Sebagai Makhluk Sosial, Haruskah Menjadi Social Butterfly?

Kupu-kupu, dua kata yang apabila diartikan ke dalam bentuk Bahasa Inggris akan menjadi kata "butterfly". 

Pernahkah kamu memperhatikan bagaimana serangga yang tergolong ke dalam ordo Lepidoptera ini mengepakkan sayapnya kesana dan kemari? 

Apabila diperhatikan secara seksama, ketika butterfly terbang dengan sayapnya yang indah, terlihat tanpa adanya sebuah keraguan, untuk hinggap dari satu bunga ke bunga yang lain. Menyusuri tempat yang butterfly sukai. 

Namun, pernahkah kamu memikirkan bahwa "butterfly" merupakan bagian dari analogi yang disematkan kepada penduduk bumi. 

Di mana butterfly berkaitan dengan kemudahan seseorang dalam bersosialisasi. Membentuk suatu lingkaran pertemuan/pertemanan di mana saja dan ini dikenal dengan "social butterfly". 

Ilustrasi social butterfly | sumber: tangkapan layar dari Facebook English over Tea

Dilansir dari kompas.com dan mengutip dari mindbodygreen, social butterfly menggambarkan seseorang yang berorientasi sosial, ramah, dan sering kali sangat karismatik. 

Nicole Beurkens, Ph.D., CNS, psikolog anak dan keluarga, mengatakan bahwa social butterfly menempatkan prioritas tinggi untuk berhubungan dengan orang lain. Bahkan, mereka secara aktif mencari rencana dan percakapan. 

Di mana insan penghuni planet bumi merupakan bagian dari makhluk sosial, yang saling membutuhkan satu sama lain. 

Sehingga kehidupan yang dijalani di dunia ini, tidak serta merta bisa dilakukan secara sendiri, akan adanya interaksi yang terjadi. 

Tidak mengherankan lagi, apabila ada sebagian besar penduduk planet bumi yang masuk ke dalam kategori social butterfly, karena kemudahannya dalam bersosialisasi dengan siapapun, di mana pun, dan kapan pun.