Mohon tunggu...
Desla Tumangger
Desla Tumangger Mohon Tunggu... Guru - Penulis Fiksi

~Bersembunyi dibalik kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Remigo Yolando Berutu: Tampan, Mapan, Keren, Kok Korupsi?

25 November 2018   09:42 Diperbarui: 25 November 2018   15:28 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak informasi terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Bupati Pakpak Bharat mencuat, hingar bingar pemberitaan dan komentar masyarakat mulai bergaung. Ada yang mencemooh dan tertawa puas, namun ada pula yang tetap mendukung beliau terlepas apa yang menjadi kesalahannya. Tak anyal, Kabupaten kecil yang telah memisahkan diri dan berdikari  sejak 15 tahun lalu tersebut menjadi sorotan sejagat Indonesia.

Remigo Yolando Berutu menjadi Kepala Daerah yang ke-27 tahun 2018 yang berhasil diringkus  KPK akibat tindakan merugikan negara. Tentunya hal ini menjadi sebuah prestasi KPK yang perlu diperhitungkan. Masih muda, dekat dengan kaum millenial, berasal dari keluarga terpandang, lalu kenapa kemudian terjerumus dalam dunia korupsi?

RYB muncul ditengah-tengah masyarakat kabupaten Pakpak Bharat sebagai wakil Bupati pada tahun 2007. Sebelumnya, tampuk kepemimpinan dipegang oleh abangnya sendiri Muger Hery Berutu yang wafat dimasa jabatannya. Pada tahun 2010, RYB kemudian berhasil menduduki kursi nomor 1 Pakpak Bharat setelah berhasil mememangkan pertarungan pilkada. Tidak hanya 1 periode, dengan angka kemenangan yang cukup tinggi RYB kemudian memenangkan pilkada periode berikutnya.

Ada banyak prestasinya dalam membangun salah satu kabupaten termiskin di Indonesia tersebut, salah satunya di sektor pendidikan. Programnya yang paling terkenal hingga saat ini adalah memfasilitasi para generasi bangsa yang nantinya diharapkan bisa menjadi orang-orang sukses untuk membangun Pakpak Bharat dengan memberikan beasiswa penuh kepada siswa yang mausk perguruan tinggi negeri, dan beberapa perguruan tinggi swasta di Indonesia.

Terlepas dari kekurangan pembangunan infrastruktur disana-sini yang memang membutuhkan usaha lebih lagi mengingat tidak mudah untuk membangun sebuah daerah yang jauh tertinggal dari berbagai aspek. RYB tergolong cukup muda merambah dunia politik dan menuai keberhasilan menjadi seorang pemimpin. Bayangkan, dalam usia 49 tahun ia telah berhasil menjadi wakil Bupati dan Bupati selama 11 tahun. Beliau juga telah berhasil menyelesaikan pendidikannya di Universitas La Trobe Melbourne pada tahun 2000 dan memiliki gelar MBA. 

Dalam sebuah perbincangan disebuah stasiun TV swasta Robert Endi Jaweng, Direktur Eksekutif KPPOD mengungkapkan pendapatnya  bahwa sebenarnya profil RYB bertolak belakang dengan apa yang dilakukannya saat ini. Pertama, RYB bukanlah anak yang terlahir dari keluarga miskin sehingga tujuannya adalah mengeruk harta. Ayahnya merupakan orang berada, mantan Direktur Utama PTPN XXVI(sekarang PTPN XII, Jember, Jawa Timur). Diwarisi harta kekayaan yang berlimpah, RYB dan keluarganya sudah terbiasa hidup dalam kemewahan.

Kedua, RYB sendiri dikenal sebagai salah satu kepala daerah yang berani membuat gebrakan manajen untuk daerahnya. Penerapan manajemen e-budgeting,e-planning dan e-reporting merupakan sebuah gebrakan besar dimana di Indonesia sendiri belum banyak daerah yang mampu melaksanakannya. Sehingga secara kasat, bisa disimpulkan bahwa beliau adalah sosok yang memiliki tujuan besar untuk memajukan daerahnya. Lalu kemudian, kenapa harus korupsi?

Dibandingkan dengan kekayaannya atas properti hasil warisan orangtuanya dan hasil usahanya yang diakumulasikan saat ini lebih dari 50 miliar, sebenarnya jumlah uang yang dikorupsikannya sangat sedikit. Namun, kembali lagi bahwa setiap manusia memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda. Dan sedikit banyak uang yang diterimanya sebagai fee dari proyek PU, tetap saja dikategorikan sebagai tindakan korupsi dan kemudian mencoreng nama baiknya. 

Memiliki harta berlimpah ruah belum tentu bisa membuat manusia merasa cukup. Kepala daerah tentunya merupakan orang-orang yang paling "berpeluang" untuk melakukan tindakan korupsi. Dan bagaimanapun, sense of corruption pasti ada dalam diri setiap orangnya mengingat posisi kekuasaan yang dimilikinya. Yang menjadi tantangannya adalah bagaimana seorang kepala daerah untuk tidak mengikuti sense tersebut dan tahan uji terhadap peluang yang cukup besar tersebut. Faktanya, dalam beberapa kasus yang terjadi Kepala Daerah yang ditangkap malah merupakan orang yang sangat tajir.

Wajar jika kemudian masyarakat marah terhadap para kepala daerah yang terlibat korupsi. Ini membuktikan bahwa kepala daerah korupsi mengingkari amanah yang telah dipercayakan masyarakat sebagai tampuk kepemimpinan mereka. Hal ini diperkuat dengan bukan hanya RYB saja yang ditangkap, melainkan ratusan kepala daerah terhitung tahun hingga hari ini. 

Bagaimana mungkin masyarakat tidak geram? Alhasil, sebaik apapun latar belakang seorang koruptor image alias pandangan masyarakat terhadap koruptor tetaplah buruk. Semua kebaikan kemudian sirna dalam sekejap oleh setitik keburukan. Karena nilam setitik, rusak susu sebelanga. Coba coklat yang tumpah, bukan nilam mungkin susu rasa cokelat lebih nikmat. Hm, sluprtt.
Masyarakat Pakpak Bharat kini tengah berduka. Mereka bagaikan anak yang ditinggal mati ibu, ditinggal pergi oleh ayah. Lantas, bagaiman masyarakat seharusnya menanggapi hal tersebut?

Banyak masyrakat yang tetap menjadi barisan laskar pendukung RYB, yang dengan hati masih tetap memberi dukungan. Kecintaan mereka dibuktikan dengan penyalaan lilin di kawasan perkantoran Sindeka - Pakpak Bharat sembari mengirimkan doa agar pemimpin mereka tetap kuat. Beberapa hari berikutnya digelar kembali penyalaan lilin di tugu Pemekaran Kab. Pakpak Bharat.

sumber foto : Dokpri
sumber foto : Dokpri
Bagaimanapun juga, ada banyak keberhasilan-keberhasilan yang diraih beliau selama kepemimpinannya yang menorehkan penghargaan ditingkat nasional maupun kancah internasional. Pembangunan yang terus digiatkan,Pelayanan pemerintahan yang mulai brrbasis aplikasi, pelayanan fasilitas pendidikan, pertanian, dan penghargaan dibidang kebudayaan (yang terbaru,Pakpak Bharat meraih Penghargaan sebagai situs bersejarah terpopuler ke-2, yaitu Mejan) dan masih banyak lag keberhasilan yang dipublikasikan maupun tidak. Bukan itu saja, sosoknya yang masih muda dan energik membuatnya dekat dengan kaum millenial sehingga sering menjadi pembicara dalam berbagai pertemuan. Terakhir, beliau menjadi narasumber dalam acara Festival HAM di Indonesia.

sumber foto : Dokpri
sumber foto : Dokpri
Namun disisi lain, banyak pula komentar negative yang terkucur begitu banyak. Bukannya sibuk membangun daerahnya, kok malah korpusi? Beragam kesalahan kemudian diungkit dan keburukan-keburukannya dibombardir. Kubu mana yang paling tepat? Kubu yang tetap membela atau yang menghujat?

Namun yang perlu diingat, setiap kepala daerah laksana anak-anak yang memiliki orangtua yaitu hukum. Tidak ada tebang pilih ketika anak-anaknya melakukan kesalahan. Jika salah, harus dihukum. RYB harus bersekolah terlebih dahulu agar dan belajar lebih lagi untuk mengendalikan diri terhadap uang rakyat. Jika banyak masyarakat yang mencintainya, itu bagus. Jika banyak yang menghujatnya, itu wajar.

Nasi sudah menjadi bubur. Yang perlu dilakukan masyarakat adalah tetap melakukan yang terbaik, bekerja sesuai porsinya, dan berhenti menjadi penghujat yang tidak bisa apa-apa. Jika kita menghadapi realita bahwa banyak pemimpin kita yang tidak bisa apa-apa, mari kita menjadi masyarakat yang lebih bisa apa-apa. 

Boleh melontarkan kritik atau rasa keberatan terhadap pemerintah,tapi dengan cara yang akademis. Udah penganguran, malas berusaha, tidak punya prestasi, tapi menjadi laskar paling depan menghujat pemerintah. Pemerintah yang baik itu, menyediakan makanan, kebutuhan sehari-sehari, uang, pendidikan,pakaian, trus masyarakatnya duduk diam tanpa melakukan apa-apa?

Terlepas apa yang telah terjadi, mari mengambil hikmahnya. Kebijakan-kebijakan yang sudah baik, semoga bisa diteruskan oleh pemimpin saat ini. Keburukan yang terjadi, agar ditinggalkan dan menjadi efek jera untuk tidak dilakukan oleh pemimpin lainnya.

Yuk jadi masyarakat yang cerdas berpikir dan tetap melakukan yang terbaik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun