Sepertinya aku sudah siap pada sebuah perjumpaan. Berulang kali cermin katakan: Kau cantik. Aku setuju. Itu artinya bahwa aku masih gadis, bukan perjaka.
Aku rasakan anak tangga satu-satu. Menarik napas dalam-dalam sebelum aku keluarkan bersama bahagia. Hati dan pikirku tengah berkompromi, mengatur apa yang hendak bibir perkatakan kelak.
Berjalan di belakang pria tambun buatku mudah temukanmu tanpa kau sadari keberadaanku. Kau tampak kebingungan sebab telah begitu lama tunggumu tanpa hasil. Kuputuskan untuk akhiri pencarianmu.
“Mencariku?”
“Tidak lagi.”
Tawa terlepas. Itulah yang pertama kita lakukan. Sesekali kucuri senyummu lalu buru-buru menyimpannya dalam kotak kenang. Aku akan membukanya kala rindu todongkan rasa tuk bertemu. Kita lebih banyak terdiam untuk saling menyerap raut muka sebelum putuskan saling dekap.
“Sekarang malam minggu bukan? Kemana kau ingin habiskan waktumu denganku?”
“Kedatanganku ke tempat ini bukan untuk bicarakan kemana akan kita cari bahagia. Sebab, bisa berada di sampingmu adalah bahagia yang mahal.”
“Habiskan saja waktu kita dalam peluk malam ini.”
Kita telah menjadi paham bukan? Sebuah perjumpaan yang sangat sayang bila dipergunakan untuk hal yang percuma. Lebih baik kita pelajari apa arti cinta yang sesungguhnya dari pada beku dalam kata.
***