Mohon tunggu...
Desi Sommaliagustina
Desi Sommaliagustina Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Ilmu Hukum Universitas Dharma Andalas, Padang

Sebelum memperbaiki orang lain lebih baik memperbaiki diri kita dahulu |ORCID:0000-0002-2929-9320|ResearcherID: GQA-6551-2022|Garuda ID:869947|

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Polemik Pemberhentian Ketua RT oleh Kepala Desa: Antara Kewenangan dan Kepercayaan Masyarakat

26 Mei 2024   00:35 Diperbarui: 28 Mei 2024   11:50 7786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru-baru ini, isu pemberhentian Ketua Rukun Tetangga (RT) oleh Kepala Desa kembali mencuat ke permukaan. Hal ini memicu perdebatan publik, dengan berbagai argumen yang dikemukakan oleh berbagai pihak. Sebagai sebuah model bahasa yang besar, saya tidak memiliki kapasitas untuk mengambil sikap politik ataupun memihak salah satu pihak.  Seperti yang terjadi baru-baru ini di Desa Tanah Merah, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau.

Hemat saya, pemberhentian RT/RW tidak sama dengan pemberhentian aparat desa. Hal itu yang harus kita garis bawahi. Kepala Desa memang memiliki kewenangan tapi tidak bisa bertindak sewenang-wenang dalam pemberhentian RT. Kenapa demikian? Ketua RT atau RT itu bukan termaktub aparat desa tapi Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) dan RT itu sendiri sebagai mitra dari pemerintahan desa. Secara umum pengaturan tugas, fungsi kewajiban RT dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa (Permendagri 18/2018).

Kepala Desa memang memiliki wewenang tapi tidak bisa sewenang-wenang

Namun, saya dapat membantu menganalisis berbagai argumen yang ada dan menyajikan informasi yang relevan untuk membantu masyarakat dalam memahami isu ini secara lebih komprehensif.

Argumen yang Mendukung Pemberhentian RT oleh Kepala Desa:

  • Efisiensi dan Efektivitas: Di beberapa daerah, terdapat jumlah RT yang berlebihan, sehingga dianggap tidak efisien dan membebani anggaran desa. Selain itu, kinerja RT di beberapa tempat dinilai kurang maksimal, sehingga perlu dilakukan evaluasi dan perampingan untuk meningkatkan efektivitas.
  • Modernisasi Tata Kelola Desa: Dengan kemajuan teknologi, beberapa tugas RT dapat diotomatisasi atau dialihkan ke platform digital, sehingga dianggap tidak lagi diperlukan. Hal ini diharapkan dapat memodernisasi tata kelola desa dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
  • Akuntabilitas dan Pengawasan: Pemberian kewenangan kepada Kepala Desa untuk memberhentikan RT diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas dan pengawasan terhadap kinerja mereka. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa RT menjalankan tugasnya dengan baik dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Argumen yang Menentang Pemberhentian RT oleh Kepala Desa:

  • Peran Penting RT dalam Masyarakat: RT memiliki peran penting dalam menjaga keamanan, ketertiban, dan kelancaran administrasi di tingkat desa. Mereka memiliki pengetahuan dan kedekatan dengan masyarakat setempat yang tidak mudah tergantikan, sehingga penting dalam membangun hubungan dan menyelesaikan masalah di tingkat lokal.
  • Potensi Penyalahgunaan Kewenangan: Pemberian kewenangan kepada Kepala Desa untuk memberhentikan RT dikhawatirkan dapat disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau politik. Hal ini dapat berakibat pada pemecatan RT yang tidak sesuai dengan prosedur dan berpotensi menimbulkan konflik di tingkat desa.
  • Lemahnya Sistem Evaluasi dan Pembinaan: Kekurangan sistem evaluasi dan pembinaan yang efektif terhadap kinerja RT dikhawatirkan menjadi alasan utama di balik kinerja yang kurang maksimal di beberapa tempat. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembenahan sistem evaluasi dan pembinaan terlebih dahulu sebelum mengambil langkah pemberhentian.

Alih-alih langsung melakukan pemberhentian, diperlukan langkah-langkah yang lebih komprehensif dan terukur untuk meningkatkan tata kelola desa secara keseluruhan. Berikut beberapa alternatif yang dapat dipertimbangkan:

  • Evaluasi dan Pemetaan: Lakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja RT di berbagai daerah. Petakan wilayah yang memiliki struktur RT yang tidak efisien atau kinerjanya kurang maksimal.
  • Peningkatan Kapasitas: Berikan pelatihan dan pendampingan kepada RT untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif.
  • Memanfaatkan Teknologi: Manfaatkan teknologi untuk mendukung tugas RT  seperti pendataan penduduk, sosialisasi program desa, dan pelaporan kegiatan.
  • Revisi Regulasi: Lakukan revisi regulasi terkait struktur dan tugas RT, dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kondisi yang beragam.
  • Pemberdayaan Masyarakat: Libatkan masyarakat secara aktif dalam proses pengambilan keputusan terkait tata kelola desa, termasuk dalam menentukan struktur dan peran RT.

Pemberhentian RT oleh Kepala Desa merupakan isu yang kompleks dengan berbagai pertimbangan yang perlu dikaji secara mendalam. Keputusan terkait hal ini harus diambil dengan mempertimbangkan berbagai aspek secara matang dan berhati-hati. Penting untuk dicari solusi yang dapat meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas RT tanpa mengabaikan peran penting mereka dalam melayani masyarakat dan menjaga kelancaran administrasi di tingkat desa.

Penting untuk diingat bahwa desa merupakan unit pemerintahan terkecil yang memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu, perlu diupayakan solusi yang dapat meningkatkan tata kelola desa secara keseluruhan dengan tetap memperhatikan peran dan fungsi RT dalam masyarakat.

Di sisi lain, RT  memiliki peran penting dalam menjaga keamanan, ketertiban, dan kelancaran administrasi di tingkat desa. Mereka dipilih secara langsung oleh masyarakat dan memiliki hubungan yang erat dengan warga di lingkungannya. Hal ini menjadikan mereka sebagai figur yang dipercaya dan dihormati oleh masyarakat.

Ilustrasi Pejabat Anti Kritik (Sumber: istimewa)
Ilustrasi Pejabat Anti Kritik (Sumber: istimewa)

Menurut  Andre Vetronius, selaku Ketua Umum LKpIndonesia pemberhentian RT oleh Kepala Desa dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik di tingkat desa. Hal ini dapat terjadi karena beberapa alasan, seperti:

  • Kurangnya Transparansi: Proses pemberhentian yang tidak transparan dan akuntabel dapat menimbulkan kecurigaan dan kekecewaan di masyarakat yang terindikasi maladministrasi nantinya.
  • Ketidakadilan: Dikhawatirkan Kepala Desa akan menggunakan kewenangannya untuk memberhentikan RT yang tidak sejalan dengannya secara politis, atau karena alasan pribadi.
  • Kehilangan Kepercayaan: Pemberhentian yang tidak beralasan kuat dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap perangkat desa dan pemerintah desa secara keseluruhan.

Oleh karena itu penting untuk dicari solusi yang dapat menyeimbangkan kewenangan Kepala Desa dengan kepercayaan masyarakat terhadap RT  Berikut beberapa alternatif yang dapat dipertimbangkan:

  • Memperjelas Mekanisme: Mekanisme pemberhentian RT harus diperjelas dan diperkuat dalam regulasi, dengan memperhatikan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keadilan;
  • Membatasi Kewenangan: Kewenangan Kepala Desa untuk memberhentikan RT dapat dibatasi dengan mempertimbangkan alasan yang sah dan melibatkan pihak lain, seperti: BPD dan tokoh masyarakat; BPD selaku yang berwenang mengawasi kinerja Kepala Desa dan atau Pemerintah Desa harus benar-benar mengawasi. Jangan mendengar sepihak, harus ada penyelidikan serta regulasi aturan yang jelas. Bukan hanya sebatas diatas kerta saja;
  • Meningkatkan Komunikasi: Penting untuk meningkatkan komunikasi antara Kepala Desa, RT, dan masyarakat untuk membangun rasa saling percaya dan menghindari kesalahpahaman.

"Pemberhentian RT tanpa memiliki dasar hukum yang jelas akan menimbulkan konflik di tingkat desa nantinya, karena itu dibutuhkan regulasi yang jelas tanpa adanya maladministrasi dan unsur politis" tegasnya

Pemberhentian RT oleh Kepala Desa harus dilakukan dengan hati-hati dan mempertimbangkan berbagai aspek. Penting untuk dicari solusi yang dapat menyeimbangkan kewenangan Kepala Desa dengan kepercayaan masyarakat terhadap RT. Solusi tersebut harus didasarkan pada regulasi yang jelas, akuntabel, dan adil, serta dengan melibatkan semua pihak terkait.

Dengan demikian, diharapkan dapat tercipta tata kelola desa yang baik dan efektif, serta terhindar dari konflik dan perpecahan di masyarakat. Tentunya Kepala Desa, BPD, Aparat Desa serta LKD  harus paham dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. UU ini tidak bisa dipahami setengah hati, tapi memang harus benar-benar dipahami.  Dengan dipahami UU ini dengan baik, diharapkan dapat tercipta tata kelola desa yang baik dan efektif, serta terhindar dari konflik dan perpecahan di masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun