Mohon tunggu...
Dessy Indah Nathalia Siregar
Dessy Indah Nathalia Siregar Mohon Tunggu... -

Suka alam, natural dan kejujuran

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

#kelilingborneo (3), Banjarmasin 2, 24 Januari 2015

27 Maret 2015   17:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:54 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi-pagi sebelum Shubuh kami sudah bangun, karena hari ini kami berencana ke pasar terapung Lok Baintan.  Pasar terapung di Banjarmasin ada 3, yaitu pasar terapung Sungai Kuin, pasar terapung Lok Baintan dan pasar terapung tengah kota. Ketiga pasar terapung ini berbeda, tidak sama, ada keunikan tersendiri, dimana uniknya? Nah, hari kedua kami di Banjarmasin, kami menuju pasar Terapung Lok Baintan. Jam 05:10 WITA setelah sholat Shubuh, kami berangkat menuju ke tepi sungai Martapuhra. Perjalanan menuju pasar terapung ini, awalnya mulus, namun ketika masuk ke sebuah desa menuju Lok Baintan, jalanan penuh batu dan tanah pun terhampar didepan kami. Karena musim hujan, maka air sungai pun naik, sehingga tanah menjadi becek dan licin.  Ditambah jalanan gelap, matahari belum terbit. Menuju pasar terapung Lok Baintan yang paling aman memang hanya motor. Karena kalau pakai mobil, jalananya sangat sempit, dan melewati beberapa jembatan kayu. Saat itu ada jembatan kayu yang tidak bisa dilewati mobil, sehingga cukup sulit menuju kesana kalau tidak menggunakan motor.

Sampai di jembatan pasar terapung, menjelang pukul 06:00 WITA. Beberapa pedagang menggungkan kelotok mendatangi rumah penduduk. Ya.. di pasar terapung ini, pedagang mendatangi rumah penduduk, dapur rumah. Waktu April 2014 ke pasar terapung ini, saya sampai masuk dapur rumah, dan melihat transaksi jual beli. Rupanya sistem jemput bola sudah dilakukan masyarakat disini :)

Nah, , sekarang saya memotret dari jembatan, setelah cukup, saya menyewa perahu (kelotok) untuk memotret secara dari dekat. Ga puas kalau cuma foto dari dekat dari dapur rumah orang. Lalu saya berjalan ke dermaga dan menyewa kelotok. Tawar menawar terjadi, akhirnya disepakati Rp 100.000,- untuk sewa mengikuti pedagang di pasar terapung. Uniknya di pasar terapung ini, transaksi jual beli tidak hanya dilakukan oleh pembeli yang ada di darat, tetapi juga yang naik kelotok, baik turis maupun sesama pedagang. Misal pedagang sayuran, kebetulan ingin membeli kue, ya mereka juga saling menjual dan membeli.

Selain pasar terapung, kelotok di sungai Martapura ini juga digunakan sebagai alat transportasi anak-anak sekolah. Beberapa pelajar berseragam SD hingga SMA terlihat memenuhi kelotok sebagai sarana transportasi menuju sekolah. Selain foto-foto para pedagang yang mengunjungi pembeli, kami juga foto-foto narsis :) jam 07:00 WITA, pasar terapung sudah mulai sepi, kami kembali ke penginapan untuk mandi. Cukup berkeringat berjemur di pasar terapung Lok Baintan. :) Penginapan ini memang ada air panas, namun air sering kali mati, rupanya tidak secara otomatis, jika satu tabung habis, langsung pindah tabung berikutnya.  Ngeselinnya, didalam kamar tidak ada telepon, sehingga untuk memberi tahu air mati, kami harus turun ke bawah.  Nah, kalau kebetulan sendirian di kamar dan lagi dikamar mandi dan air mati, repot banget kan... Dan satu lagi, walau namanya homestay, penginapan ini kurang ramah dengan backpacker yang bakal cuci baju dan jemur dikamar. Karena wastafelnya kecil banget, gimana mau cuci celana panjang, wong sama pakaian dalem aja, abis gak ada tempat. Untungnya ada laundry didekat penginapan. Yang kedua, kunci wajib dititip di resepsionis, dengan alasan keamanan, untuk ambil barang kita jika terjadi sesuatu, mereka tidak ada duplikatnya, katanya. Mereka berjanji gak masuk kamar, nyatanya? mereka masuk kamar dan matikan AC plus lampu. Alhasil, pakaian dalam yang kami cuci, gak kering2 walau sudah dijemur 3 hari didalam kamar. Terpaksa, pakaian dalam juga cuci di laundry.  Memang banyak underwear kertas, namun waktu kami trip ke Samosir hingga Sabang, saya mengalami infeksi saluran kemih, menurut dokter salah satunya adalah lembabnya pakaian dalam. Nah, saat itu saya menggunakan celana dalam kertas. Memang sih, tidak semua orang sama. Dan saya pun baru mengalaminya, setelah sekian lama menggunakan pakaian dalam kertas setiap travelling. Akhirnya untuk trip ini saya memutuskan tidak menggunakan pakaian dalam kertas. Kapok sakitnya luar biasa dan mahal ngobatinnya.

Setelah mandi, kami berangkat menuju Martapura. Dalam perjalanan, kami sarapan di nasi itik "tenda biru". Jadi inget lagunya Desy Ratnasari :) tapi ini gak ada hubungannya, udah saya tanyain kok.. haha.. Habis sarapan itik, kami melanjutkan perjalanan ke Martapura. Gak mudah, karena musim hujan, beberapa kali kami berhenti, mencari tempat untuk berteduh.

Di Banjar Baru, kami mampir dulu ke Museum Lambung Mangkurat. Di museum ini, tas harus dititipkan. Kamera, dompet dan hp boleh dibawa.  Sebelum masuk museum, lihat ada yang jual minuman es jeruk asli, wah, langsung pesen deh, kebetulan haus.. haha...

Jeruk ini dibuat langsung ketika kita pesan, jadi cukup bersabar menunggu jika pesanan banyak. Sekitar dua buah jeruk diperas. Prosesnya semi manual :) Banjarmasin cukup panas, walaupun hujan, sehingga es jeruk ini cukup mengobati dahaga. Hahaha...

Di dalam museum, kami melihat sejarah kota Banjarmasin, pasar terapung, pahlawan dan orang-orang yang dikenal.  Salah satu benda yang menarik adalah mushaf Al Quran yang ditulis tangan.

Selesai melihat-lihat museum, kami melanjutkan perjalanan menuju Martapura. Melihat pasar Martapura, desainnya indah, banyak tulisan arab disana. Berisi doa-doa. Menurut Eva, Banjarmasin memang dijuluki serambi Mekkah ke-2 setelah Aceh, karena muslimnya mayoritas disini.

Kami masuk kedalam pasar, awalnya kami pikir kami akan menemukan banyak pendulang intan, pengasah intan, ternyata tidak. Banyak penjual batu, dan gak beda jauh sama Asemka di Jakarta. Dan banyak barang di Asemka ada juga disini, hanya harganya nyaris dua kali lebih mahal.

Kamipun sempat mengintip keatas tempat intan, ternyata tidak menarik. Kalau pernah ke blok M, tempat batu-batu, jauh lebih menarik di blok M. Karena kami dan Eva tidak terlalu suka batu dan tidak mengerti batu, kami jadinya hanya jalan-jalan saja menikmati pasar. Rasa lelah menuju tempat ini tidak terbayarkan. Memang untuk menuju sungai tempat intan, masih jauh lagi masuk kedalam, sedangkan waktunya tidak cukup, kami tidak bawa persiapan untuk menginap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun