Mohon tunggu...
Desi Aulia
Desi Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi INSIP

Assalamu'alaikum, terima kasih sudah berkenan berkunjung. Selamat membaca ya!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Penerapan Budaya Anti-Korupsi di Lingkungan Sekolah Tauhid Anak Usia Dini (TAUD)

3 Desember 2024   17:48 Diperbarui: 3 Desember 2024   22:47 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selaku wali murid, penulis sangat setuju dengan adanya peraturan tersebut. Tidak diperbolehkannya seorang guru menerima hadiah dari seorang murid atau wali murid merupakan suatu hal yang ada dasarnya, bukan bermaksud untuk menentang hadits disukainya saling memberi hadiah sebagaimana telah disebut di awal. Karena dalam realisasinya, meskipun terdapat peraturan tersebut, masih terdapat beberapa wali murid yang merasa bahwa memberikan hadiah ke guru hanyalah sekedar merupakan bentuk apresiasi terhadap usaha seorang guru dalam membantu mendidik anaknya.

Namun, menurut pendapat penulis, tidak memberikan hadiah atau sesuatu barang kepada guru atas nama pribadi merupakan bentuk sebuah kehatian-hatian dan menjauhkan diri dari berbagai prasangka. Bisa saja, karena seorang guru telah menerima hadiah dari wali murid tertentu, akan berdampak guru tersebut cenderung memperhatikan murid-murid yang memberikan hadiah semata, atau guru tersebut akan menjadi seseorang yang pilih kasih dan malah termasuk dalam perilaku yang dzalim terhadap anak didiknya yang lain.

Bukankah kita sebagai wali murid tidak ingin anak kita diperlakukan tanpa keadilan, dimana mungkin saja memberikan hadiah kepada seorang guru menjadi salah satu penyebab seorang guru menjadi dzalim tanpa disadarinya. Wal 'iyadzu billah.

Maka sebaiknya, jika memang kita sayang dengan para pendidik anak-anak kita, hindari untuk memberikan hadiah atau barang atas nama pribadi ke para tenaga pendidik agar lebih merasa selamat dan aman dari bentuk pilih kasih dan kedzaliman. Karena tanpa disadari, naluri alamiah manusia akan merasa lebih mencintai orang yang berbuat baik kepada kita dan akan timbul prasangka buruk dari orang lain, sehingga ketika seorang murid tersebut kelak mendapat penghargaan atau nilai yang bagus maka orang-orang akan berpikir bahwa itu semua disebabkan oleh hadiah yang pernah diberikan kepada guru dimaksud. Atau ketika anak tersebut berbuat kesalahan, seperti terlambat hadir dan guru memaafkannya, orang lain mungkin saja menyangka bahwa itu disebabkan hadiah yang pernah diberikan oleh wali muridnya.

Oleh karena itu, dalam bentuk upaya menjembatani dua pendapat yang sama-sama memiliki niat baik, maka dibentuklah wadah bernama Komite Sekolah yang merupakan perwakilan dari wali murid seluruh kelas. Salah satu tugasnya adalah sebagai perantara untuk mengapresiasi guru-guru dengan cara memberikan hadiah barang atau makanan melalui komite, sehingga guru-guru tidak mengetahui asal-usul hadiah tersebut dari salah satu orangtua murid. Namun semua hadiah dan bentuk apresiasi atas nama Komite Sekolah. 

Harapan penulis, semoga dengan adanya Komite Sekolah menjadi sebuah solusi agar tidak terjadi bentuk penyimpangan-penyimpangan gratifikasi atau risywah dan merupakan langkah nyata dalam penerapan budaya anti-korupsi di lingkungan sekolah Tauhid Anak Usia Dini (TAUD).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun