Teknologi edukasi yang berkembang pesat sejak pandemi COVID-19 ternyata memuat pelanggaran privasi anak. Fenomena tersebut diteliti dan diungkap oleh Narasi Newsroom (2022) melalui video di kanal YouTube-nya. Indonesia menjadi salah satu negara yang melakukan pelanggaran privasi anak melalui praktik pengambilan data. Penambangan data terjadi secara otomatis ketika pengguna menyetujui perizinan akses di suatu aplikasi, seperti GPS, kamera, mikrofon, kontak telepon, log panggilan, aktivitas peramban dan sebagainya.
Kelas Pintar, Ruang Guru, Quipper, Sekolah.mu, Zenius Education dan Rumah Belajar merupakan aplikasi pendidikan yang sudah tidak asing. Aplikasi Rumah Belajar, Sekolah.mu dan Ruang Guru memiliki akses untuk mengambil data lokasi aktivitas penggunanya secara presisi, namun hanya Sekolah.mu dan Rumah Belajar yang terbuka mengenai kemampuan akses penyedotan data GPS.Â
Lalu, Ruang Guru, Kelas Pintar, Sekolah.mu, dan Zenius meminta akses Read_Phone_State. Apabila disetujui, maka aplikator dapat mengetahui nomor telepon, informasi jaringan selulur dan status panggilan yang berlangsung. Secara khusus, Ruang Guru dan Kelas Pintar juga meminta akses log panggilan dan kontak nomor sehingga aplikator dapat tahu siapa saja relasi koneksi penggunanya.
Kemudian, Ruang Guru mengumpulkan Android Advertising ID (AAID) setiap penggunanya. Dari 6 aplikasi tersebut, hanya Sekolah.mu, Zenius dan Quipper yang mengakui secara terbuka bahwa mereka mengambil ID Iklan. Di sisi lain, Kelas Pintar justru juga mengumpulkan IMEI penggunanya yang sifatnya personal karena merupakan identitas yang melekat pada ponsel dan tidak dapat diganti. Dalam kebijakan privasi anak Google disebutkan bahwa ID iklan dan IMEI merupakan hal yang ilegal untuk disetorkan.
Eksploitasi data yang dilakukan 6 aplikasi tersebut tidak semata hanya untuk keperluan bisnis saja, melainkan juga untuk dijual ke perusahaan iklan. Ruang Guru dan Zenius terbukti menjalankan tindakan menjual data anak kepada perusahaan iklan Appsflyer, lalu Kelas Pintar menjual data kepada Adjust, serta aplikasi Sekolahmu kepada Snowplow. Akan tetapi, menjadi hal yang sangat disayangkan ketika Rumah Belajar yang merupakan aplikasi pendidikan di bawah pemerintah (Kemendikbud) dan didanai oleh pajak rakyat justru juga menyetor data penggunanya ke domain doubleclick.net yang merupakan perusahaan iklan.
Permasalahan pencurian data anak-anak pada aplikasi pendidikan di Indonesia memang dilematis. Hal ini dikarenakan hukum di Indonesia masih sangat lemah. Indonesia Indonesia belum memiliki regulasi yang secara jelas dan komprehensif mengenai perlindungan data pribadi.Â
Selain itu, sejumlah aplikasi juga menjelaskan di awal bahwa mereka akan menggunakan dan mengelola data tersebut untuk dimanfaatkan perusahaan iklan. Hal-hal ini menjadikan para aplikator seperti Kelas Pintar akan berdalih bahwa yang mereka lakukan tidak melanggar aturan dan sudah memenuhi ketentuan yang berlaku, sehingga konsekuensinya dikembalikan kepada para penggunanya. Artinya, lemahnya regulator dan ketidakcermatan pengguna yang akan dikambinghitamkan oleh aplikator.
Fenomena mengenai pelanggaran data pribadi ini tidak boleh dibiarkan begitu saja. Bukan hanya data anak-anak, namun data kita semua juga turut terancam karena hal tersebut juga dapat terjadi di semua aplikasi. Indonesia yang hingga saat ini belum memiliki UU Perlindungan Data Pribadi menjadikan pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi sangat urgen. Pemerintah harus segera mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi agar tercipta kepastian hukum bagi masyarakat sehingga dapat membantu masyarakat agar terhindar dari berbagai macam potensi kejahatan serta memperoleh keadilan atas pelanggaran data pribadi.
Referensi:
Narasi Newsroom. (2022, Mei 27). Data anak dijual oleh aplikasi pendidikan | Buka mata [Video]. Diakses pada Juli 8, 2022, dari https://www.youtube.com/watch?v=l5AtwMKGc2o