Ini bukan sekali atau dua kali terjadi percakapan antara anak perempuan saya dengan saya, bagaimana dia merasa kurang cantik dan mau kurus demi dilihat oleh kawan sekolah SMP nya nanti. Ya, anak saya sudah memasuki usia remaja dengan pola pikir yang sangat kritis.
Saya memahami mengapa anak saya merasa bahwa dia banyak kekurangan disana sini. Dulu mungkin dia memang "kucel" dan gemuk, sehingga dia selalu mengalami perundungan oleh kawan SMP nya, baik perempuan maupun lelaki. Tak kurang dia mengadu melalui telepon pada  saat saya sedang bekerja, dan hingga akhirnya dia sering diledeki kawannya sebagai "tukang ngadu". Ya mau kemana lagi dia mengadu kalau bukan ke saya, ibunya.
Jangan ditanya, apa yang kawan-kawannya lakukan semasa di bangku SMP. Dari mulai tidak disukai, hingga bukunya dipakai sebagai "lap" meja basah. Bukan main anak-anak jaman sekarang, mainnya keroyokan dan bukan satu lawan satu.
Saya sebagai ibunya sebenarnya ingin mengajarkan anak saya untuk bisa menghadapi hal-hal seperti ini, sehingga saya ajarkan "Kalau itu anak mulai ngomel ke kamu dan banyak yang mendukung, bawa dia keluar dan ajak bicara berdua" karena saya yakin, anak tersebut berani karena ada "pasukan hore" nya, namun keok diluar tanpa pendukung. Benar saja, akhirnya mereka berdua dipanggil ke ruangan BP.
Saya pada akhirnya dipanggil pihak sekolah untuk menyelesaikan permasalahan ini, dan analisa saya selama ini benar, permasalahan tersebut tidak akan berakhir begitu saja, alias tidak ada tindak lanjutnya sama sekali.
Anak saya memang seperti saya, lebih senang bermain dengan anak laki-laki karena laki-laki bebas dari pergosipan (menurut saya) dan lebih setia kawan (perempuan juga ada sih). Namun, anak saya jelas berbeda sifatnya dengan saya yang lebih fleksibel bermain dengan siapa saja.
Saya dengan sifat yang "bodo amat" dengan omongan orang asal tidak menyusahkan berbeda sekali dengan anak saya yang amat sangat memikirkan dengan sangat dalam, bisa dibilang "baper".
Selepas SMP, tidak ada yang berkesan dimata anak perempuan saya selain efek domino yang hingga saat ini tertanam dalam benaknya. Bahwa dia di rundung karena dia tidak cantik, dia gemuk. Dia pun membeberkan fakta bahwa ada yang melakukan kesalahan yang sama namun tidak diambil tindakan (dimarahi atau diledek kawannya) karena anak tersebut cantik dan langsing.
Sebenarnya, apa dasar psikologis yang membuat anak menjadi seorang pembullyÂ
1. Karakter Anak yang Agresif
Dalam proses perkembangan sosial dan emosinya, akan terlihat satu karakter anak yang spesial, baik terkait karakter baik maupun yang tidak baik. Perilaku agresif misalnya, seperti anak yang selalu ingin berkuasa, ingin selalu menjadi nomor satu, dan ingin selalu lebih hebat dan terkuat, bisa menjadi salah satu pemicu anak melakukan perundungan.Â
Ketika anak ingin menjadi yang terkuat dan hebat, di situ anak akan menganggap orang lain haruslah di bawah dia. Anak akan merasa cemburu, marah dan iri hati bila dia dikalahkan orang lain.
Anak seperti ini biasanya tidak bisa mengendalikan amarah, rasa sakit hati, frustasi, dan emosi kuat lainnya. Akibatnya, Anak akan melampiaskan emosinya itu dengan merusak atau menyakiti orang lain, sekalipun kepada orang tuanya sendiri.Â
Biasanya anak dengan karakter seperti ini tidak mau diatur dan cenderung sulit bekerja sama dengan orang lain. Oleh karena itu, sangat penting orang tua mengenali karakter anak-anaknya sehingga tidak melakukan hal yang merugikan orang lain (termasuk mem-bully).
2. Pola Asuh Keluarga
Ketika anak sudah memiliki karakter agresif ingin berkuasa dan lebih hebat, ditambah di lingkungan keluarga tidak sengaja 'dipupuk' dan terfasilitasi, maka resiko anak melakukan perundungan akan meningkat.Â
'Dipupuk' di sini artinya melalui pola asuh yang dipakai dalam keluarganya, apakah otoriter, permissif, atau perpaduan antara keduanya, maka alhasil saat anak dibiarkan menyerap yang ia dapat dari pola asuh yang diterimanya tanpa bimbingan, maka hal tersebut bisa menjadi salah satu pemicu dirinya melakukan perundungan.
Pada dasarnya, anak merupakan replika kedua orang tuanya. Anak adalah peniru yang ulung, dan role of mode-nya adalah Ayah dan Ibunya. Sehingga bisa jadi alasan anak melakukan bully adalah karena anak meniru perilaku yang sering dia lihat di rumah.Â
Misalnya dari cara Ayah memperlakukan Ibu, atau dari cara Kakak bersikap kepada adiknya, selain dari cara bagaimana pola asuh orang tua mereka di atas.
3. Lingkungan yang Menganggap 'Wajar' perilaku perundungan
 Lingkungan yang dimaksud misalnya, anak dibiarkan (ditonton) bahkan disoraki saat mengintimidasi orang lain sehingga dia menganggap 'keren' saat dirinya me-rundung orang lain. Bahkan dia akan merasa apa yang dilakukan baik-baik saja, dan sangat memungkinkan dia akan melakukan perundungan terus menerus.
Oleh karena itu, jika perilaku perundungan ini terjadi, segera atasi secara langsung, jangan diam saja. Jangan dibiarkan terjadi di sekitar kita. Padahal apa yang mereka lakukan adalah sudah termasuk kategori perundungan. Lingkungan seperti ini akan sangat berimbas kepada kepribadian anak saat dewasa dan bisa jadi memicu seorang anak menjadi pelaku perundungan.
 Lalu, bagaimana anak tersebut harus menghadapi perundungan?
Tetaplah bersikap tenang. Sembunyikan kemarahan atau kesedihanmu di depan perundung (pelaku/orang yang melakukan perundungan).
Berdiri tegak, angkat kepalamu, pandang pelaku dengan tegas, hadapi pelaku dengan tenang atau tinggalkan perundung.
Tanyakan permasalahan atau tolak permintaan pelaku dengan sopan.
Segera menyingkir bila kamu dalam bahaya.
Cari bantuan untuk menghentikan perilaku perundungan yang kamu alami.
Blok akun media sosial sang perundung bila kamu mengalami perundungan siber dan simpan perilaku perundungan yang kamu terima sebagai barang bukti.
Ceritakan atau laporkan perilaku perundungan yang kamu terima.
Hindari bersikap mendendam dan membalas perilaku perundungan yang kamu terima. Karena semakin dibalas, semakin menjadi.
Apa peran orangtua dalam mendampingi anak korban perundungan?
Biasakan berkomunikasi dengan anak sesibuk apapun kita. Sisihkan waktu untuk mereka. Orangtua bisa berdiskusi dengan anak tentang berbagai macam hal. Orang tua bisa memberi pengertian tentang permasalahan dari sudut pandang orang lain, terutama ketika teman sebayanya sedang berperilaku tidak terpuji bahkan sudah masuk dalam kategori kekerasan.
Gunakanlah bahasa yang mudah dimengerti anak, beri penjelasan kepada anak bahwa perilaku kekerasan seperti menendang, memukul, mengejek bukanlah perbuatan terpuji. Jika ada teman sebaya yang menjadi korban dari perundungan, mintalah anak kita untuk tidak ikut melakukan kekerasan kepada korban tersebut.
Sebagai orangtua, kita merupakan panutan bagi sang anak. Maka dari itu, berikan contoh perilaku yang baik kepada anak di dalam kehidupan sehari-hari agar anak bisa meniru perilaku baik tersebut.
Sebagai orangtua yang pernah mengalami masa muda, tentu kita punya beberapa pengalaman di masa remaja. Ceritakanlah pengalaman kita yang penuh inspirasi dan bagikan kepada anak kita. Jadilah sosok inspiratif baginya agar dia bisa menerapkan hal tersebut di dalam pergaulannya.
Perlukah menjadi sempurna agar tidak menjadi korban perundungan, dan apakah cukup dengan modal tersebut?
Kadang kita lupa menyadari kelebihan yang dimiliki. Bisa jadi karena kita terlalu fokus mencari apa kurangnya diri dan focus pada kelebihan yang dimiliki orang lain. Sehingga, dengan mudah kita membandingkan pencapaian diri kita dengan orang lain.Â
Bukannya berusaha meningkatkan kemampuan diri, tapi kita malah terjerumus di pikiran sendiri yang menganggap kita tidak bisa berbuat apa-apa. Secara tidak langsung, inilah yang membuat kita jadi kurang mencintai diri sendiri dan tidak bisa melihat potensi serta kekuatan diri.
"Untukmu yang selalu ingin terlihat sempurna agar orang lain dapat menerima, sadarilah bahwa di dunia ini tidak ada yang sempurna termasuk dirimu. Kamu tidak perlu sempurna untuk mencintai dan dicintai, baik untuk orang lain maupun diri sendiri. Cintailah dan kasihilah sesuatu karena memang tulus dari hati."
"Kamu tidak perlu menjadi sempurna untuk melakukan segala sesuatu, cukup lakukan apa yang kamu bisa dengan segala apa yang kamu punya. Kamu tidak perlu sempurna untuk tampak berharga dan bahagia, karena dari awal keberadaanmu di dunia itu menandakan bahwa Tuhan begitu cinta dan kamu sangat berharga."
"Mulailah untuk menerima diri apa adanya, gunakan segala potensi yang ada, bersyukurlah atas apa yang kamu miliki dan terima, maka semesta tidak segan-segan untuk mendukung langkah kita, dan Tuhan akan ringan untuk mengabulkan segala doa-doa kita."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H