Ketika usiaku masih bilangan jari
Aku pernah menjadi peserta lomba
Dari usiaku masih bisa dihitung dengan jari tangan dan kaki-
hingga aku harus meminjam tiga jari seseorang
Aku menjadi peserta didik
Di usiaku yang harus meminjam lagi dua jari seseorang sebagai tambahan
Aku menjadi peserta wawancara
Aku tak tahu mengapa
Aku belum pernah memboyong pulang kemenangan,
Entah itu menang lomba
Menang sebagai juara kelas, atau
Memenangkan pekerjaan impian
Itu dalam persaingan nyata kasat oleh mata, sedangkan
Persaingan dengan diriku sendiri?
Aku pernah menang, tetapi hanya sekelak
Setelah itu aku kembali kalah
Apakah tempatku pulang adalah kekalahan?
Aku juga pernah terjatuh
Tubuhku tidak terluka, tapi wajahku tercoreng merah
Sejak saat itu aku tidak punya keberanian untuk mengangkat wajahku yang selalu menatap ke bawah
Termasuk juga ke belakang
Rasanya corengan di wajah ini seperti bekas luka besar
Yang tak mau memudar
Apa pecundang itu adalah aku?
Setiap aku merangkaikan kata, hanya tentang aku
Aku,
Dan aku,
Lagi.
Rasanya aku ini egois sekali, ke-aku-an
Padahal belum pernah mendapat peng-aku-an
Sudahlah….
Semua itu sifatnya duniawi
Mungkin bukan di sini tempatku menang
Yang jelas sekarang aku ada di sini
Karena aku menang dari bibit yang lainnya
Hingga kini, yang ku tahu aku adalah pemenang
Aku juga memenangkan posisi di hatimu, sebab
Kamu memilih aku menjadi penyempurna agamamu.
NOTE” Selamat Setahun Pernikahan pada 31 Mei 2016, Kita Saling Berkaca Ke Arah yang Lebih Baik, dan Semoga Allah Mengkehendaki Tahun Kedua Pernikahan- Kita Sudah Bertiga, Aamiin”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H