Lancang! Nyalimu sungguh telanjang!
Kuperingatkan padamu, jangan bangunkan aku! Bukan hanya jiwamu yang binasa, pun belulangmu habis terlumat.
Tidakkah kau lihat potongan-potongan tubuh yang tergantung di kisi-kisi langit? Merekalah pemilik nyali-nyali telanjang yang jantungnya kucincang di atas meja, yang bola matanya kurebus dengan air garam, sementara lidahnya baru saja kuinjak-injak?
Rasakan tetes-tetes darah yang membasahi bulu matamu, serupa gerimis mengemis belas kasih. Anyir. Getir. Â Itulah darah para pengecut yang merinduiku berkali-kali. Berkali-kali pula kusayat tubuh mereka sebelum maut mengurai ususnya.
Sadis?
Memang!
Dan aku suka itu!
Lilik Fatimah Azzahra, pulanglah! Lalukan saja niatmu dari hadapanku sebelum kau lari terkencing-kencing sembari memunguti malu yang berserakan di halaman rumahku.Â
Sekali lagi kuperingatkan padamu, jangan bangunkan aku! Atau api neraka akan menjilati tubuhmu!
-
Sebagai balasan untuk Lilik Fatimah Azzahra :Â Kutantang Kau, Desol!