“Makanlah ketupat Nenek, dan Ibu pastikan Adik akan minta sepiring lagi.”
Sama seperti minggu kemarin. Ibu memintaku untuk memakan ketupat Nenek. Aku memang anak penurut, namun tidak untuk perihal yang menyangkut Nenek. Bagiku, Nenek lebih jahat dari wanita tua dengan sapu terbang berwajah keriput. Aku membenci Nenek bukan tanpa alasan.
“Kali ini Ibu tidak akan membiarkan ketupat Nenek basi.”
Rupanya Ibu tak mau kisah ketupat basi terulang kembali. Ketupat berkuah santan dengan potongan ayam di atasnya, terasa lezat ketika aku memakannya lima tahun silam. Ah, sudah lama sekali.
“Aku benci ketupat! Aku benci Nenek!”
Sedikit membentak Ibu, kurasa tak masalah. Hanya sedikit hari ini. Ya, hari ini. Aku lebih memilih ketupat itu basi dari pada menjadi duri dalam tubuhku. Cerita tentang anak durhaka pada ibunya sudah biasa, namun cucu durhaka pada neneknya… mungkin hanya satu-dua. Aku salah satunya.
“Apa yang salah dari ketupat ini?”
“Tidak ada.”
“Karena ketupat ini buatan Nenek?”
“Jika Ibu sudah tahu, jangan tanyakan lagi!”
“Sudah berapa kali Adik membentak Ibu seperti ini?”