menuntun konten kita untuk dikonsumsi oleh siapa saja di luar sana. Terlepas konten yang dibuat dapat memicu kontroversional atau tidak, kehadiran konten adalah bagian dari konsumsivitas publik di media mainstream.
Sedangkan netizen sekarang ini ibarat 'produk', keviralan yang timbul pada sebuah konten akibat dari penerimaan para netizen yang menganggap sebuah konten 'layak' untuk disebarluaskan dan diperbincangkan. Aktivitas engagement berperan di sini, terlepas netizen sebetulnya tidak peduli namun ketika Ia menyempatkan waktu untuk sekedar meninggalkan jejak engagement maka disitulah peran dalam sebuah konteks keviralan muncul pada subuah konten.
Siapa sangka, selain peran kedua aktor di atas masih ada media yang siap 'menggoreng' konten para konten kreator menjadi sebuah wacana berita yang siap menerima peluang tren di kalangan target pembaca.Â
Segala bentuk informasi kini sering muncul sebagai akibat dari trending topic dan video viral dari sosial media. Tak disangka popularitas media sosial semakin lama dapat mengubah lanskap indsutri media secara siginifakan ( Nunung, 2018).
Sebagai contoh, belakangan ini telah viral sebuah video dari seorang netizen yang kecewa dengan harga pecel lele sekitar malioboro, dianggapnya harga pecel lele tidak lazim berlaku di kota Yogyakarta yang terkenal murah. Total harga yang Ia bayar untuk seporsi pecel lele + nasi + lalapan yatu Rp37.000.Â
Awal kemunculan konten tersebut terlihat pada kolom komentar, mayoritas netizen bahkan menganggap sudah biasa dengan harga makanan yang mahal di sepanjang jalan Malioboro.Â
Case seperti ini bukan untuk pertama kalinya, flashback tahun 2017 juga sempat trending topic di media sosial atas keluhan wisatawan yang menghabiskan biaya bekisar Rp342.000 belum termasuk minum es jeruk yang menyebutkan setara dengan harga nasi ayam lesehan di pinggiran.
Hal ini memicu reaksi dari para penerima konten dan exposure berita di berbagai kanal media massa. Berbagai pro dan kontra secara emosional dilontarkan walaupun sebatas di kolom komentar posting-an viral tersebut. Konten seperti ini jelas viral karena secara langsung menyebut sebuah destinasi wisata yaitu Malioboro, sebagai tujuan wisata utama di Yogyakarta.Â