Mohon tunggu...
DesoL
DesoL Mohon Tunggu... Penulis - tukang tidur

▪tidak punya FB/Twitter/IG dan sejenisnya▪

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[Jokowi] Ibu, Mengapa Kita Tetap Miskin?

19 Desember 2015   08:58 Diperbarui: 19 Desember 2015   10:11 1003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="pic: pixoto.com"][/caption]

1/

Bocah kurus kering duduk di samping rel.
Amati ekor kereta yang baru saja lewati dirinya.
Sampah-sampah plastik dipungutnya.
Dijualnya pada Abah Ali yang katanya kaya.
“Kapan hidupmu tak lagi terlunta-lunta?” Abah Ali bertanya.

Diam.

Bocah kurus kering keluarkan botol plastik.
Satu, dua, tiga, empat, hingga sepuluh.
Diletakkannya yang sejumlah sepuluh di atas meja.
Abah Ali hisap cerutu.
“Dua ribu untukmu!” Abah Ali lemparkan selembar dua ribu.

2/

Bocah kurus kering berjalan di atas rel.
Dimainkannya kerikil dengan kakinya yang dekil.
Digenggamnya selembar dua ribuan pada tangan kirinya.
Bibirnya ukirkan senyuman.
“Sepotong roti untuk ibu,” katanya.

Jatuh.

Bocah kurus kering tersungkur pada batu-batu.
Seorang pemuda menendangnya.
Seorang lain merogoh sakunya.
Sisanya mengambil dua ribu yang tergenggam.
“Itu uangku! Kembalikan!” teriaknya.

3/

Bocah kurus kering teluka.
Pelipis kanan berdarah.
Pincanglah dalam berjalan.
Dengan air mata tertahan sebagian.
“Uang itu memang bukan untuk ibuku,” ujarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun