[caption caption="pic: images4.alphacoders.com"][/caption]“Kau menghunusnya?
Bibirku bergetar, lutut kaki mendadak lumpuh, dan celanaku basah. Sungguh hari naas, aku terdampar di kotak beraroma dupa yang menyesakkan penciumanku. Sial.
Perempuan berjubah salju bergincu merah bata itulah penyebab deritaku. Andai dia tak kerlingkan binarnya malam itu, maka aku tak akan berlutut. Tapi apa daya, hanya lelaki berjubah coklat perapal dupa ke surga saja yang bisa menolongku.
Perempuan itu menawanku tiap dua belas dentang Big Ben di mana bintang-bintang mulai menciumi hariku. Sudah dua pekan tak mereda bahkan bayangan rona dan jeritannya menelusup tanpa jeda.
“Teresia?”
Aku mendongak. Tatap bengisnya membuat biji mataku hendak melompat meninggalkan tempatnya.
“Kau membunuhnya!”
“Apa pedulimu pada mereka?”
Perempuan itu tertawa, melepaskan jubah saljunya, melemparkannya tepat pada tubuhku yang meringkuk ketakutan, lalu berteriak nyaring.
“Setan!”
“Aku setan? Hahaha…. Lalu kau apa?”