Jika si ibu hamil telah selesai mandi, biasanya badannya dikeringkan menggunakan handuk, lalu berselimut anduk atau kain tersebut menuju ruang tengah dengan diiringi sholawat. Di ruang tengah si ibu hamil kembali duduk di atas alas kain berlapis tujuh di hadapan tamu-tamu.
Masuk pada proses pasca mandi, dukun beranak mengambil benang putih yang sudah dioleskan dengan kunyit sebanyak tujuh helai benang yang disimpul, dengan seukuran lingkar badan si ibu hamil. Kata sesepuh adat, benang itu harus berwarna putih dan disimpul melambangkan jika proses melahirkan terdapat hambatan maka dengan harapan dapat diselesailan dengan cepat sebagaimana dengan membakar simpul tadi. Kemudian benang itu dikalungkan melingkari tubuh ibu hamil dari atas kepala langsung turun sampai ke lantai. Setelah itu si ibu hamil disuruh melangkah kedepan dan keluar dari kalungan benang tadi, tetapi disuruh mundur kembali ke tempat semula. Proses ini dilakukan sebabyak 3 sampai 7 kali atas panduan dukun beranak. Pada saat kalungan terakhir, benang tidak turun sampai ke lantai lagi, tetapi hanya sebatas dada, dengan simpul menghadap ke depan. Kemudian dukun beranak mengambil cermin dan memerintahkan salah seorang untuk memegang cermin pas di depan muka ibu hamilnya. Sehingga si ibu hamil dapat memandang wajahnya ke cermin. Setelah itu, dukun beranak menghidupkan lilin dan memutuskan serta membakar simpul. Setelah benangnya putus, ibu hamil diminta untuk meniup lilin. Lalu dukun beranak mengambil bekas bakarannya dan mencoletkan ke kedua alis si ibu hamil. Proses pra mandi tidak berakhir sampai di situ saja. Setelah itu dukun beranak mengambil daun pisang yang dibungkus dan menggosokkannya ke perut ibu hamil berulang 3 sampai 7 kali. Â Kata sesepuh adat, itu namanya proses pelungsuran. Dilanjut dengan si ibu hamil mengganti kain basahan tadi dengan pakaian yang cantik di dalam kamar. Setelah itu si ibu hamil kembali ke ruang tengah lagi untuk menjamu ibu-ibu serta para kerabat yang diundang untuk menikmati jamuan yang telah disediakan oleh tuan rumah.
Setelah acara nujuh bulan ini selesai, biasanya diletakkan kundur yang tua di sudut kamar. Sesepuh adat mengatakan bahwa buah kundur ini dapat menangkal gangguan makhluk halus, hingga lahir nanti bayinya dapat terjaga. Konon katanya, jika buah kundur ini tahan lama dan kulitnya berserbuk putih, berarti rumah itu terhindar dari makhluk halus. Tetapi jika kundur itu busuk, segeralah buang jauh-jauh dan ganti dengan yang baru, serta bersihkanlah rumah dengan bacaan ayat-ayat suci Al-quran.
Dari tradisi mandi nujuh bulan ini dapat kita tarik apresiasinya, bahwa  tradisi mandi nujuh bulan mengajarkan kita untuk selalu mengingat Allah SWT., mendekatkan diri kepadanya, menjadikan-Nya tempat untuk memohon sesuatu seperti kelancaran saat melahirkan, disaat kita sedang mengandung dan juga memohon keselamatan bagi ibu dan bayi yang ada di kandungan. Tidak hanya itu, tradisi ini juga membuat kita sadar bahwa kita tidak bisa hidup sendiri. Kita membutuhkan orang lain untuk setiap proses dalam kehidupan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H