Mohon tunggu...
Desi Sommaliagustina
Desi Sommaliagustina Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Ilmu Hukum Universitas Dharma Andalas, Padang

Sebelum memperbaiki orang lain lebih baik memperbaiki diri kita dahulu |ORCID:0000-0002-2929-9320|ResearcherID: GQA-6551-2022|Garuda ID:869947|

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Rempang: Dilema Pembangunan dan Hak Asasi Manusia

15 September 2023   14:15 Diperbarui: 15 September 2023   14:53 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus Rempang merupakan konflik yang terjadi antara masyarakat adat di Pulau Rempang dan Pulau Galang, Kepulauan Riau, dengan pemerintah yang berencana membangun proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City. Proyek ini akan dibangun di atas lahan seluas 1.100 hektar yang sebagian besar merupakan lahan milik masyarakat adat.


PSN Rempang Eco City adalah proyek pembangunan kota mandiri yang akan meliputi Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru. Proyek ini ditargetkan akan selesai pada tahun 2025 dan akan menjadi kawasan industri, pariwisata, dan pemukiman.


Penolakan masyarakat adat terhadap pembangunan proyek ini didasarkan pada beberapa alasan, antara lain:

  • Khawatir kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian. Masyarakat adat di Pulau Rempang telah tinggal dan hidup di pulau tersebut secara turun-temurun. Mereka khawatir akan kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian mereka jika harus direlokasi.
  • Kekhawatiran terhadap dampak lingkungan. Proyek Rempang Eco City dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, seperti kerusakan ekosistem dan pencemaran air.

Proses sosialisasi yang tidak transparan. Masyarakat adat merasa bahwa proses sosialisasi terkait proyek ini tidak transparan dan tidak melibatkan mereka secara langsung.

Konflik ini telah menimbulkan ketegangan antara masyarakat adat dan pemerintah. Pada tanggal 7 September 2023, terjadi bentrokan antara masyarakat adat dan aparat keamanan yang menyebabkan beberapa orang terluka.

Namun, rencana pembangunan ini ditentang oleh masyarakat setempat. Warga yang mendiami Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru, yang berjumlah sekitar 7.000 sampai 10.000 jiwa, menolak untuk direlokasi.

Warga menolak relokasi karena alasan berikut:

  • Mereka merasa bahwa tanah mereka adalah warisan leluhur yang tidak boleh digusur.
  • Mereka khawatir tidak akan mendapatkan ganti rugi yang adil.
  • Mereka khawatir akan kehilangan mata pencaharian mereka.

Pada tanggal 7 September 2023, terjadi bentrok antara aparat dengan warga di Pulau Rempang. Bentrok ini menyebabkan puluhan warga ditangkap dan sejumlah fasilitas umum rusak.

Kasus Rempang ini menjadi dilema antara pembangunan dan hak asasi manusia. Di satu sisi, pembangunan PSN Rempang Eco City dapat memberikan manfaat bagi perekonomian nasional. Namun, di sisi lain, pembangunan ini juga dapat mengancam hak-hak masyarakat setempat, termasuk hak atas tanah, hak atas tempat tinggal, dan hak atas mata pencaharian.

Pemerintah perlu mencari solusi yang dapat mengakomodasi kepentingan pembangunan dan hak asasi manusia. Solusi tersebut harus memperhatikan hal-hal berikut:

  • Hak atas tanah masyarakat setempat harus dilindungi.
  • Ganti rugi yang diberikan kepada masyarakat harus adil dan layak.
  • Masyarakat harus dilibatkan dalam proses pembangunan.

Pemerintah juga perlu melakukan evaluasi terhadap proses perencanaan dan pelaksanaan PSN Rempang Eco City. Evaluasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa pembangunan proyek ini dilakukan secara transparan dan akuntabel, serta tidak melanggar hak asasi manusia.

Kasus Rempang merupakan contoh konflik antara pembangunan dan hak asasi manusia. Pembangunan proyek strategis nasional memang merupakan hal yang penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Namun, pembangunan tersebut juga harus memperhatikan hak asasi manusia, termasuk hak masyarakat adat.

Dalam kasus Rempang, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah untuk mengatasi konflik ini, antara lain:

  • Melakukan dialog dan negosiasi yang serius dengan masyarakat adat. Pemerintah perlu mendengarkan aspirasi masyarakat adat dan mencari solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
  • Melakukan sosialisasi yang transparan dan melibatkan masyarakat adat secara langsung. Pemerintah perlu menjelaskan secara rinci rencana pembangunan proyek kepada masyarakat adat, termasuk dampak yang mungkin ditimbulkannya.
  • Memberikan kompensasi dan relokasi yang layak bagi masyarakat adat yang terkena dampak. Pemerintah perlu memastikan bahwa masyarakat adat yang direlokasi dapat hidup dengan layak di tempat barunya.

Pemerintah juga perlu memperbaiki tata kelola pembangunan proyek strategis nasional. Pemerintah perlu memastikan bahwa pembangunan proyek tersebut dilakukan secara transparan, akuntabel, dan berkelanjutan

Berikut adalah beberapa rekomendasi untuk mengatasi konflik Rempang:

  • Pemerintah perlu membentuk tim khusus untuk menyelesaikan konflik ini. Tim ini harus terdiri dari perwakilan pemerintah, masyarakat adat, dan pakar dari berbagai bidang.
  • Tim khusus ini perlu melakukan kajian menyeluruh terkait proyek Rempang, termasuk dampak sosial, ekonomi, dan lingkungannya. Kajian ini akan menjadi dasar untuk menentukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan konflik ini.
  • Pemerintah perlu mengevaluasi kembali rencana pembangunan proyek Rempang. Jika rencana pembangunan proyek ini akan tetap dilanjutkan, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah untuk mengurangi dampak negatifnya terhadap masyarakat adat dan lingkungan.

Solusi yang tepat untuk menyelesaikan konflik Rempang membutuhkan kerja sama dan komitmen dari semua pihak yang terlibat. Pemerintah, masyarakat adat, dan pakar dari berbagai bidang perlu duduk bersama dan mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak.

Kasus Rempang menunjukkan bahwa hukum adat masih memiliki peran penting dalam penyelesaian konflik lahan di Indonesia. Hukum adat dapat menjadi dasar bagi masyarakat adat untuk memperjuangkan hak-hak mereka, menjadi jalan keluar bagi penyelesaian konflik lahan secara damai, dan menjadi dasar bagi penguatan masyarakat adat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun