Anda yang sudah atau sedang mengenyam bangku sekolah pasti tidak asing dengan kegiatan MOS (Masa Orientasi Siswa). Kegiatan ini membantu siswa baru untuk mengenal dan tau tentang apa, siapa, dan bagaimana sekolahnya, dari visi misi, keadaan ataupun kegiatan yang sering kali di laksanakan dan juga pengenalan sesama teman yang baru. Sayangnya seringkali kegiatan MOS yang bertujuan untuk saling mengenal disimpangkan dengan kegiatan “perpeloncoan”, Apasih perpeloncoan itu? Perpeloncoan adalah praktik ritual dan aktivitas lain yang melibatkan pelecehan, penyiksaan, atau penghinaan saat proses penyambutan seseorang ke dalam suatu kelompok (Wikipedia : id.wikipedia.org/wiki/Perpeloncoan)
[caption caption="Pembunuhan Karakter dalam Perpeloncoan"][/caption]
Entah dari mana asal muasalnya, yang jelas saat ini MOS berbau perpeloncoan sudah menjadi warisan primitive yang masih saja bertahan di seluruh wilayah Indonesia. Padahal jelas banyak yang menyayangkan dan melarang kegiatan buruk ini. Tidak sedikit korban yang menderita luka batin maupun luka fisik hingga memakan korban jiwa.
“Pembinaan Mental” tujuan yang seringkali disandang berbagai lembaga atau kelompok saat ditanya kenapa ada perpeloncoan. Mereka melupakan bahwa sejatinya mental tidak begitu saja bisa dibentuk dalam sekali atau duakali hentakan atau pukulan, dan tidak bisa dibentuk dalam sekali dua kali waktu. Butuh proses didalamnya yang akan membentuk dan mendewasakan seseorang hingga matang mentalnya. Hal ini tentu akan terjadi dalam kurun waktu yang continue atau berkelanjutan dan terbina dalam prosesnya.
Sering kali mahasiswa baru yang mengalami perpeloncoan mengalami luka batin yang mendalam akibatnya adalah psikologis mereka tergangu. Banyak Anak muda yang dibunuh karakternya karena perpeloncoan, otak tidak sadar manusia sangat sensitive dan mudah merasakan ketidaknyamanan. Berbeda dengan rasa aman, bahagia, suka, atau nyaman. Alam dibawah sadar mereka tanpa sengaja menyimpan sebuah gundukan ketidak nyamanan seperti marah, kesal bahkan hasrat untuk membalas dendam. Hal ini tentu tidak disadari secara langsung, namun akan nampak saat yang bersangkutan berada dalam waktu dan situasi seperti yang pernah dia alami.
Alhasil khasus perpeloncoan dalam MOS ini tidak akan pernah ada habisnya. Akan terulang dari masa ke masa. Hal ini dikarenakan otak dibawah sadar yang bersangkutan mengirimkan informasi buruk seperti “sewaktu saya MOS pembinaan mental sangat keras, maka junior juga harus merasakan apa yang saya rasakan dulu, bahkan jika perlu lebih keras”. Masa MOS yang seharusnya diwarnai dengan pengenalan harus rusak dengan ketidak senonohan perpeloncohan. Miris memang, namun perubahan tidak hanya bisa di pertanyakan “kenapa ada?” ataupun sekedar dicegah. Harus ada turun tangan langsung dari pihak berwenang bukan hanya sekedar omong kosong belaka.
Bukan terlalu dini untuk memperbaiki dan menyelamatkan karakter anak muda pembangun bangsa. Terutama untuk kemajuan Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H