Kekerasan seksual adalah isu yang kompleks dan telah menjadi masalah yang serius di berbagai negara, termasuk Indonesia. Menurut Catatan Tahunan Komnas Perempuan (2022), kekerasan seksual merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan yang paling dominan di Indonesia, dengan persentase sebesar 38,21%.
Di lingkungan perguruan tinggi, kekerasan seksual juga menjadi masalah yang serius. Berdasarkan data Komnas Perempuan, pada tahun 2021, terdapat 35 kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi. Jumlah ini merupakan 27% dari total kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan.
Bentuk-bentuk kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi beragam, mulai dari pelecehan seksual verbal, pelecehan seksual non-fisik, hingga pemerkosaan. Pelaku kekerasan seksual di perguruan tinggi juga beragam, mulai dari mahasiswa, dosen, hingga tenaga kependidikan.
Kekerasan seksual di perguruan tinggi dapat memiliki dampak yang sangat besar bagi korban, baik secara fisik, psikologis, maupun sosial. Korban kekerasan seksual di perguruan tinggi dapat mengalami berbagai masalah, seperti trauma, depresi, hingga gangguan kesehatan mental lainnya. Korban juga dapat mengalami penurunan prestasi akademik, kesulitan dalam menjalin hubungan, hingga putus kuliah.
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kekerasan seksual di perguruan tinggi, antara lain:
- Ketimpangan relasi kuasa. Kekerasan seksual seringkali terjadi karena adanya ketimpangan relasi kuasa antara pelaku dan korban. Misalnya, pelaku adalah dosen atau tenaga kependidikan yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada korban.
- Pola pikir patriarki. Pola pikir patriarki yang masih kental di masyarakat dapat membuat korban kekerasan seksual merasa malu dan bersalah, sehingga mereka enggan untuk melaporkan kasusnya.
- Langkanya edukasi tentang kekerasan seksual. Edukasi tentang kekerasan seksual sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya kekerasan seksual. Edukasi ini perlu diberikan sejak dini, termasuk di lingkungan perguruan tinggi.
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual di perguruan tinggi, antara lain:
Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Peraturan ini mengamanatkan perguruan tinggi untuk membentuk satuan kerja penanganan kekerasan seksual (SKPKS) dan memberikan layanan pendampingan kepada korban kekerasan seksual.
Peluncuran Kampanye Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi pada tahun 2022. Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya kekerasan seksual dan mendorong perguruan tinggi untuk  Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021.
Meskipun pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan, namun kekerasan seksual di perguruan tinggi masih menjadi masalah yang serius. Masih banyak kasus kekerasan seksual yang tidak dilaporkan, dan banyak korban yang masih enggan untuk mengakses layanan pendampingan.
Oleh karena itu, diperlukan upaya yang lebih serius dari berbagai pihak untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual di perguruan tinggi. Upaya ini perlu melibatkan pemerintah, perguruan tinggi, masyarakat, dan keluarga.