Mohon tunggu...
Desy Hani
Desy Hani Mohon Tunggu... Lainnya - Happy reading

Hi, you can call me Desy - The Headliners 2021 - Best in Opinion Kompasiana Awards 2023 - Books Enthusiast - Allahumma Baarik Alaih

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengenal "Duck Syndrome" Suatu Kondisi yang Terlalu Ambisi, Berikut 3 Solusi Menghadapinya

17 September 2021   21:52 Diperbarui: 24 Mei 2022   09:45 1580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi duck syndrome | sumber: akun channel YouTube bitividi

Duck syndrome, salah satu sindrom yang bisa menyerang kaum remaja. Dimana hidup yang kamu jalani "seakan-akan" terlihat bahagia, namun batinmu berjuang dengan mati-matian untuk mendapatkan semuanya, demi sebuah tuntutan kehidupan, misalnya. Baikkah perilaku demikian merajai diri tanpa adanya sebuah solusi? 

Setiap insan yang menjalani kehidupan di dunia ini, tentunya akan mengalami berbagai macam fase. 

Mulai dari fase prenatal (dalam kandungan) kurang lebih selama 9 bulan, fase bayi (newborn, infant, toddler), fase kanak-kanak di awal usia 5-6 tahun, fase kanak-kanak tengah dan akhir di usia 6-11 tahun, hingga mencapai fase remaja.

Fase remaja, bisa dikatakan merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dan pubertas lah prosesnya. Masa remaja akan berakhir pada usia 18 tahun, dan akan dilanjutkan dengan fase dewasa muda. 

Sederhananya, fase remaja yang berakhir pada usia 18 tahun tersebut, apabila dikaitkan dengan waktu menempuh pendidikan, ada di rentan tahun terakhir sekolah menengah atas menuju ke tahun pertama di perguruan tinggi (pada umumnya). 

Ilustrasi duck syndrome | sumber: akun channel YouTube bitividi
Ilustrasi duck syndrome | sumber: akun channel YouTube bitividi

Di fase ini, tidak jarang ada sebagian besar (tidak semua) para penduduk bumi yang bisa diserang oleh duck syndrome. 

Lho apa hubungannya duck (dibaca: bebek) dengan cerita kaum remaja yang ada di planet ini? Tentu saja ada. Mari lanjut baca artikel ini.

Dilansir dari medicinenet.com bahwa duck syndrome yang juga disebut sebagai stanford duck syndrome atau ugly duckling syndrome tidak secara resmi diakui sebagai penyakit mental, tetapi mengacu pada fenomena yang terutama telah dijelaskan pada mahasiswa.

Meskipun bukan diagnosis kesehatan mental, duck syndrome menggambarkan mahasiswa yang tampak begitu tenang, tetapi mengalami kesulitan yang ekstrim untuk memenuhi tuntutan hidup.

Duck syndrome pertama kali dikemukakan di Stanford University, Amerika Serikat, untuk menggambarkan persoalan para mahasiswanya.

Pernahkah kamu melihat seekor bebek sedang berenang dengan raut muka yang terlihat begitu tenang dan damai di atas permukaan air? Apabila pernah, berarti kamu sudah bisa membayangkan pola dari duck syndrome ini. 

Ilustrasi duck syndrome | sumber: vimeo.com
Ilustrasi duck syndrome | sumber: vimeo.com

Istilah duck syndrome yang satu ini menganalogikan bebek yang sedang berenang dan terlihat seakan-akan tenang di atas permukaan air. 

Namun, kakinya yang berada di bawah air tersebut terus berjuang dengan sekuat tenaga untuk bergerak, agar tubuhnya tetap bisa berada di atas permukaan air.

Sederhananya, ketika itu, kamu merupakan salah satu siswa di sekolah menengah atas. Sejak mengenakan seragam putih abu-abu, kamu begitu terkenal di penjuru sekolah.

Kepopuleranmu begitu terkenal sebagai orang yang pintar, cerdas, disiplin, dan pemegang predikat juara umum yang tidak bisa tersaingi.

Berbagai macam cara tentunya kamu lakukan agar predikat tersebut tidak lenyap dari dirimu. Mulai dari mengikuti bimbingan belajar diluar jam sekolah, hingga terus menerus mengulas materi yang telah dipelajari tersebut. 

Sehingga waktu yang kamu gunakan hanya untuk belajar, belajar, dan belajar. Hingga tugasmu selesai di bangku sekolah menengah atas, kamu tetap berhasil menggenggam predikat tersebut. 

Dan kamu pun melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, karena predikat yang telah melekat padamu sebagai orang yang pintar sewaktu masa sekolah tidak ingin kamu lepaskan, alhasil, kamu melakukan berbagai macam cara (lagi) agar predikat tersebut tidak memudar.

Ilustrasi duck syndrome yang sedang dialami oleh seseorang | sumber: herstory.co.id
Ilustrasi duck syndrome yang sedang dialami oleh seseorang | sumber: herstory.co.id

Terkadang kamu lelah, dan terkadang kamu cemas, dan terkadang kamu kewalahan sendiri dengan pola hidup yang kamu jalani, hingga membuatmu takut akan predikat tersebut hilang dari benakmu. 

Kamu sendiri menyadari bahwa materi di dunia perkuliahan tidak sama dengan apa yang kamu pelajari selama di bangku sekolah menengah atas, materi yang lebih kompleks, membuat dirimu harus berjuang lebih. 

Namun, kamu selalu menutupi semuanya agar selalu terlihat tenang dan bahagia. Agar apa yang kamu impikan dan apa yang kamu inginkan bisa terwujud secara nyata. 

Dari ilustrasi di atas, sudah terlihat secara jelas bahwa kamu sedang diserang oleh duck syndrome. Seakan-akan hidupmu baik-baik saja, namun batinmu berjuang mati-matian untuk mendapatkan semuanya. 

Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi duck syndrome, seperti: 

Ilustrasi duck syndrome | sumber: klikdokter.com
Ilustrasi duck syndrome | sumber: klikdokter.com

Pertama, lakukanlah sesuai kemampuanmu. Ini merupakan poin utama yang harus hadir di dalam dirimu sendiri. 

Jangan terlalu memaksakan kehendak, lakukanlah sesuai dengan kemampuan yang bisa kamu lakukan, jangan sampai melampaui batas apabila kamu sendiri tidak mampu menanganinya. 

Seperti halnya yang telah dijelaskan pada ilustrasi di atas, "berbagai macam cara tentunya kamu lakukan agar predikat tersebut tidak lenyap dari dirimu. Mulai dari mengikuti bimbingan belajar diluar jam sekolah, hingga terus menerus mengulas materi yang telah dipelajari tersebut".

Pada dasarnya, penjelasan di atas tidak ada yang salah, dan semua itu sah-sah saja dilakukan. Namun, konsepnya akan berbeda lagi dan cenderung bersifat negatif apabila kamu terlalu "memaksakan diri". 

Seperti halnya pernyataan yang satu ini, "terkadang kamu lelah, dan terkadang kamu cemas, dan terkadang kamu kewalahan sendiri dengan pola hidup yang kamu jalani..."

Perasaan cemas yang berlebihan tidak baik bila terus menerus dibiarkan masuk ke dalam diri, karena bisa menciptakan aura negatif yang bersarang di dalam diri, dan tidak menutup kemungkinan bila stres akan menyapa dirimu.

Itulah sebabnya, memaksakan kehendak diluar batas kemampuan tidaklah baik dilakukan. Setiap insan di dunia ini mempunyai kadarnya masing-masing. 

Kedua, berbagi cerita dengan orang yang tepat (curhat). Menyampaikan apa yang sedang dirasakan sangat baik dilakukan, daripada memendamnya sendiri di dalam hati.

Mencurahkan segala isi hati yang sedang merajai diri bisa menjadi kunci untuk memberikan ketenangan di dalam hati. Begitu pula ketika kamu sedang berhadapan dengan duck syndrome.

Dan kamu selalu menuntut dirimu untuk selalu bisa tampil dengan sempurna. Sehingga melakukan berbagai macam cara, namun kamu sendiri lupa bahwa kemampuanmu memiliki kadar batasan tertentu.

Sehingga membuat semua tuntutan hidup tersebut selalu berputar menghiasi pikiranmu, solusi yang kamu lakukan bisa dikatakan terkesan egois, karena telah melampaui batas. 

Itulah sebabnya, sangat penting menyampaikan apa yang sedang dirasakan (curhat) kepada orang yang tepat. 

Dengan kamu berhasil mencurahkan apa yang sedang kamu rasakan kepada seseorang, itu merupakan cara yang lebih baik, agar bisa menemukan sebuah solusi dari apa yang sedang terjadi.

Secara tidak langsung, support system akan tercipta, karena kamu sendiri telah mendapatkan feedback dari apa yang telah kamu sampaikan tersebut. 

Perlu diingat, apabila kamu ingin mencurahkan segala keluh kesah yang sedang bersarang di dalam dirimu, ada baiknya lakukanlah dengan orang yang terpercaya. 

Ketiga, semua ada porsinya masing-masing. Poin ketiga ini tidak kalah pentingnya dari poin pertama dan poin kedua. 

Setiap insan di dunia ini sudah memiliki takarannya masing-masing, baik proses yang dijalaninya serta porsi yang akan didapatkannya.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, ketika kamu diserang oleh duck syndrome, bahwa "kamu rela melakukan berbagai macam cara agar semua keinginanmu dan predikat yang kamu miliki sejak dibangku sekolah menengah atas tidak akan pernah lepas ketika kamu sudah memasuki dunia perkuliahan".

Namun, kamu sendiri tidak menyadari bahwa porsi pendidikan di dunia sekolah, bisa dikatakan berbeda dengan porsi pendidikan di dunia perkuliahan.

Materi yang akan diserap juga lebih kompleks dan berpusat pada materi di setiap jurusan yang kamu ambil. 

Itulah sebabnya, kamu sendiri harus memahami bahwa setiap insan yang hidup di muka bumi ini memiliki porsi hidupnya masing-masing. 

Sehingga kamu bisa berpikir jauh lebih jernih, dengan tidak memaksakan kehendak, dengan tidak perlu melakukan sesuatu hal diluar batas kemampuanmu. Seperti yang telah dijelaskan pada poin pertama...

Catatan:

Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan seseorang terserang duck syndrome. Penjelasan pada artikel di atas hanya digunakan untuk memfokuskan pada satu permisalan saja.

Selain itu, kamu sendiri tidak bisa sembarangan dalam memberikan self diagnose. Apabila kamu merasa ada yang tidak baik dengan kesehatan mental, ada baiknya, kamu berkonsultasi dengan ahlinya. 

Saya mohon maaf apabila ada salah kata di dalam penulisan artikel ini. Semoga informasi ini bisa bermanfaat.

Thanks for reading 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun