apa yang dimaksud penagihan pajak ?
Penagihan pajak adalah langkah penting untuk meningkatkan penerimaan pajak negara dan memastikan bahwa Wajib Pajak memenuhi kewajiban pajaknya dengan membayar utang pajak yang masih terutang. Penagihan pajak melibatkan banyak proses yang harus dilakukan oleh pejabat pajak yang ditunjuk oleh pemerintah.
Penagihan pajak terhadap wajib pajak diubah dari yang tercantum pada PMK No. 189/PMK.03/2020 melalui PMK No. 61/2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar.
Untuk memastikan bahwa wajib pajak membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, otoritas pajak menagih pajak, yang dimulai dengan pemberitahuan kepada wajib pajak mengenai jumlah pajak yang harus dibayarkan serta batas waktu pembayarannya. Jika wajib pajak tidak memenuhi kewajibannya, otoritas pajak dapat memanggil, memberikan peringatan, penerapan, dll.
Seberapa penting penagihan pajak untuk pemerintah ?
Salah satu alat penting yang digunakan pemerintah untuk mencapai tingkat kepatuhan yang tinggi adalah mekanisme penagihan pajak yang terus diperbarui untuk memastikan bahwa Wajib Pajak memenuhi kewajiban pajak mereka.
Pajak adalah salah satu sumber pendapatan utama pemerintah di hampir semua negara di dunia, termasuk Indonesia. Dengan pajak yang memadai, pemerintah dapat membiayai berbagai program dan proyek yang bermanfaat bagi masyarakat, seperti infrastruktur, pendidikan, dan layanan publik lainnya.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai penyokong pembangunan negara dapat terpengaruh secara tidak langsung jika penerimaan pajak yang tidak tertagih tidak optimal. Defisit anggaran dan utang luar negara yang berkelanjutan dapat menyebabkan krisis ekonomi.
Oleh karena itu, Tujuan dari penagihan pajak adalah untuk memastikan bahwa penerimaan pajak dapat diperoleh secara tepat waktu dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, pemerintah dapat memperoleh pendapatan yang cukup untuk mendukung kegiatan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.
Utang Pajak dan jenisnyaÂ
Berdasarkan Pasal 4 PMK No. 61/2023, utang pajak sendiri adalah pajak yang masih harus dibayar oleh Wajib Pajak, termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan pajak. Jenis pajak yang dapat menjadi utang pajak termasuk:
- Bea Meterai
- Pajak Penghasilan (PPh)
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan lainnya
- Pajak Karbon
- Pajak Penjualan.
Wajib Pajak yang mempunyai kewajiban pembayaran dapat mencicil atau menunda pembayaran. Apabila Wajib Pajak tidak membayar utang pajaknya setelah tanggal pembayaran, maka akan dilakukan serangkaian penagihan pajak.
Ketentuan tata cara penagihan pajak sesuai PMK 189/PMK.03/2020
Pada tanggal 27 November 2020, PMK Nomor 189/PMK.03/2020, yang membahas "Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar," mengubah Tata Cara Penagihan. Terdiri dari sepuluh Bab dan 88 Pasal, PMK ini mencakup berbagai peraturan penagihan. Dengan berlakunya aturan ini, beberapa peraturan sebelumnya, seperti KMK Nomor 563/KMK.04/2000, PMK Nomor 24/PMK.03/2008, dan PMK Nomor 85/PMK.03/2010, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. PMK 189 tahun 2020 memiliki beberapa perbedaan dibandingkan dengan PMK sebelumnya, antara lain:
1. Untuk pusat pemungutan pajak, menteri berwenang memilih pegawai negeri sipil. Pejabat yang ditunjuk pada ayat 1 harus berasal dari salah satu dari posisi yaitu, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, Kepala kantor wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak. Pejabat yang disebutkan pada ayat 2 memiliki otoritas untuk mengangkat dan memberhentikan jurusita pajak. Jurusita pajak pada ayat 3 memiliki tanggung jawab yaitu:
- melaksanakan perintah Penagihan Serentak dan Sekaligus.
- Memberitahukan surat Paksa
- Melaksanakan Penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan surat perintah melaksanakan Penyitaan.
- Melaksanakan Penyanderaan berdasarkan surat perintah Penyanderaan.
2. menambahkan detail tentang tata cara penyitaan untuk lembaga keuangan di sektor perasuransian, pasar modal, dan lainnya. Dalam aturan sebelumnya, hanya Tata Cara Penyitaan Lembaga Jasa Keuangan Perbankan yang diperbolehkan.
3. Untuk memberikan penjelasan lebih lanjut tentang Penanggung
- Pelaksanaan penagihan pajak pada wajib pajak pribadi (Pasal 6) melibatkan beberapa pihak, yaitu:
- Orang pribadi yang bertanggung jawab atas seluruh utang pajak dan biaya penagihan pajak.
- Istri dari wajib pajak yang bertanggung jawab atas utang pajak, jika hak dan kewajiban perpajakannya digabungkan.
- Ahli waris, pelaksana wasiat, atau pihak yang mengurus harta peninggalan, yang bertanggung jawab atas utang pajak maksimum sebesar harta warisan yang belum terbagi jika wajib pajak meninggal.
- Para ahli waris yang bertanggung jawab atas utang pajak sebesar porsi harta warisan yang diterima masing-masing jika wajib pajak meninggal dan harta warisan sudah dibagi.
- Wali bagi anak di bawah umur yang bertanggung jawab atas utang pajak sebesar harta anak yang belum dewasa atau seluruh utang pajak jika wali tersebut diuntungkan dari pengelolaan harta anak.
- Pengampu yang bertanggung jawab atas utang pajak sebesar harta yang diampunya atau seluruh utang pajak jika terbukti mendapat manfaat dari pengelolaan harta tersebut.
- Pelaksanaan Tindakan penagihan pajak terhadap penanggung pajak WP Badan (Pasal 7), termasuk :
- Wajib pajak badan yang bertanggung jawab atas seluruh utang pajak dan biaya penagihan pajak
- Pengurus dari wajib pajak badan.
- Pelaksanaan tindakan penagihan pajak terhadap pengurus PT (Pasal 7 ayat 2 huruf a), melibatkan:
- Direksi, termasuk direktur utama, wakil direktur utama, dan direktur dengan wewenang keuangan.
- Dewan komisaris, termasuk komisaris utama, wakil komisaris utama, dan komisaris lainnya.
- Individu yang memiliki wewenang dalam kebijakan usaha perseroan.
- Pemegang saham, sesuai dengan kriteria yang ditentukan, untuk perseroan terbuka.
- Untuk bentuk usaha tetap (Pasal 7 ayat 2 huruf b), tanggung jawab pajak meliputi:
- Kepala perwakilan, kepala cabang, atau posisi setara, bertanggung jawab pribadi atau bersama atas utang pajak.
- Perusahaan induk dari bentuk usaha tetap juga bertanggung jawab secara pribadi atau bersama atas utang pajak.
- Individu yang memiliki wewenang dalam mengambil keputusan usaha bertanggung jawab pribadi atau bersama atas utang pajak.
- Pemilik modal memikul tanggung jawab atas utang pajak secara proporsional sesuai kepemilikan modal.
- Untuk persekutuan komanditer (Pasal 7 ayat 2 huruf c), tanggung jawab pajak meliputi:
- mitra tambahan/aktif/pengelola bertanggung jawab secara individu atau bersama-sama atas kewajiban perpajakan. Â
- Orang yang berhak mengambil keputusan komersial bertanggung jawab secara pribadi atau kolektif atas utang pajak.
- Mitra komanditer/mitra pasif bertanggung jawab atas kewajiban perpajakan sebanding dengan kepemilikan modal.
- Untuk persekutuan perdata dan firma (Pasal 7 ayat 2 huruf d), tanggung jawab pajak meliputi:Â
- Para sekutu bertanggung jawab pribadi atau bersama atas utang pajak.
- Individu yang memiliki wewenang dalam mengambil keputusan usaha juga bertanggung jawab pribadi atau bersama atas utang pajak.
- Untuk koperasi (Pasal 7 ayat 2 huruf e), tanggung jawab pajak meliputi:Â
- Pengurus.
- Pengawas.
- Orang yang memiliki wewenang dalam kebijaksanaan usaha koperasi,
bertanggung jawab pribadi atau bersama atas utang pajak.
Namun, jika Wajib Pajak gagal mengajukan penundaan atau pengangsuran utang pajak, utang pajak yang belum dibayar akan ditagih menurut Pasal 4 PMK 189 Tahun 2020, yang terdiri dari:
- Pejabat menerbitkan Surat Teguran setelah lewat 7 hari sejak jatuh tempo pembayaran utang pajak.
- Jika dalam 21 hari Penanggung Pajak belum melunasi, Surat Paksa dikeluarkan dan disampaikan oleh Jurusita Pajak.
- Setelah 2 kali 24 jam, jika belum dilunasi, surat perintah Penyitaan diterbitkan dan barang Penanggung Pajak disita oleh Jurusita Pajak.
- Setelah penyitaan, jika belum dibayar dalam 14 hari, barang sitaan dilelang atau dijual melalui kantor lelang negara. Jika barang sitaan dikecualikan dari lelang,
- Pejabat bisa langsung menggunakan, menjual, atau memindahbukukan barang. Jika belum juga dilunasi, Pejabat bisa mengusulkan Pencegahan, terutama jika objek sitaan tidak ditemukan atau ada indikasi Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia.
- Penyanderaan bisa dilakukan setelah 30 hari dari Pencegahan, atau 14 hari setelah Surat Paksa untuk kasus tertentu seperti kepailitan.
apa yang dimaksud penagihan pajak ?
Penagihan pajak adalah langkah penting untuk meningkatkan penerimaan pajak negara dan memastikan bahwa Wajib Pajak memenuhi kewajiban pajaknya dengan membayar utang pajak yang masih terutang. Penagihan pajak melibatkan banyak proses yang harus dilakukan oleh pejabat pajak yang ditunjuk oleh pemerintah.
Penagihan pajak terhadap wajib pajak diubah dari yang tercantum pada PMK No. 189/PMK.03/2020 melalui PMK No. 61/2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar.
Untuk memastikan bahwa wajib pajak membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, otoritas pajak menagih pajak, yang dimulai dengan pemberitahuan kepada wajib pajak mengenai jumlah pajak yang harus dibayarkan serta batas waktu pembayarannya. Jika wajib pajak tidak memenuhi kewajibannya, otoritas pajak dapat memanggil, memberikan peringatan, penerapan, dll.
Seberapa penting penagihan pajak untuk pemerintah ?
Salah satu alat penting yang digunakan pemerintah untuk mencapai tingkat kepatuhan yang tinggi adalah mekanisme penagihan pajak yang terus diperbarui untuk memastikan bahwa Wajib Pajak memenuhi kewajiban pajak mereka.
Pajak adalah salah satu sumber pendapatan utama pemerintah di hampir semua negara di dunia, termasuk Indonesia. Dengan pajak yang memadai, pemerintah dapat membiayai berbagai program dan proyek yang bermanfaat bagi masyarakat, seperti infrastruktur, pendidikan, dan layanan publik lainnya.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai penyokong pembangunan negara dapat terpengaruh secara tidak langsung jika penerimaan pajak yang tidak tertagih tidak optimal. Defisit anggaran dan utang luar negara yang berkelanjutan dapat menyebabkan krisis ekonomi.
Oleh karena itu, Tujuan dari penagihan pajak adalah untuk memastikan bahwa penerimaan pajak dapat diperoleh secara tepat waktu dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, pemerintah dapat memperoleh pendapatan yang cukup untuk mendukung kegiatan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.
Utang Pajak dan jenisnyaÂ
Berdasarkan Pasal 4 PMK No. 61/2023, utang pajak sendiri adalah pajak yang masih harus dibayar oleh Wajib Pajak, termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan pajak. Jenis pajak yang dapat menjadi utang pajak termasuk:
- Bea Meterai
- Pajak Penghasilan (PPh)
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan lainnya
- Pajak Karbon
- Pajak Penjualan.
Wajib Pajak yang mempunyai kewajiban pembayaran dapat mencicil atau menunda pembayaran. Apabila Wajib Pajak tidak membayar utang pajaknya setelah tanggal pembayaran, maka akan dilakukan serangkaian penagihan pajak.
Ketentuan tata cara penagihan pajak sesuai PMK 189/PMK.03/2020
Pada tanggal 27 November 2020, PMK Nomor 189/PMK.03/2020, yang membahas "Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar," mengubah Tata Cara Penagihan. Terdiri dari sepuluh Bab dan 88 Pasal, PMK ini mencakup berbagai peraturan penagihan. Dengan berlakunya aturan ini, beberapa peraturan sebelumnya, seperti KMK Nomor 563/KMK.04/2000, PMK Nomor 24/PMK.03/2008, dan PMK Nomor 85/PMK.03/2010, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. PMK 189 tahun 2020 memiliki beberapa perbedaan dibandingkan dengan PMK sebelumnya, antara lain:
- Untuk pusat pemungutan pajak, menteri berwenang memilih pegawai negeri sipil. Pejabat yang ditunjuk pada ayat 1 harus berasal dari salah satu dari posisi yaitu, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, Kepala kantor wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak. Pejabat yang disebutkan pada ayat 2 memiliki otoritas untuk mengangkat dan memberhentikan jurusita pajak. Jurusita pajak pada ayat 3 memiliki tanggung jawab yaitu:
- melaksanakan perintah Penagihan Serentak dan Sekaligus.
- Memberitahukan surat Paksa
- Melaksanakan Penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan surat perintah melaksanakan Penyitaan.
- Melaksanakan Penyanderaan berdasarkan surat perintah Penyanderaan.
- menambahkan detail tentang tata cara penyitaan untuk lembaga keuangan di sektor perasuransian, pasar modal, dan lainnya. Dalam aturan sebelumnya, hanya Tata Cara Penyitaan Lembaga Jasa Keuangan Perbankan yang diperbolehkan.
- Untuk memberikan penjelasan lebih lanjut tentang Penanggung
- Pelaksanaan penagihan pajak pada wajib pajak pribadi (Pasal 6) melibatkan beberapa pihak, yaitu:
- Orang pribadi yang bertanggung jawab atas seluruh utang pajak dan biaya penagihan pajak.
- Istri dari wajib pajak yang bertanggung jawab atas utang pajak, jika hak dan kewajiban perpajakannya digabungkan.
- Ahli waris, pelaksana wasiat, atau pihak yang mengurus harta peninggalan, yang bertanggung jawab atas utang pajak maksimum sebesar harta warisan yang belum terbagi jika wajib pajak meninggal.
- Para ahli waris yang bertanggung jawab atas utang pajak sebesar porsi harta warisan yang diterima masing-masing jika wajib pajak meninggal dan harta warisan sudah dibagi.
- Wali bagi anak di bawah umur yang bertanggung jawab atas utang pajak sebesar harta anak yang belum dewasa atau seluruh utang pajak jika wali tersebut diuntungkan dari pengelolaan harta anak.
- Pengampu yang bertanggung jawab atas utang pajak sebesar harta yang diampunya atau seluruh utang pajak jika terbukti mendapat manfaat dari pengelolaan harta tersebut.
- Pelaksanaan Tindakan penagihan pajak terhadap penanggung pajak WP Badan (Pasal 7), termasuk :
- Wajib pajak badan yang bertanggung jawab atas seluruh utang pajak dan biaya penagihan pajak
- Pengurus dari wajib pajak badan.
- Pelaksanaan tindakan penagihan pajak terhadap pengurus PT (Pasal 7 ayat 2 huruf a), melibatkan:
- Direksi, termasuk direktur utama, wakil direktur utama, dan direktur dengan wewenang keuangan.
- Dewan komisaris, termasuk komisaris utama, wakil komisaris utama, dan komisaris lainnya.
- Individu yang memiliki wewenang dalam kebijakan usaha perseroan.
- Pemegang saham, sesuai dengan kriteria yang ditentukan, untuk perseroan terbuka.
- Untuk bentuk usaha tetap (Pasal 7 ayat 2 huruf b), tanggung jawab pajak meliputi:
- Kepala perwakilan, kepala cabang, atau posisi setara, bertanggung jawab pribadi atau bersama atas utang pajak.
- Perusahaan induk dari bentuk usaha tetap juga bertanggung jawab secara pribadi atau bersama atas utang pajak.
- Individu yang memiliki wewenang dalam mengambil keputusan usaha bertanggung jawab pribadi atau bersama atas utang pajak.
- Pemilik modal memikul tanggung jawab atas utang pajak secara proporsional sesuai kepemilikan modal.
- Untuk persekutuan komanditer (Pasal 7 ayat 2 huruf c), tanggung jawab pajak meliputi:
- mitra tambahan/aktif/pengelola bertanggung jawab secara individu atau bersama-sama atas kewajiban perpajakan.
- Â Â
- Orang yang berhak mengambil keputusan komersial bertanggung jawab secara pribadi atau kolektif atas utang pajak.Â
- Â
- Mitra komanditer/mitra pasif bertanggung jawab atas kewajiban perpajakan sebanding dengan kepemilikan modal.
- Â
- Untuk persekutuan perdata dan firma (Pasal 7 ayat 2 huruf d), tanggung jawab pajak meliputi:
- Â
- Para sekutu bertanggung jawab pribadi atau bersama atas utang pajak.
- Â
- Individu yang memiliki wewenang dalam mengambil keputusan usaha juga bertanggung jawab pribadi atau bersama atas utang pajak.
- Â
- Untuk koperasi (Pasal 7 ayat 2 huruf e), tanggung jawab pajak meliputi:
- Â
- Pengurus.
- Â
- Pengawas.
- Â
- Orang yang memiliki wewenang dalam kebijaksanaan usaha koperasi,
- Â
- bertanggung jawab pribadi atau bersama atas utang pajak.
Namun, jika Wajib Pajak gagal mengajukan penundaan atau pengangsuran utang pajak, utang pajak yang belum dibayar akan ditagih menurut Pasal 4 PMK 189 Tahun 2020, yang terdiri dari:
- Pejabat menerbitkan Surat Teguran setelah lewat 7 hari sejak jatuh tempo pembayaran utang pajak.
- Jika dalam 21 hari Penanggung Pajak belum melunasi, Surat Paksa dikeluarkan dan disampaikan oleh Jurusita Pajak.
- Setelah 2 kali 24 jam, jika belum dilunasi, surat perintah Penyitaan diterbitkan dan barang Penanggung Pajak disita oleh Jurusita Pajak.
- Setelah penyitaan, jika belum dibayar dalam 14 hari, barang sitaan dilelang atau dijual melalui kantor lelang negara. Jika barang sitaan dikecualikan dari lelang,
- Pejabat bisa langsung menggunakan, menjual, atau memindahbukukan barang. Jika belum juga dilunasi, Pejabat bisa mengusulkan Pencegahan, terutama jika objek sitaan tidak ditemukan atau ada indikasi Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia.
- Penyanderaan bisa dilakukan setelah 30 hari dari Pencegahan, atau 14 hari setelah Surat Paksa untuk kasus tertentu seperti kepailitan.
Tata cara Penagihan Pajak atas Utang Pajak sesuai PMK Nomor 61 Tahun 2023
Penagihan pajak dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk dan dilaksanakan sesuai dengan tata cara penagihan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). PMK Nomor 61 Tahun 2023 adalah PMK terbaru yang berlaku yang bertujuan untuk memberikan keadilan, kepastian hukum, dan keuntungan terhadap pelaksanaan tindakan penagihan pajak dan peraturan perundang-undangan di bidang penagihan pajak.
Namun, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan membuat ketentuan mengenai bantuan penagihan pajak berubah. Oleh karena itu, PMK Nomor 189/PMK.03/2020 diubah dan 3 aturan sebelumnya dicabut.
Ketentuan baru tata cara Penagihan Pajak
Â
Pasal 78 sampai dengan Pasal 127, Pasal 131, Pasal 132 ayat (2), Pasal 133 sampai dengan Pasal 135, Pasal 138, dan Pasal 145 PMK Nomor 61 Tahun 2023 mengatur cara bantuan penagihan pajak dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra. Pemerintah juga menambah ketentuan yang mendukung pelaksanaan tindakan penagihan pajak pada Pasal 146 PMK Nomor 61 Tahun 2023. Sebelum ini, Pasal 77 hingga 79 PMK Nomor 189/PMK.03/2020 mengatur ketentuan bantuan penagihan pajak dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra.
Â
Namun demikian, tata cara penagihan pajak telah diubah oleh PMK Nomor 61 Tahun 2023. Perubahan ini termasuk menambah, memperjelas, dan menyederhanakan ketentuan yang diatur sebelumnya dalam PMK Nomor 189/PMK.03/2020.
PMK Nomor 61 Tahun 2023 menambah ketentuan baru untuk tata cara penagihan, termasuk:
Â
A) meningkatkan wewenang Menteri Keuangan untuk menunjuk pejabat tambahan untuk menangani penagihan pajak pusat. Pasal 2 Ayat 2 huruf d PMK Nomor 61 Tahun 2023 mengatur hal ini
B) menambah wewenang pejabat untuk Penanggung Pajak kurang dari Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak, pejabat dapat mengajukan kembali permintaan pemberitahuan saldo harta kekayaan yang tersimpan pada nomor Rekening Keuangan Penanggung Pajak setelah menerima pemberitahuan dari lembaga keuangan di sektor perbankan, perasuransian, lembaga keuangan lain, atau entitas lain yang disebutkan pada ayat (3). Pasal 30 Ayat (5) PMK Nomor 61 Tahun 2023.
C) menambah ketentuan bahwa jurusita dapat meminta Penilai Pajak untuk membantu mereka menghitung nilai pajak yang disita. Pasal 24 Ayat (5) PMK Nomor 61 Tahun 2023 mengatur hal ini.
D) menambahkan pajak karbon ke dalam kategori pajak yang wajib dibayar atas utang pajak dan dapat dilakukan melalui tindakan penagihan pajak yang diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf g PMK Nomor 61 Tahun 2023.
E) Penambahan kriteria penanggung pajak orang pribadi dan badan, termasuk pengecualian urutan penanggung pajak Pasal 9 PMK Nomor 61 tahun 2023
F) Spesifikasi tambahan isi surat perintah penyitaan dan objek sitaan barang bergerak Pasal 20 ayat (6) PMK Nomor 61 Tahun 2023.
G) Menambahkan kendaraan bermotor, yacht, dan pesawat terbang dalam daftar objek sita barang bergerak dalam Pasal 23 Ayat (4) PMK Nomor 61 Tahun 2023
H) Menambahkan Regulasi untuk situasi di mana barang tidak bergerak dapat disita sebelum barang bergerak Pasal 24 ayat (2) PMK Nomor 61 Tahun 2023
I) Penambahan tempat penyimpanan alternatif untuk barang sitaan Pasal 25 ayat (3) huruf (d) dan (e) PMK Nomor 61 Tahun 2023.
J) menambahkan dua kondisi yang memungkinkan pencabutan sita, yaitu:
Barang sitaan yang dijual secara lelang tidak terjual dan diganti oleh Pejabat dengan barang lain dengan nilai yang setidaknya sama dengan Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak
Wajib Pajak telah menerima keputusan persetujuan untuk mengangsuran pembayaran Pajak atas Utang Pajak yang menjadi dasar penyitaan.
PMK Nomor 61 Tahun 2023, Pasal 26, Ayat (2) mengatur hal ini
K) menambahkan dua syarat untuk pencabutan blokir, yaitu:
- Wajib Pajak telah menerima keputusan persetujuan untuk mengangsuran pembayaran Pajak atas Utang Pajak yang menjadi dasar untuk melakukan pemblokiran.
- Pemblokiran telah dilakukan lebih dari jumlah Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak.
PMK Nomor 61 Tahun 2023 mengatur hal ini dalam Pasal 33 Ayat (1) huruf h dan i;
L) Prosedur penjualan surat berharga yang tidak diperdagangkan dan tata cara lelang Pasal 43, 44, dan 45 PMK Nomor 61 Tahun 2023.
M) menambahkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 48 dan 49 PMK Nomor 61 Tahun 2023 tentang tata cara penyitaan surat berharga yang tidak diperdagangkan di Pasar Modal, Piutang, dan Penyertaan Modal
N) menambahkan persyaratan untuk tata cara pelaksanaan penjualan, baik lelang maupun penjualan tidak lelang, yang diatur dalam Pasal 51, 52, dan 53 PMK Nomor 61 Tahun 2023;
O) Instruksi tambahan untuk penyampaian dokumen terkait penagihan pajak Pasal 133 sampai dengan Pasal 138 PMK Nomor 61 Tahun 2023.
Untuk menentukan pemerintah daerah sebagai pihak yang menerima surat paksa dalam kasus pemberitahuan surat paksa tidak dapat dilaksanakan, ketentuan yang lebih spesifik juga dibuat. Pemerintah daerah yang dimaksud adalah sekurang-kurangnya setingkat Sekretaris Kelurahan atau Sekretaris Desa yang diatur dalam Pasal 18 Ayat (1) PMK Nomor 61 Tahun 2023. Selain itu, dalam Pasal 18 Ayat (3) PMK Nomor 61 Tahun 2023, pemerintah juga mengatur bahwa pengumuman surat paksa dapat dilakukan melalui situs web resmi Direktorat Jenderal Pajak atau situs web lain yang ditunjuk oleh pejabat.
Selain itu, PMK Nomor 61 Tahun 2023 memperjelas beberapa ketentuan yang telah diatur sebelumnya. Dalam Pasal 6 Ayat (8) huruf b, Pasal 6 Ayat (10) huruf a, dan Pasal 9 Ayat (10) huruf d PMK Nomor 61 Tahun 2023, jangka waktu yang disebutkan sebelumnya "mendekati batas waktu penagihan" didefinisikan dengan lebih jelas menjadi "batas waktu kurang dari 2 (dua) tahun." Selain itu, aturan ini memperjelas siapa yang dapat menerima pemberitahuan surat paksa atas Wajib Pajak Badan. Pegawai yang dapat menerima pemberitahuan ini tidak termasuk pegawai tetap yang bekerja di perusahaan yang bekerja di bidang keuangan, pembukuan, perpajakan, personalia, hubungan masyarakat, atau bagian umum, kecuali pegawai harian yang diatur dalam Pasal 15 Ayat (4) huruf b PMK Nomor 61 Tahun 2023.
Penagihan pajak dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk dan dilaksanakan sesuai dengan tata cara penagihan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). PMK Nomor 61 Tahun 2023 adalah PMK terbaru yang berlaku yang bertujuan untuk memberikan keadilan, kepastian hukum, dan keuntungan terhadap pelaksanaan tindakan penagihan pajak dan peraturan perundang-undangan di bidang penagihan pajak.
Namun, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan membuat ketentuan mengenai bantuan penagihan pajak berubah. Oleh karena itu, PMK Nomor 189/PMK.03/2020 diubah dan 3 aturan sebelumnya dicabut.
Ketentuan baru tata cara Penagihan Pajak
Â
Pasal 78 sampai dengan Pasal 127, Pasal 131, Pasal 132 ayat (2), Pasal 133 sampai dengan Pasal 135, Pasal 138, dan Pasal 145 PMK Nomor 61 Tahun 2023 mengatur cara bantuan penagihan pajak dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra. Pemerintah juga menambah ketentuan yang mendukung pelaksanaan tindakan penagihan pajak pada Pasal 146 PMK Nomor 61 Tahun 2023. Sebelum ini, Pasal 77 hingga 79 PMK Nomor 189/PMK.03/2020 mengatur ketentuan bantuan penagihan pajak dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra.
Â
Namun demikian, tata cara penagihan pajak telah diubah oleh PMK Nomor 61 Tahun 2023. Perubahan ini termasuk menambah, memperjelas, dan menyederhanakan ketentuan yang diatur sebelumnya dalam PMK Nomor 189/PMK.03/2020.
PMK Nomor 61 Tahun 2023 menambah ketentuan baru untuk tata cara penagihan, termasuk:
Â
A) meningkatkan wewenang Menteri Keuangan untuk menunjuk pejabat tambahan untuk menangani penagihan pajak pusat. Pasal 2 Ayat 2 huruf d PMK Nomor 61 Tahun 2023 mengatur hal ini
B) menambah wewenang pejabat untuk Penanggung Pajak kurang dari Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak, pejabat dapat mengajukan kembali permintaan pemberitahuan saldo harta kekayaan yang tersimpan pada nomor Rekening Keuangan Penanggung Pajak setelah menerima pemberitahuan dari lembaga keuangan di sektor perbankan, perasuransian, lembaga keuangan lain, atau entitas lain yang disebutkan pada ayat (3). Pasal 30 Ayat (5) PMK Nomor 61 Tahun 2023.
C) menambah ketentuan bahwa jurusita dapat meminta Penilai Pajak untuk membantu mereka menghitung nilai pajak yang disita. Pasal 24 Ayat (5) PMK Nomor 61 Tahun 2023 mengatur hal ini.
D) menambahkan pajak karbon ke dalam kategori pajak yang wajib dibayar atas utang pajak dan dapat dilakukan melalui tindakan penagihan pajak yang diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf g PMK Nomor 61 Tahun 2023.
E) Penambahan kriteria penanggung pajak orang pribadi dan badan, termasuk pengecualian urutan penanggung pajak Pasal 9 PMK Nomor 61 tahun 2023
F) Spesifikasi tambahan isi surat perintah penyitaan dan objek sitaan barang bergerak Pasal 20 ayat (6) PMK Nomor 61 Tahun 2023.
G) Menambahkan kendaraan bermotor, yacht, dan pesawat terbang dalam daftar objek sita barang bergerak dalam Pasal 23 Ayat (4) PMK Nomor 61 Tahun 2023
H) Menambahkan Regulasi untuk situasi di mana barang tidak bergerak dapat disita sebelum barang bergerak Pasal 24 ayat (2) PMK Nomor 61 Tahun 2023
I) Penambahan tempat penyimpanan alternatif untuk barang sitaan Pasal 25 ayat (3) huruf (d) dan (e) PMK Nomor 61 Tahun 2023.
J) menambahkan dua kondisi yang memungkinkan pencabutan sita, yaitu:
Barang sitaan yang dijual secara lelang tidak terjual dan diganti oleh Pejabat dengan barang lain dengan nilai yang setidaknya sama dengan Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak
Wajib Pajak telah menerima keputusan persetujuan untuk mengangsuran pembayaran Pajak atas Utang Pajak yang menjadi dasar penyitaan.
PMK Nomor 61 Tahun 2023, Pasal 26, Ayat (2) mengatur hal ini
K) menambahkan dua syarat untuk pencabutan blokir, yaitu:
- Wajib Pajak telah menerima keputusan persetujuan untuk mengangsuran pembayaran Pajak atas Utang Pajak yang menjadi dasar untuk melakukan pemblokiran.
- Pemblokiran telah dilakukan lebih dari jumlah Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak.
PMK Nomor 61 Tahun 2023 mengatur hal ini dalam Pasal 33 Ayat (1) huruf h dan i;
L) Prosedur penjualan surat berharga yang tidak diperdagangkan dan tata cara lelang Pasal 43, 44, dan 45 PMK Nomor 61 Tahun 2023.
M) menambahkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 48 dan 49 PMK Nomor 61 Tahun 2023 tentang tata cara penyitaan surat berharga yang tidak diperdagangkan di Pasar Modal, Piutang, dan Penyertaan Modal
N) menambahkan persyaratan untuk tata cara pelaksanaan penjualan, baik lelang maupun penjualan tidak lelang, yang diatur dalam Pasal 51, 52, dan 53 PMK Nomor 61 Tahun 2023;
O) Instruksi tambahan untuk penyampaian dokumen terkait penagihan pajak Pasal 133 sampai dengan Pasal 138 PMK Nomor 61 Tahun 2023.
Untuk menentukan pemerintah daerah sebagai pihak yang menerima surat paksa dalam kasus pemberitahuan surat paksa tidak dapat dilaksanakan, ketentuan yang lebih spesifik juga dibuat. Pemerintah daerah yang dimaksud adalah sekurang-kurangnya setingkat Sekretaris Kelurahan atau Sekretaris Desa yang diatur dalam Pasal 18 Ayat (1) PMK Nomor 61 Tahun 2023. Selain itu, dalam Pasal 18 Ayat (3) PMK Nomor 61 Tahun 2023, pemerintah juga mengatur bahwa pengumuman surat paksa dapat dilakukan melalui situs web resmi Direktorat Jenderal Pajak atau situs web lain yang ditunjuk oleh pejabat.
Selain itu, PMK Nomor 61 Tahun 2023 memperjelas beberapa ketentuan yang telah diatur sebelumnya. Dalam Pasal 6 Ayat (8) huruf b, Pasal 6 Ayat (10) huruf a, dan Pasal 9 Ayat (10) huruf d PMK Nomor 61 Tahun 2023, jangka waktu yang disebutkan sebelumnya "mendekati batas waktu penagihan" didefinisikan dengan lebih jelas menjadi "batas waktu kurang dari 2 (dua) tahun." Selain itu, aturan ini memperjelas siapa yang dapat menerima pemberitahuan surat paksa atas Wajib Pajak Badan. Pegawai yang dapat menerima pemberitahuan ini tidak termasuk pegawai tetap yang bekerja di perusahaan yang bekerja di bidang keuangan, pembukuan, perpajakan, personalia, hubungan masyarakat, atau bagian umum, kecuali pegawai harian yang diatur dalam Pasal 15 Ayat (4) huruf b PMK Nomor 61 Tahun 2023.
sumber :
https://jdih.kemenkeu.go.id/download/15fe4400-1f93-47ca-9a81-d8c24bb29a0e/2023pmkeuangan061.pdf
https://jdih.kemenkeu.go.id/download/5a31c9e4-932a-4dfb-bf23-d7ff001ecd45/189~PMK.03~2020Per.pdf
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI