Mohon tunggu...
Desma Rini
Desma Rini Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

saya desmarini, mahasiswa administrsi bisnis. anak kedua dari 4 bersaudara. obsesi baruku menjadi penulis, minimal bisa mencetak 1 buah buku tiap tahun,, :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Siratan Hati

17 Desember 2012   05:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:30 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ternyata hamba tak setegar dan tak sekuat orang-orang bayangkan. Dan ternyata begini hati hamba saat sendiri, begitu rapuh dan hancur. Kesendirian dan kesepian menjadi tempat hamba melukis keadaan hati ini. Hanya kertas putih dan lukisan tinta pena yang mengerti dan mampu menerjemahkan kesendiriandan hasil pemikiranku malam ini. Banyak hal yang pengen ku tuangkanpada kertas ini. Mungkin tak bisa menjawab semuanya, namun sedikit membuat tenang hati ini. Dalam hati terasa hampa, tapi tak berarti hidup akan berhenti disini. Banyak hal yang harus dan bisa kulakukan dan lewati.Bimbing hambamu ya rabb. Hidup adalah pilihan dan pilihan itu beresiko. Hamba sudah menentukan pilihan dan mungkin keadaan sekarang salah satu resiko yang sedang berjalan. Namun sampai kapankah itu semua akan berhenti. Hamba tidak minta engkau menghentikannya. Namun buatlah hamba bertahan oleh rasa ikhlas dan sabar yang engkau berikan.

Malam itu waktu menunjukkan pukul 11:45, diruang depan aku melukiskan keadaan pikiranku. Selalu buku kecilku menemani dan memahami arti hatiku. Malam itu kurasa cukup kelam. Ku kuatkan hatiku melawan perasaan ini. Perasaan yang tak pantas ku pertahankan lebih lama. Aku harus melepaskan, membuang, menghapus dan bahkan melupakan perasaan ini, meski sulit. Aku tahu ini sulit, tapi aku tak mau bilang sulit. Aku harus membuang rasa ini. Rasa yang belum halal bagiku. Mencintai dan dicintai lumrah dimiliki manusia karena begitulah sifat manusia. Aku takut salah menilai cinta yang satu ini. Ku pikir biarlah aku tersiksa sekarang, aku ingin mengharap ridho ilahi.

Malam semakin hening, suara-suara sudah mulai terdengar sayup. Tanpa sadar, sudah menit kesepuluh pukul 12:00. Namun mataku belum mengintruksikan sesuatu. Aku masih disibukkan dengan pikiran kacau ku. Tak lama ibu ku masuk. Dia melihatku masih terbaring beralaskan kain diruang depan dan belum berpindah tempat sedikit pun. Pintu dibuka dan ibu menyapaku. “lo. Kok belum tidur?”

“sebentar lagi bu,” jawabku.

Sudah malam, balasnya lagi.

“iya ada tugas sediki nih.” Jawabku bebohong.

“ya sudah, sudah malam nak, jangan malam-malam tidurnya.” Jawab ibu seraya meninggalkan ku

“iya bu,” jawabku sambil tersenyum.

Kulihat kepergian ibuku dengan penuh makna. Aku jadi berpikir tentangnya, sekarang inspirasi datang. Ibu menjadi penyemangatku.

Malam berlalu dengan tenang. Aku pun kemudian bergegas menuju tempat tidurku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun