[caption caption="pic: c1.staticflickr.com"][/caption]
Desol, No. 7
Kematian Pak Amat yang kemudian disusul oleh Ki Plenyun membuat Ben manyun beberapa hari. Ben kerap terbengong dengan mulut menganga di atas amben. Air liur yang keluar dari salah satu sudut mulutnya telah mengundang sekawanan lalat untuk bertelur di sana.
“Ben, sabar nak. Baik Pak Amat maupun Ki Plenyun memang sudah saatnya mati, tak perlu lagi kau sesali.”
“Tapi Mpok, Ki Plenyun belum menurunkan ilmunya padaku.”
“Ilmu apa, Ben?”
“Mengubah tahi kambing menjadi kue cucur seperti yang Mpok cicipi kemarin sore.”
“Dasar bocah gendheng!”
Huweeeeeeeek!
Mpok Ipeh berusaha mengeluarkan isi perutnya dari sisa-sisa tahi yang disulap Ki Plenyuh menjadi kue cucur. Sedangkan Babeh Usman sibuk melepaskan sarungnya lalu menyusul Mpok Ipeh di WC. Dan Ben memilih untuk tidak mendengar desahan-desahan aneh dengan pergi ke Sungai Bahenol.
Ben memasuki hutan. Mematahkan ranting kering. Mengikatkan benang pada ujungnya. Mencari cacing gemuk. Menjadikannya umpan. Melenggang ke sungai. Menduduki batu. Melemparkan umpan pancing. Menunggu dimakan ikan.