Mohon tunggu...
Desy Hani
Desy Hani Mohon Tunggu... Lainnya - Happy reading

Hi, you can call me Desy - The Headliners 2021 - Best in Opinion Kompasiana Awards 2023 - Books Enthusiast - Allahumma Baarik Alaih

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Merindu Cahaya de Amstel, Suratan Takdir di Negeri Kincir Angin

10 Januari 2024   15:50 Diperbarui: 11 Januari 2024   09:54 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film Merindu Cahaya de Amstel | Sumber: Unlimited Production via Kompas.com

"Jangan putus asa. Kita sama sekali tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Segala sesuatu yang saat ini rasanya tidak mungkin, bisa saja kelak akan terjadi..." - Khadija Veenhoven. 

Perjalanan hidup akan membawa sebuah cerita yang tidak akan pernah terlupakan. Di mana suatu cerita masa lalu akan menjadi pembelajaran dan kenangan yang tidak akan pernah hilang.

Begitu pula dengan kehidupan yang dijalani oleh Nico, Khadija, dan Mala di dalam novel Merindu Cahaya de Amstel. Novel ini merupakan karya dari Arumi E, seorang lulusan Arsitektur yang gemar menulis. 

Novel Merindu Cahaya de Amstel | Sumber: Foto Desy Hani
Novel Merindu Cahaya de Amstel | Sumber: Foto Desy Hani
Merindu Cahaya de Amstel dilatarbelakangi dengan sebuah cerita yang berada di Benua Eropa, tepatnya Belanda. 

Novel yang berjumlah 272 halaman ini terinspirasi dari kisah nyata. Negeri Kincir Angin akan menjadi saksi perjalanan hidup di antara Nico, Khadija, dan Mala. 

Pertemuan yang tidak terduga di antara laki-laki keturunan Belanda-Indonesia dengan gadis Belanda, dan gadis Indonesia. Kolaborasi yang menciptakan perpaduan yang sempurna. 

Foto para pemeran film Merindu Cahaya de Amastel. Foto-foto ini hadiah dari pembelian novel Merindu Cahaya de Amstel | Sumber: Foto Desy Hani
Foto para pemeran film Merindu Cahaya de Amastel. Foto-foto ini hadiah dari pembelian novel Merindu Cahaya de Amstel | Sumber: Foto Desy Hani
Nicolaas van Dijk merupakan mahasiswa jurusan Arsitektur. Selain itu, Nico juga menggeluti dunia fotografer. 

Nico memiliki garis keturunan Belanda-Indonesia. Papanya bernama Thomas van Dijk yang merupakan orang Belanda asli dan mamanya bernama Kamaratih yang merupakan orang Indonesia asli. 

Berkat kamera DSLR kesayangan yang selalu berada digenggamannya, mengantarkan Nico untuk berkenalan dengan seorang gadis Belanda bernama Khadija/Marien. 

Khadija tanpa sengaja masuk ke dalam objek foto Nico ketika mengunjungi Museumplein dan Nico pun terpesona dengan gadis tersebut. Rasa penasaran yang semakin mengusik Nico.

Namun, kehidupan yang dijalani oleh Nico bisa dikatakan tidaklah mudah. Papa dan Mama Nico telah berpisah. Nico dibesarkan di Belanda, sementara mamanya telah kembali ke Indonesia. 

Pada dasarnya, Nico sangat merindukan sentuhan dan kasih sayang dari mamanya. Meskipun Nico kadang merasa kesal, karena telah ditinggalkan oleh Mama di Belanda, namun, perasaan di hati tiada yang tahu. 

Hal ini dibuktikan dengan kunjungan Nico ketika kembali ke Indonesia dan bertemu kembali dengan mamanya. 

Novel Merindu Cahaya de Amstel | Sumber: Foto Desy Hani
Novel Merindu Cahaya de Amstel | Sumber: Foto Desy Hani
Khadija Veenhoven merupakan seorang gadis Belanda yang memiliki nama asli Marien Veenhoven. 

Khadija pada akhirnya menjadi muslimah. Butuh waktu satu tahun bagi Khadija untuk memahami Islam dan memantapkan hatinya menjadi mualaf. 

Berkat foto dirinya yang tanpa sengaja ditangkap oleh mata kamera DSLR milik Nico, Khadija mulai mengetahui sosok laki-laki tersebut. 

Begitu pula pertemuannya dengan Mala yang terjadi tanpa sengaja di sebuah halte bus. Sapaan Khadija untuk berbagi kurma kepada Mala menjadi jalan awal pertemanan keduanya. Sebuah perjumpaan yang tidak terduga. 

Novel Merindu Cahaya de Amstel | Sumber: Foto Desy Hani
Novel Merindu Cahaya de Amstel | Sumber: Foto Desy Hani
Sementara Mala, merupakan gadis Jawa yang berasal dari Yogyakarta, Indonesia. Mala menempuh pendidikan di Amsterdam sebagai mahasiswi pada jurusan seni. 

Selain sebagai mahasiswi, Mala juga merupakan seorang penari yang sangat piawai dengan gerakan yang begitu indah ketika di atas pentas. 

Perjalanan Mala dari Benua Asia menuju ke Benua Eropa menciptakan suatu petualangan baru di dalam hidupnya. 

Jejak langkah di Negeri Kincir Angin membuat Mala dapat bertemu dengan Pieter, anak dari Nyonya Mirthe, yang berprofesi sebagai dokter gigi. Pieter juga merupakan sepupu dari Khadija/Marien.

Sejak melihat Mala, Pieter bagaikan terombang-ambing dalam lautan kasmaran, Pieter telah jatuh cinta dengan Mala. 

Tidak hanya itu, Negeri Kincir Angin juga menjadi saksi pertemuan Mala dan Nico. Berkat Mala, Nico bisa bertemu dengan mamanya di Salatiga, Indonesia. 

Bahkan, ketika melihat wajah Mala, di saat itulah Nico kembali teringat Mama. Sentuhan wajah khas Jawa, membuat Nico kembali bernostalgia mengingat masa lalunya, ketika Mama masih berada di Belanda. Meskipun itu semua sudah sangat lama berlalu dari kehidupan Nico. 

Hingga akhirnya, perasaan cinta yang cukup rumit mulai terjadi di antara ketiganya. Nico memiliki perasaan cinta ke Khadija. Mala memiliki perasaan cinta ke Nico. Sementara Khadija juga memiliki perasaan cinta ke Nico. Perjuangan cinta yang penuh dengan cerita. 

Telah diadaptasi ke dalam film layar lebar 

Film Merindu Cahaya de Amstel | Sumber: Unlimited Production via Kompas.com
Film Merindu Cahaya de Amstel | Sumber: Unlimited Production via Kompas.com
Merindu Cahaya de Amstel telah diadaptasi ke dalam film layar lebar dengan judul yang sama dan disutradarai oleh Hadrah Daeng Ratu. 

Film ini dibintangi oleh aktor tampan Bryan Domani yang berperan sebagai Nico, serta aktris cantik Amanda Rawles yang berperan sebagai Khadija, dan Rachel Amanda Aurora yang berperan sebagai Mala. 

Film produksi Maxstream Original dan Unlimited Production ini telah ditayangkan pada Januari 2022 lalu. 

Bryan sangat cocok dengan karakter Nico, yang merupakan laki-laki blasteran Indonesia-Belanda. Wajah Bryan sangat mencerminkan Nico pada film ini. 

Begitu pula dengan Amanda, yang sangat cocok memerankan gadis Belanda dan kini telah memeluk Islam. Perpaduan wajah Eropa serta hijab yang dikenakannya membuat Amanda sangat cocok dengan karakter Khadija/Marien. 

Tidak hanya itu, karakter Mala yang diperankan oleh Rachel pun sangat memesona. Karakter wajah khas Indonesia begitu melekat pada diri Rachel. Ini sangat pas dengan peran Mala yang merupakan gadis Jawa, dengan rambut ikal berwarna hitam pekat yang menjadi mahkota indahnya.

Pemilihan peran di dalam karakter film ini menurut saya sangat pas. Daya tarik yang kuat dari ketiga para pemain ini mampu menciptakan trailer yang ditayangkan menjadi lebih hidup. Cocok! 

Negeri Kincir Angin dan bahasa Belanda 

Negeri Kincir Angin (Belanda) | Sumber: Iluminasi.com
Negeri Kincir Angin (Belanda) | Sumber: Iluminasi.com
Sesuai dengan novel yang telah diterbitkan dan film yang telah ditayangkan, kisah Nico dan Khadija berlatarbelakang di Negeri Kincir Angin, dengan ibu kota dari Belanda adalah Amsterdam. Belanda juga identik dengan bunga tulip, namun, bunga tulip bukanlah asli dari negara Belanda.

Meskipun demikian, Negeri Kincir Angin ini mampu menciptakan taman-taman yang indah dari bunga tulip. Seperti bunga tulip yang berada di taman Keukenhof, Noordoostpolder, serta Lisse.

Melalui novel ini, para pembaca akan bertualang ke tempat favorit yang sering dikunjungi oleh Nico, Khadija, dan Mala. 

Seperti halnya Museumplein yang menjadi saksi pertemuan Nico dan Khadija. Sebuah ketidaksengajaan mendatangkan perkenalan. 

Museumplein merupakan alun-alun terbesar yang berada di Amsterdam, Belanda. Di sini juga terdapat tiga museum besar seperti Rijksmuseum, Museum Van Gogh, dan Museum Stedelijk, serta balai konser Concertgebouw. 

Adapun Gedung Euromuslim yang sering dikunjungi oleh Khadija dan Mala. Meskipun pada akhirnya Nico juga mengunjungi Euromuslim. 

Sudah sejak lama Khadija sering mengikuti pengajian di sini dan tempat ini juga menjadi saksi ketika Khadija mengucapkan syahadat. 

Euromuslim adalah komunitas yang didirikan oleh muslim Indonesia yang tinggal di Amsterdam. 

Selain itu, novel Merindu Cahaya de Amstel menghadirkan sentuhan dalam bahasa Belanda. Apabila diperhatikan secara saksama, hal ini mampu memperkuat daya tarik dari cerita yang memang berlatarbelakang di Negeri Kincir Angin. 

Seperti halnya, mag ik je even iets vragen? (bolehkah saya bertanya sesuatu?), dank u wel (terima kasih), tot uw diens (sama-sama), vergeven (maafkan), aangenaan kennie te maken (aku senang berkenalan denganmu), tot ziens (sampai bertemu lagi), goede morgen (selamat pagi), hoe gaat het (apa kabar), dan tentunya masih banyak lagi. 

Pertemuan, perkenalan, dan perasaan cinta memang akan mengisi jalan kehidupan. Namun, semuanya tidak akan pernah bisa berjalan, apabila yang berjuang hanya salah satu pihak dan bukan keduanya. 

Sebuah cinta akan terjadi dengan begitu sempurna, apabila kedua insan ini memang saling menginginkan satu sama lain untuk bersama. Hingga akhirnya, terbentuk kata mencintai dan dicintai. Saling menyayangi akan terasa lebih bahagia. Percayalah. 

"Aku pun tak menyangka bisa menyukaimu..." - Nicolaas van Dijk.

Selamat membaca dan selamat menyaksikan!


Thanks for reading 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun