“Hei, hentikan itu! Setidaknya pikirkan sesuatu yang membuatmu sedikit bahagia.”
Ia melepas ikat rambutnya, bangkit dari duduknya lalu menarik laki-laki itu. Tak ada kata-kata, sepertinya telah sepaham kemudian menjadi seranjang. Semut-semut telah mati, tak ada lagi yang mengamat-amati. Mereka bisa bertindak sesuka hati tanpa berhati-hati dengan menggunakan hati.
“Kau ingin aku bahagia?”
“Jika hal itu bisa membuatmu menjadi lebih baik kenapa tidak?”
Dinding-dinding biru melihat cumbu. Tirai abu-abu saksikan adu peluk. Kursi-kursi kayu menatap yang lebih dari itu. Tak disangka wanita itu tertawa, memecah kebekuan di kamar nomor empat tujuh.
“Aku sudah lama tak tertawa. Aku hampir lupa rasanya bahagia. Dan aku tahu harus bagaimana.”
Wanita itu terus memeluk kekasihnya walau hanya sekadar bayang-bayang. Dicabut rambutnya satu per satu, agar kuncup-kuncup kenang tak kembali bermekaran di atas kepalanya. Ia membuatnya selesai, pun kehilangan yang ia miliki setelah tubuhnya melayang dari lantai sepuluh.