Sebenarnya saya sudah pernah memposting tulisan di blog pribadi saya tentang Suka Duka Punya Pasangan Bule. Namun hari ini saya tergerak untuk menulis “curhat” senada karena banyak membaca artikel tentang hubungan pria bule dengan wanita Indonesia yang (kebanyakan) dipandang negatif bahkan diolok-olok. Sayang sekali para penulis itu hanya melihat dari sisi negatifnya saja, padahal belum tentu si penulis pernah merasakan berhubungan dekat dengan orang bule.
Kesan rata-rata anggapan orang tentang wanita yang berpasangan dengan bule adalah cewek kampung, mukanya jelek, kulitnya hitam dekil, pakai baju terbuka sana-sini, matre, ngomongnya campur-campur Inggris beraksen daerah, dan terlihat bangga sekali kalau bisa jalan sama bule.
Pria bule pun tak luput dari komen negatif. Banyak yang bilang kalau bule-bule yang mencari pasangan di Indonesia adalah bule miskin dan tidak laku di negaranya alias Jones (jomblo ngenes), atau malah bule playboy yang ingin ganti-ganti pasangan dengan mudah. Ada lagi kata-kata “kasar” yang sering saya dengar, seperti: “Suka yang itunya gede ya??” atau “Kalo nggak hamil duluan, gak bakal dinikahin ama bule!” *Tepok jidat*
Jika ada yang bilang wanita Indonesia banyak yang mengejar-ngejar bule, wanita-wanita bule pun bisa bilang kalau pria-pria di negaranya banyak yang mengejar-ngejar wanita Asia. Lagipula bukan cuma wanita Indonesia saja yang suka mengejar bule, hal ini juga terjadi di negara-negara Asia lainnya. Wajar jika manusia suka pada hal yang tak biasa, lebih banyak tantangannya.
Wanita-wanita yang ngebet bule biasanya tidak peduli asal-usul (bibit, bebet, bobot) si bule, pokoknya asal berjenis bule mereka bermimpi mendapatkannya. Salah satu caranya dengan berpakaian seksi menggoda dan nongkrong di niteclub. Wanita tipe ini bolehlah Anda sebut cewek kampung norak.
Pasangan saya bule – tapi maaf saja, saya bukan cewek norak pengejar bule yang ketemu di jalan atau niteclub lalu nge-date. Saya tidak suka dugem atau nongkrong di tempat yang banyak bulenya. Hubungan kami tidak instant! Kami melalui tahapan saling mengenal, berteman dekat, pacaran, hingga akhirnya dia melamar saya, itu perlu waktu sekitar 4 tahun! Saya tidak hamil ketika dia melamar saya. Dia memang ingin menikah dengan saya karena dia menginginkannya. Saya pun mau menikah dengannya karena bagi saya dia adalah orang yang baik dan masuk dalam kriteria suami (bukan cuma pacar).
Dia sudah mengenal keluarga saya jauh sebelum dia melamar saya. Saya juga sudah mengenal semua keluarganya, teman-temannya, dan tahu lingkungan dia dibesarkan di negaranya. Saya pastikan dia bukan bule kere penjual sayur atau pekerja kasar di negaranya. Sebelum bekerja di Singapura, dia bekerja di Indonesia. Ini bukan berarti dia tidak bisa mendapatkan pekerjaan di negaranya, namun dia merasa ingin bertualang dan merasakan pengalaman yang berbeda.
Saya bukan orang yang sok kebarat-baratan. Saya tidak berpakaian seksi “murahan” dan bicara ke-“Inggris-Inggrisan”. Sehari-hari saya dan pasangan berbicara dalam bahasa Indonesia. Dia sangat lancar berbahasa Indonesia karena pernah bersekolah di Yogyakarta dalam rangka pertukaran pelajar. Saya tetap cinta makanan Indonesia, dan saya tidak bermimpi untuk tinggal di Eropa.
Saya memang (agak) tersinggung jika ada orang yang menyamakan saya dengan stereotype wanita-wanita murahan pengejar bule. Saya mengenal beberapa pasangan mixed marriage. Mereka semua orang baik-baik, cerdas, berpendidikan tinggi, dan memiliki pekerjaan yang bagus. Malah ada salah satu teman wanita saya sudah memiliki bisnis sendiri sebelum menikah dengan orang bule. Tidak semua wanita Indonesia bertujuan cari uang sama bule!
Jika Anda merasa aneh ada bule mau sama mbak-mbak berkulit gelap, itu tandanya Anda menganggap diri Anda lebih cantik/ganteng, lebih pintar, dan lebih baik dari kacamata Anda sendiri. Di balik buruk rupa seseorang pasti ada sesuatu yang istimewa, tiap manusia kan punya sisi baik dan buruk.
Saya heran, kenapa orang-orang sok tahu dan men-generalisasi anggapan negatif mereka pada semua bule dan wanita pasangan bule. Lama-kelamaan malah terkesan seperti kecemburuan; pria lokal merasa kalah bersaing dengan pria bule dan wanita lokal merasa iri pada wanita yang bisa mendapatkan pria bule. Pastilah ada yang protes kalo saya bilang begitu! Ya sama juga dengan saya kalau ada yang menganggap semua wanita pasangan bule adalah wanita tidak benar!