Mohon tunggu...
DesoL
DesoL Mohon Tunggu... Penulis - tukang tidur

▪tidak punya FB/Twitter/IG dan sejenisnya▪

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kepada Dermaga

12 Oktober 2015   11:53 Diperbarui: 12 Oktober 2015   11:53 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="pic: pixabay.com"][/caption]

Kutuliskan kisah pada Dermaga.

Burung-burung gereja nyanyikan kabar sukacita. Sebuah pertemuan yang lahirkan bahagia. Dua manusia ikrarkan janji suci pada dermaga.

“Mas, aku hamil.”

“Syukur pada Tuhan yang titipkan surga pada rahimmu.”

“Tak rindukah kau pada hari-hari di mana perutku akan semakin membesar?”

“Purnama akan kabarkan seberapa besar perutmu nanti.”

Lelakinya berlayar. Banyak harapan yang harus dipancing di lautan, agar sekembalinya nanti dapat tebus impian yang tertunda.

***

Bulan ketiga, wanita dengan rambut tergerai, muntahkan isi perutnya pada dermaga. Angin enggan bersahabat, dinginnya mampu bekukan aliran darah. Wajahnya nampak pucat, namun binar matanya pancarkan kehangatan.

“Mas, anakmu rindukan laut. Aku membawanya pada dermaga kini.”

Duduklah ia pada ujung dermaga kayu. Kakinya terayun bergantian, mainkan air asin. Senyumnya melebar sesekali, mungkin terkenang akan pertemuan pertama.

“Mas, masih ingatkah kau tentang jumpa pertama kita? Kau turun dari kapal, bawa banyak ikan. Aku sodorkan tiga lembar lima ribuan. Kau bilang: aku bukan penjual ikan, ambilah jika kau mau.”

Hari telah tiba pada senja. Wanita itu terusir dari dermaga dengan sendirinya. Rindu pada lelakinya sedikit terobati.

***

Bulan keenam, wanita dengan rambut terkepang, membawa perutnya dengan sangat hati-hati pada dermaga. Diletakannya rantang isi gulai ikan di samping ia terduduk. Kembali senyum terpasang semakin lebar.

“Mas, janji kepulanganmu buatku tak sabar bawakan gulai ikan. Mungkin setibamu nanti, gulai ini tak lagi hangat.”

Senja kembali tiba, ia masih terduduk di sana. Lautan berkilau keemasan, hadirkan cemas.

“Kenapa kau belum tiba juga, Mas?”

Wanita itu mencoba bangkit dengan susahnya. Meluruskan punggungnya dan mengelus perutnya. Dikenakannya jaket milik lelakinya yang kini menjadi pas pada tubuhnya.

“Mas, aku akan datang kembali besok.”

***

Sampai pada bulan kesembilan, wanita dengan perut besar tak berhenti kunjungi dermaga. Masih dengan rantang isi gulai ikan, ia duduki dermaga hingga berjumpa senja. Wajahnya layu. Terlihat gurat lelah pada sebuah tunggu.

“Mas, kapan kau kembali?”

Menagis. Wanita itu menangis. Air matanya jatuh melewati celah-celah kayu milik dermaga kemudian menyatu bersama air asin.

“Telah kukabarkan rindu melalui lautan, semoga kau dengar dan lekas pulang, sebab aku hendak melahirkan.”

***

Pada senja berikutnya, terlahir anak laki-laki pada dermaga. Seorang nelayan menemukannya, kemudian memanggil kawannya untuk bersama-sama menguburkan wanita yang melahirkan dengan sendirinya.

Mata-mata nelayan iba pada anak laki-laki yang terlahir tanpa sempat tersusui oleh ibunya. Salah satu dari mereka memutuskan untuk membesarkannya. Dinamainya anak laki-laki itu Dermaga, yang adalah aku.

Aku Dermaga di dermaga. Teruskan tunggu ibu sampai pada matinya. Menunggu laki-laki yang pantaskah kupanggil ayah?

Padamu dermaga, kuputuskan sesuatu. Mengakhiri rindu ibu. Tak akan kuukirkan kembali rindu pilu itu pada kayu-kayumu, mungkin kau telah lelah dengarkan keluh. Sampaikan pada ayah jika ia ingat pulang nanti: jangan kembali pada Dermaga!

Kisahku telah selesai bersama langkah kaki yang jauhi dermaga.

-oOo-

Ikuti Event Surat-menyurat DI SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun