Shopaholic, salah satu syndrome yang terus menerus mendorong seseorang untuk berbelanja, akankah perilaku ini membuat seseorang menjadi pemboros? Terlebih lagi di bulan Ramadan seperti sekarang ini, akankah berpengaruh pada pengeluaran di luar estimasi?
Bulan Ramadan merupakan bulan yang penuh dengan keberkahan, kehadirannya mampu menenangkan jiwa. Suasana yang penuh dengan kemuliaan memang begitu terasa.
Begitu banyak hal spesial yang hadir di bulan Ramadan ini, salah satunya, momen ketika berbuka puasa.Â
Disaat inilah, terkadang, selalu hadir niat untuk membeli berbagai macam makanan yang diinginkan untuk berbuka puasa.
Apapun yang ada di benaknya harus dibeli dan didapatkan, alias memborong semua kuliner kesukaannya.
Tanpa pernah memikirkan, apakah perutnya mampu menampung semua itu? Apakah dirinya mampu menghabiskan semua makanan yang telah dibelinya tersebut?
Tidak jarang, terlalu banyak makanan yang dibeli dan dihidangkan malah membuat beberapa makanan untuk berbuka puasa tidaklah habis dinikmati.
Hingga akhirnya terbuang sia-sia, secara tidak langsung kita telah menciptakan unsur "mubazir" terhadap makanan yang kita beli tersebut.
Dengan menghasilkan kata mubazir, telah terlihat secara jelas bahwa makanan yang dibeli demi memenuhi hawa nafsu semata tidak benar-benar di butuhkan oleh perut.
Bila telah terjadi seperti ini, akankah memberikan dampak positif, atau malah justru membuat seseorang terjerumus pada pola hidup yang boros?
Tindakan seperti ini dikenal dengan istilah shopaholic.Â
Dilansir dari maucash.id bahwa shopaholic merupakan kondisi kejiwaan yang membuat seseorang tergoda untuk terus belanja, meski barang yang dibeli tidak benar-benar dibutuhkan.Â
Sama seperti pada kasus di atas, dimana terlalu banyak menuruti keinginan serta hawa nafsunya saja ketika berpuasa.
Dengan cara menerapkan sistem balas dendam seperti membeli seluruh makanan yang diinginkan untuk disantap ketika berbuka puasa.Â
Dimana fakta sesungguhnya, volume perut yang bersangkutan tidak mampu menampung semua makanan tersebut.
Sudah terlihat secara jelas bahwa perilaku shopaholic pun bisa hadir di saat seseorang sedang berpuasa, karena tidak mampu menahan diri.
Maka dari itu, agar tidak berperilaku layaknya shopaholic, berikut tips mengatur keuangan ketika Ramadan agar tidak terjerumus menjadi "pemboros", seperti:
1. Memprioritas kebutuhan bukan keinginan
Pada dasarnya hal utama yang harus kita penuhi adalah kebutuhan. Tidak jarang, sebagian besar orang tetap memenuhi keinginannya.Â
Tidak ada yang salah dengan pemenuhan keinginan, asalkan, kebutuhan penting kita telah terpenuhi dengan sangat baik. Namun keinginan tidak pula harus dipaksa untuk terpenuhi.
Sebelum memenuhi keinginan, sebaiknya kita berpaku pada kata "fungsi serta manfaat". Bila sesuatu hal tersebut tidak terlalu kita butuhkan (dalam artian fungsi), serta tidak terlalu kita perlukan (dalam artian manfaat), sebaiknya tidak perlu dibeli.
2. Membuat daftar kebutuhan
Setelah kita lebih memprioritaskan kebutuhan, langkah berikutnya yang harus kita lakukan adalah membuat daftar kebutuhan.
Buatlah daftar kebutuhan apa saja yang harus kita penuhi. Jangan memasukan barang yang tidak kita prioritaskan untuk dipenuhi selama di bulan Ramadan, misalnya.Â
Hal ini dilakukan agar tidak terjadi penimbunan barang yang dibeli hanya karena sebuah keinginan. Bila dibiarkan terus menerus bukan tidak mungkin akan menimbulkan pemborosan secara berkelanjutan.Â
3. Membuat estimasi kas keluar
Setelah daftar kebutuhan sudah berada di dalam genggaman, langkah selanjutnya adalah dengan membuat estimasi kas keluar melalui daftar kebutuhan tersebut.
Dengan membuat estimasi, kita bisa menekan pengeluaran yang tidak perlu, karena lebih memprioritaskan pengeluaran pada kebutuhan bukan keinginan.Â
Misalnya, melalui daftar kebutuhan yang telah kita buat, estimasi pengeluaran yang kita perlukan adalah sebesar Rp 1.500.000,00 per minggu.Â
Secara tidak langsung kita telah memegang kas sebesar satu setengah juta rupiah. Dengan seperti ini, kita telah memiliki ketentuan, bahwa pembelian kebutuhan tidak boleh lebih dari estimasi pengeluaran yang telah ditetapkan.Â
Paling tidak, estimasi yang ada balance dengan pengeluaran yang terjadi. Sehingga tidak akan menimbulkan minus.
Lebih baik lagi, bila pengeluaran tersebut tidak melebihi estimasi, sehingga sisanya bisa untuk disimpan.Â
4. Jangan terpengaruh diskon
Selanjutnya adalah, menghindari diskon yang siap datang menghampiri di bulan Ramadan ini. Biasanya, diskon besar-besaran yang hadir selalu mampu menggoda keimanan bagi yang tidak kuat.
Disinilah, seseorang mampu menjadi shopaholic secepat kilat, dengan dalih, mumpung lagi diskon. Terlebih lagi barang yang dibelinya tersebut tidak masuk ke dalam daftar kebutuhan serta estimasi pengeluaran.
Logikanya begini, mau diskon sebesar apapun bila kita tidak "membutuhkan" barang tersebut, ada baiknya "jangan dibeli".Â
Membeli sama dengan mengeluarkan uang. Setelah uang keluar, secara otomatis akan tergantikan dengan sebuah barang.
Barang tersebut bisa sangat berharga apabila mampu digunakan dan dimanfaatkan. Namun bila hanya sekedar di pajang di dalam lemari, secara tidak langsung kita telah memberikan cap "tidak berguna" kepada barang tersebut.
Karena nyatanya, barang yang kita beli itu tidaklah digunakan sama sekali. Alhasil, pemborosan berkala akan terjadi, uang terbuang secara percuma dan barang tersebut tidak mampu dimanfaatkan.Â
5. Hindari pengeluaran di luar estimasi
Penjelasan pada poin keempat sangat berkesinambungan dengan pengeluaran diluar estimasi, karena telah terjerat pada diskon besar-besaran, misalnya.
Sehingga membuat seseorang lebih mementingkan keinginannya daripada kebutuhannya. Alhasil, pengeluaran yang ada akan lebih melonjak dan melebihan estimasi.Â
Dengan membuat estimasi, secara langsung kita bisa melihat bayangan kedepan mengenai pengeluaran yang harus kita siapkan.Â
Apa gunanya membuat sebuah estimasi untuk menekan pengeluaran agar tidak terjadi pembludakan, namun disisi lain, kita sendiri malah tidak mampu menahan diri untuk membeli sesuatu yang berada di luar estimasi.Â
Maka dari itu, ada baiknya hindarilah pengeluaran diluar estimasi. Kecuali, pengeluaran tersebut memang harus dan harus dilakukan karena sesuatu hal, bila telah seperti ini, kasusnya akan berbeda lagi.Â
Pada dasarnya, mengatur keuangan di bulan Ramadan seperti sekarang ini bisa terkendali dengan sangat baik, apabila kita sendiri mampu mengolahnya dengan sebaik mungkin dan begitu pula sebaliknya
Semoga bermanfaat
Thanks for reading
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H