Mohon tunggu...
Desi Wahyu Susilowati
Desi Wahyu Susilowati Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Marilah tumbuh dan berproses bersama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Stop Body Shaming!

31 Agustus 2020   12:17 Diperbarui: 31 Agustus 2020   12:53 991
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Body shaming merupakan bentuk lain dari tindakan bullying, lebih tepatnya mempermalukan seseorang dengan cara menghina fisik korbannya. Misalnya:

"Kulitmu kok hitam sih?" "Hei Kring.. Cungkring."

"Itu lho Doni yang hidungnya pesek dan rambutnya keriting."

Body shaming dapat membentuk seseorang memiliki body image yang buruk. Menurut, Chaplin (2005), Body image (citra diri) yaitu penilaian seseorang tehadap tubuhnya ketika tampil di hadapan orang lain. Apabila seseorang memiliki body image yang buruk, maka dapat menyebabkan harga dirinya menjadi rendah sehingga ia rentan terhadap permasalahan psikologis. Dampak psikologis terburuk dari rendahnya harga diri seseorang yaitu minder, depresi, bahkan tindakan menyakiti diri sendiri atau bunuh diri.

Body shaming biasanya juga dikaitkan dengan fat shaming. Keduanya merupakan suatu bentuk mempermalukan atau menghina tubuh seseorang, namun fat shaming lebih spesifik menghina korbannya yang gemuk.

"Ini perut sama karung beras, kok sama bersarnya? "Kamu gendutan ya sekarang?"

"Kamu kalau kurus dikit cantik deh"

Body shaming (terutama fat shaming) dapat memicu munculnya gangguan makan (anorexia nervousa dan bulimia nervousa). Anorexia nervousa yaitu gangguan perilaku makan yang ditandai dengan ketakutan berlebih terhadap berat badan sehingga mereka cenderung membatasi asupan makan, sementara bulimia nervousa merupakan gangguan perilaku makan yang ditandai dengan makan berlebihan dan kemudian diikuti dengan purging (misalnya: memuntahkan atau menggunakan obat pencahar). Para korban body shaming (terutama fat shaming) cenderung takut untuk memiliki badan yang gemuk, walaupun mungkin sebenarnya mereka memiliki badan yang sudah ideal atau cenderung kurus.

Tindakan body shaming saat ini menjadi sorotan bagi banyak pihak, termasuk dari ranah hukum. Body shamers (sebutan untuk pelaku body shaming) saat ini perlu berfikir ulang terhadap tindakannya. Seseorang yang melakukan body shaming melalui media masa, maka pelaku terancam UU ITE Pasal 45 ayat 1 dan Pasal 27 ayat 3 dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara. Apabila body shaming dilakukan secara verbal (langsung ditujukan kepada korban), maka pelaku terancam Pasal 310 KUHP dengan ancaman hukuman 9 bulan.

Apabila seseorang pernah menjadi korban body shaming, maka ia juga dapat berpotensi menjadi body shamers kepada dirinya sendiri. Meskipun sudah tidak ada orang lain yang mengomentari penampilannya, namun tanpa sadar dirinya sendiri terkadang justru menjadi semakin kritis terhadap penampilan fisiknya. 

Dia seolah beranggapan bahwa lebih baik mengkritik penampilan sendiri terlebih dahulu daripada orang lain yang mengkritik. Selain itu, korban body shaming juga terkadang melakukan tindakan yang ekstrim untuk merubah penampilan fisiknya. 

Riset dari Chemical Youth (2016) menemukan bahwa anak perempuan di berbagai daerah Indonesia cenderung memaksakan diri untuk membeli kosmetik yang murah dan bajakan, walaupun kosmetik tersebut berbahaya. Mereka ingin memiliki kulit putih seperti sosok yang mereka dambakan. Pada kenyataannya mereka justru tidak mendapatkan kulit yang putih, melainkan kulit mereka justru iritasi, alergi, dan rentan penyakit.

Body shaming sebenarnya dapat dihentikan ataupun dicegah, salah satunya dengan self love. Ketika seseorang mampu mencintai dan menghargai dirinya sendiri, maka dia akan cenderung menerima dirinya sendiri apadanya. Apabila dia mampu menerima dirinya sendiri, maka dia juga cenderung menerima orang lain apa adanya.

Satu hal yang lebih penting ada di dalam diri setiap individu yaitu inner beauty atau inner handsome. Inner beauty pada wanita seperti layaknya lipstik dan bedak untuk mempercantik wajah, begitu juga inner handsome seperti layaknya pomed untuk memperindah penampilan rambut. Setiap individu sejatinya cantik atau tampan sesuai dengan proporsi dan keunikannya sendiri-sendiri. Pada dasarnya tidak ada takaran yang pasti dan akurat untuk mengatakan seseorang cantik atau tampan, namun dirinya sendiri yang sebenarnya menciptakan takaran tersebut.

Ditulis oleh: Desi Wahyu S., S.Psi., M.Psi., Psikolog

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun