Rindu. Aku muak tentang rindu. Cumbu. Aku muak tentang cumbu. Dirindu cumbu. Dicumbu rindu. Saling memuakkan. Seperti pantat panci yang sehitam arang, itulah lukisan wajahmu. Betapa memuakkannya dirimu.
Hahaha.
Aku bermimpi. Belati tergenggam lima jari. Belati menari. Berlumur anggur merah sejati. Menyayat putih mulus punggungku: Pebrianov, mati!
Hahaha.
Aku bermimpi. Balerina. Aku seorang balerina. Berjinjit sana-sini, pada melodi gerak kaki beraksi. Aku menari. Tarian kematian. Melompat-lompat pada panggung punggung berkasutkan gergaji. Aku hanya ingin memotong-motong tubuhmu untuk kubuat sup, agar anjing-anjing turut nikmati.
Hahaha.
Aku masih bermimpi. Kali ini menjadi petani. Berkawan dengan padi juga tanah basah. Tanah-tanah yang penuh desah. Ah…ah…ah. Tanah-tanah yang rindukan kerbau pembajak. Kaulah kebau itu, Pebrianov. Dan kunikmati kedunguanmu.
Hahaha.
Aku telah selesai bermimpi. Tentang belati, gergaji dan juga tanah desah berkerbau dungu.
Hahaha.
Kau!
Sejak kapan kau terlekat pada tubuhku?
Kau!
Sejak kapan kau beku?
Kau!
Sejak kapan kau birukan tubuhmu?
Kau!
Sejak kapan kau hentikan napasmu?
Oh, aku lupa. Tubuhku penuh belati. Dan ketika kau ingini, kau mati.
-oOo-
Puisi untuk Desol || Bunuh Aku, Pebrianov! || Kubunuh Kau dengan Kelelakianku, Desol! ||Rintih-rintih Palsu Pebrianov || Kunikmati Kemunafikkan Keperempuananmu, Desol! || Pebrianov, Pejantan Basi! || Janji Kematianku pada Desol
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H