Sudah beberapa hari senja lenyap dari angkasa. Burung-burung kehilangan jalan pulang. Menyasar ke hutan-hutan.
Diberitakan surat kabar, senja telah dicuri. Menurut Joe --detektif terkenal di kota itu, pencuri senja adalah yang memotong-motong rembulan di tengah danau.
"Kurang ajar! Dia mengacak-acak angkasa!" keluh seseorang yang mengaku pacar angkasa.
"Aku akan menemukannya." Joe menghisap cerutunya dalam-dalam, menekan malu atas kegagalannya menangkap pencuri yang berkeliaran di angkasa.
Sementara seorang anak laki-laki duduk di ayunan. Sendirian. Hanya ditemani rerumputan yang mati terinjak-injak. Dari balik saku celananya, terlihat sesuatu yang berpendar berwarna jingga.
"Ibumu cantik seperti salah satu warna angkasa. Saat kau menemukan kilau yang paling sempurna, bawalah pulang.."
Anak laki-laki itu terus memikirkan kata-kata Ayahnya, pesan terakhir sebelum mengantarnya ke pusara.
"Aku sudah memotong-motong rembulan dengan kilau yang menggiurkan, tapi Ibu tak ada di sana. Malam terlanjur berkabung dan aku bingung. Kutinggalkan rembulan di tengah danau."
Kemudian dikeluarkannya senja dari saku celana, "Dan kemarin aku mengambil senja. Bintang-bintang berjatuhan, menjelma sekumpulan anjing yang mengejarku di jalanan."
Tiba-tiba rasa hangat membungkus tubuh mungil itu. Seorang wanita memeluknya. Menghapus rindu akan arti kehadiran Ibu. Keduanya bertangis-tangisan sebelum berpisah pulang.
Masih dengan cerutu yang dihisapnya dalam-dalam, Joe melihat kekasihnya dari balik pintu, "Mengapa bajumu penuh noda jingga?"