Analisis Novel "Laut Pasang 1994"
Karya : Lilpudu
Hallooo sobat Kompasiana, bertemu lagi dengan saya yaitu Desi Setianingsih. Kali ini saya akan menulis tentang analisis novel "Laut Pasang 1994" karya dari Lilpudu. Analisis yang akan saya bahas meliputi Sastra dengan Biografi, Psikologi, Masyarakat, Pemikiran serta yang terakhir yaitu Sastra dengan Seni. Pertama mari kita bahas Sastra dan Biografi. Â Lilpudu atau yang bernama asli "Airinda Nanda Suryadi" bisa juga disebut Kak Lil, Teh Rin, atau Airin. Merupakan perempuan kelahiran 22 Januari 2003. Selain hobi menulis cerita fiksi, Airin juga mempunyai hobi melukis dan menggambar. Di sela-sela waktu senggangnya, Airin lebih sering menghabiskan waktu untuk menulis cerita, mendengar lagu, menonton film/drama dan melukis. Â Airin mulai menulis cerita fiksi di platform Wattpad sejak tahun 2018, dan sejak tahun 2020 sampai saat ini Airin lebih tertarik menulis cerita sedih serta menyayat hati.
Lilpudu terinspirasi oleh pengalaman pribadinya saat tinggal di Banyuwangi, Jawa Timur, pada tahun 1994. Pada tahun itu, terjadi tsunami yang menelan banyak korban jiwa. Pengalaman ini mendorong Lilpudu untuk menulis novel "Laut Pasang 1994" sebagai bentuk refleksi dan pengungkapan rasa duka. Lilpudu telah menerbitkan beberapa novel lain selain "Laut Pasang 1994", seperti "Hujan Bulan Juni" dan "Tentang Kita". Novel-novelnya dikenal dengan gaya penulisannya yang khas dan mengangkat tema-tema yang dekat dengan kehidupan masyarakat. Novel ini mengangkat tema-tema universal seperti kehidupan, kematian, kehilangan, cinta, dan harapan. Tema-tema ini dibahas dengan cara yang menyentuh hati dan memicu refleksi bagi pembaca.
Analisis selanjutnya yaitu tentang Sastra dengan Psikologi. Tokoh-tokoh dalam novel ini digambarkan dengan kompleks dan realistis. Mereka memiliki watak, motivasi, dan latar belakang yang berbeda-beda. Hal ini membuat pembaca mudah untuk berempati dengan mereka dan memahami bagaimana mereka menghadapi tragedi tersebut. Adapun beberapa psikologi yang bisa kita ketahui yang pertama yaitu trauma. Novel ini menggambarkan bagaimana para korban tsunami mengalami trauma psikologis. Trauma ini dapat dilihat dari berbagai macam perilaku dan pemikiran mereka, seperti rasa cemas, depresi, dan mimpi buruk.
Kedua yaitu tentang ketahanan yang dimana novel ini juga menunjukkan bagaimana para korban tsunami berusaha untuk bangkit dari trauma dan melanjutkan hidup mereka. Hal ini terlihat dari tekad mereka untuk membangun kembali kehidupan mereka dan membantu orang lain. Psikologi ketiga yaitu tentang hubungan pribadi yang dimana novel ini mengeksplorasi bagaimana tragedi tsunami berdampak pada hubungan antar pribadi. hubungan keluarga, persahabatan, dan cinta diuji dalam situasi yang sulit ini.
Analisis ketiga yaitu tentang Sastra dengan Masyarakat. Novel ini menjadi wadah bagi Lilpudu untuk mengekspresikan emosi dan pengalaman masyarakat yang terkena dampak tsunami. Hal ini membantu pembaca untuk memahami bagaimana masyarakat bergumul dengan rasa kehilangan, trauma, dan harapan di tengah situasi yang sulit. Novel ini juga dapat dilihat sebagai kritik sosial terhadap sistem dan kebijakan yang dianggap tidak mampu melindungi masyarakat dari bencana alam. Lilpudu mengangkat isu-isu seperti kurangnya edukasi tentang bencana dan lambatnya respons pemerintah dalam penanganan pasca bencana.
Dari novel ini juga membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya bencana alam dan pentingnya kesiapsiagaan. Dengan membaca kisah nyata tentang tragedi tsunami, masyarakat diharapkan dapat belajar dari pengalaman tersebut dan mengambil langkah-langkah untuk melindungi diri mereka sendiri di masa depan. Serta mengajak pembaca untuk merefleksikan hubungan manusia dengan alam dan tanggung jawab mereka dalam menjaga lingkungan. Tragedi tsunami menjadi pengingat bahwa manusia tidak berdaya di hadapan kekuatan alam dan pentingnya untuk hidup selaras dengan alam.
Analisis berikutnya yaitu tentang Sastra dengan Pemikiran. Lilpudu menggunakan banyak simbol dalam novel ini, seperti laut, tsunami, dan perahu. Simbol-simbol ini memiliki makna yang multidimensi dan dapat diinterpretasikan dengan berbagai cara oleh pembaca. Hal ini membuka ruang bagi pembaca untuk mengeksplorasi ide-ide dan pemikiran mereka sendiri. Novel ini mengajak pembaca untuk merenungkan berbagai pertanyaan filosofis tentang kehidupan, seperti apa arti hidup, bagaimana kita menghadapi kematian, dan apa peran manusia di alam semesta. Pertanyaan-pertanyaan ini tidak memiliki jawaban yang mudah, tetapi novel ini mendorong pembaca untuk memikirkannya sendiri dan mencari jawaban mereka sendiri. Novel ini juga dapat meningkatkan kesadaran sosial pembaca tentang berbagai isu penting, seperti dampak bencana alam, pentingnya persatuan dan kerjasama, kekuatan cinta dan harapan serta bangkit dari keterpurukan dan membangun kembali kehidupan mereka, pembaca dapat termotivasi untuk melakukan hal yang sama dalam hidup mereka sendiri.
Dan yang terakhir yaitu analisis tentang Sastra dengan Kesenian. Lilpudu menggunakan bahasa yang indah dan puitis dalam novel ini untuk menggambarkan suasana, emosi, dan pengalaman para tokoh. Novel ini membangkitkan imajinasi pembaca dengan deskripsi tentang suasana dan peristiwa yang terjadi dalam cerita. Hal ini membuat pembaca seolah-olah berada di dalam cerita dan merasakan sendiri apa yang dialami oleh para tokoh. Serta novel ini memiliki nilai estetika yang tinggi, baik dari segi bahasa, struktur cerita, maupun penggambaran karakter. Hal ini menjadikan novel ini sebagai karya seni yang patut diapresiasi.
Cukup sekian analisis yang telah saya tuliskan pada artikel kali ini. Mohon maaf jika ada kesalahan kata/penulisan serta kesalahan dalam menganalisis. Terimakasih juga kepada dosen pengampu matkul puisi dan prosa yaitu bapak Dr. Wadji, M.Pd. yang telah memberikan saya kesempatan dalam menganalisis sebuah novel serta menulis dalam bentuk artikel. Sungguh pengalaman baru bagi saya. Sampai jumpa di penulisan selanjutnya guysss see you everyone.