Mohon tunggu...
Desita Putri Ramadani
Desita Putri Ramadani Mohon Tunggu... Penulis - Universitas Mulawarman

S1 Pendidikan Ekonomi - Universitas Mulawarman

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Didikan Orang Tua = Bentukan Diri Kita?

1 Juli 2024   08:07 Diperbarui: 1 Juli 2024   08:18 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak sekali isu-isu beredar mengenai parenting yang penulis temui dari berbagai sosial media bahkan menyaksikannya secara langsung. Tentunya hal ini memiliki pengaruh yang besar dalam perkembangan anak-anak karena itu akan mengarahkan mereka mulai dari tindakan pengambilan keputusan, menurunnya kepercayaan diri serta motivasi, dan level stres yang meningkat. 

Penggunaan sosial media pun berkontribusi dalam menumbuhkan pola pikir orang tua muda masa kini. Mulai dari viralnya kisah orang tua, anak, mertua, menantu, atau dari keluarga sendiri yang kerapkali membeberkan kisah kelam dalam kehidupan keluarganya yang kemudian diunggah melalui sosial media. Maka dari itu, kita perlu meninjau kesiapan diri dari segi mental maupun finansial.

Pola asuh yang dilakukan orang tua pun bermacam-macam diantaranya otoritatif, otoriter, permisif, dan neglectful. Pertama, pola asuh otoritatif adalah pola asuh yang ternilai positif karena mengedepankan komunikasi antara orang tua dan anak. Mereka saling berdiskusi sehingga mencapai kesepakatan bersama. 

Bisa dibilang ini adalah pola asuh yang positif. Kedua, pola asuh otoriter merupakan pola asuh yang menyoroti orang tua sebagai fokusan utama. Artinya mereka lebih mendominasi namun berlebihan yang ditunjukkan dengan banyaknya larangan dan hukuman secara intens. Pola asuh ketiga yaitu permisif, merupakan pola asuh yang cenderung memberikan kenyamanan pada anak.

Orang tua memberikan kebebasan pada anak untuk bertindak. Terakhir, pola asuh neglectful ditunjukkan dengan orang tua yang cuek dengan kebutuhan anak dan tidak memberikan perhatian, apalagi kasih sayang. 

Kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya terhadap pola asuh seperti ini karena bagaimanapun juga, orang tua kita hanya bertindak dengan acuan masa lalu. Bahkan kita pun tidak bisa mengetahui secara rinci seperti apa kejadian pahit yang telah dilalui orang tua kita sehingga asumsi pribadi jelas tidak akan membuat hal ini menjadi valid.

Namun yang perlu disadari bahwa anak-anak pada dasarnya butuh rasa dicintai dan diterima, dimana komponen tersebut hanya bisa ditemukan dari orang yang paling dekat dengannya yaitu keluarga. 

Umumnya, orang tua menjadi sosok pertama yang hadir dalam kehidupan anak tersebut. Akan tetapi kita tidak bisa menutup kemungkinan bahwa wali atau perwakilan keluargalah yang justru mengasuhnya. Jelas, hal ini memberikan pengaruh juga terhadap perkembangan anak-anak.

Pada dasarnya keluarga merupakan gabungan antara beberapa individu dalam sirkel yang terkecil sebelum bertemu dengan masyarakat luas. Diawali dengan bapak dan ibu kemudian mempunya anak-anak. Semakin bertambahnya usia anak maka banyak pula yang berubah mulai dari cara berkomunikasinya, pendekatannya, pola pikirnya, bahkan sampai ke pola pikirnya. 

Seiring berkembangnya waktu, pola asuh yang digunakan orang tua sejak kecil akan terbawa ketika anak-anak sudah beranjak dewasa. Tidak menutup kemungkinan anak-anak yang sudah tumbuh dewasa ini pun akan menjiplak tindakan orang tua ketika sudah memiliki anak. Kalau ini dilakukan secara terus menerus, maka lingkaran setan pun tidak akan ada habisnya.

Sosok orang tua atau pengasuh bagi anak-anak sadar tidak sadar memberikan dampak terhadap perilaku anak-anak. Hal ini terjadi demikian karena anak-anak melihat orang tua atau pengasuh sebagai panutan. Penting bagi orang tua berhati-hati bersikap didepan anak-anak.

Apalagi anak-anak dengan usianya yang masih belia pasti muncul pertanyaan kritis terhadap segala hal termasuk sikap orang tua/pengasuh. Sekarang sudah memasuki era digitalisasi, dimana orang-orang sangat bergantung dengan digital. Bahkan pekerjaan yang rumit pun bisa menjadi mudah karena digitalisasi tersebut. 

Kemudian orang tua juga memiliki kesibukan dengan pekerjaannya dan tak jarang menggunakan gadget, laptop, dan sebagainya untuk menunjang pekerjaannya. Sehingga anak-anak terkadang merasa terabaikan dari kasih sayang orang tuanya. Naasnya, orang tua yang tidak mau repot langsung memberikan/membelikan gadget dengan harapan anak-anak langsung terdiam dan tidak merengek lagi. 

Generasi Peneliti
Generasi Peneliti

Memang benar, kalau didikan orang tua itu memberikan sumbangsih dalam perkembangan karakter anak. Namun tidak dapat dipungkiri ada beberapa faktor lain diantaranya lingkungan sosial, budaya, dan globalisasi tentunya. 

Dapat kita perhatikan anak-anak yang cenderung FOMO (Fear of Missing Out) terhadap sesuatu yang viral tanpa melakukan filter mengenai salah atau tidaknya postingan tersebut. Kembali lagi, ini adalah peran orang tua dalam melakukan kegiatan pola asuh yaitu meninjau ulang tontonan yang menjadi konsumsi anak-anak.

Lingkungan sosial juga mempengaruhi perkembangan sosial anak-anak. Sering kali kita temukan anak-anak yang dirumah terlihat diam dan kalem, namun ketika berkumpul bersama teman dekat muncul sifatnya yang ceria dan selalu bercerita. Ini terlihat sepele namun bisa menjadi PR bagi orang tua karena membuat anak-anak menyembunyikan perasaannya. 

Lalu mereka mencari pelarian di lingkungan sosial yang bisa dipercaya. Jika lingkungan sosial itu positif tidak apa-apa. Namun bagaimana kalau lingkungan sosialnya negatif? 

Kemungkinan anak-anak memberikan segalanya untuk ‘temannya’ dan bisa-bisa berada pada tahap merugikan anak-anak serta keluarganya. Penting bagi orang tua untuk tidak terlalu kaku dalam melakukan pendekatan terhadap anak, misalnya mau mendengarkan curhatan, quality time bersama, dan sebagainya.

Hal ini menjadi pemikiran reflektif bagi penulis untuk menyadari bahwa penting untuk melakukan kesiapan diri dari segi mental dan finansial agar bisa memberikan pola asuh yang terbaik versi diri sendiri serta menumbuhkan kedekatan terhadap keluarga. 

Bisa dimulai dari melakukan pengawasan dan pengarahan yang baik terhadap anak-anak dalam kehidupan lingkungan sosial, meninjau apa yang dikonsumsi anak-anak, dan memberikan semacam pengingat kepada anak jika dirasa tindakan anak ini mengarah agak negatif.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun