Morality thesis
(inseparability of law and morality)
Natural law theory
-
Separability thesis
(separability of law and morality)
Kelsen's Pure Theory of Law
Empirico-positivist theory of law
Kolom vertikal menunjukkan hubungan antara hukum dengan moralitas sedangkan baris horisontal menunjukkan hubungan antara hukum dan fakta. Tesis utama hukum alam adalah morality thesis dan normativity thesis, sedangkan empirico positivist adalah separability thesis dan reductive thesis. Teori Kelsen adalah pada tesis separability thesis dan normativity thesis, yang berarti pemisahan antara hukum dan moralitas dan juga pemisahan antara hukum dan fakta. Sedangkan kolom yang kosong tidak terisi karena jika diisi akan menghasilkan sesuatu yang kontradiktif, sebab tidak mungkin memegang reductive thesis bersama-sama dengan morality thesis.
Teori yang dikembangkan oleh Kelsen sesungguhnya dihasilkan dari analisis perbandingan sistem hukum positif yang berbeda-beda, membentuk konsep dasar yang dapat menggambarkan suatu komunitas hukum secara utuh. Masalah utama (subject matter) dalam teori umum adalah norma hukum (legal norm), elemen-elemennya, hubungannya, tata hukum sebagai suatu kesatuan, strukturnya, hubungan antara tata hukum tata hukum yang berbeda, dan akhirnya, kesatuan hukum di dalam tata hukum positif yang plural. The pure theory of law menekankan pada pembedaan yang jelas antara hukum empiris dan keadilan transendental dengan mengeluarkannya dari lingkup kajian hukum. Hukum bukan merupakan manifestasi dari otoritas super-human, tetapi merupakan suatu teknik sosial yang spesifik berdasarkan pengalaman manusia.
The pure theory of law menolak menjadi kajian metafisis tentang hukum. Teori ini mencari dasar-dasar hukum sebagai landasan validitas, tidak pada prinsip- prinsip meta-juridis, tetapi melalui suatu hipotesis juridis, yaitu suatu norma dasar, yang dibangun dengan analisis logis berdasarkan cara berpikir yuristik aktual. The pure theory of law berbeda dengan analytical jurisprudence dalam hal the pure theory of law lebih konsisten menggunakan metodenya terkait dengan masalah konsep-konsep dasar, norma hukum, hak hukum, kewajiban hukum, dan hubungan antara negara dan hukum.Teori Hukum Tata Negara, meskipun merupakan pondasi penting bagi sistem  pemerintahan  yang  efektif  dan  adil,  menghadapi  berbagai tantangan  yang  kompleks  di  era  modern.  Salah  satu  tantangan terbesar  adalah  dinamika  globalisasi  yang  semakin  memperkecil batas-batas negara  dan  meningkatkan interdependensi antarnegara. Globalisasi  membawa  implikasi  signifikan  terhadap  kedaulatan negara,  di  mana  negara-negara  harus  menyeimbangkan  antara menjaga kedaulatan nasional dan menyesuaikan diri  dengan hukum internasional  serta  perjanjian  multilateral.  Misalnya,  isu-isu perdagangan internasional, perubahan iklim, dan hak asasi manusia seringkali  memerlukan  kerjasama  internasional  yang  dapat membatasi kedaulatan absolut suatu negara (Uprimny, 2014). Hal ini menimbulkan  pertanyaan  tentang  sejauh  mana  negara  dapat mempertahankan  otoritasnya  sambil  tetap  menjadi  bagian  dari
komunitas global yang saling terhubung.
Selain globalisasi, tantangan lainnya datang dari perkembangan teknologi  dan  informasi.  Revolusi  digital  telah  mengubah  cara pemerintah  dan  masyarakat  berinteraksi.  Selain  itu,  implementasi  supremasi  hukum  seringkali menghadapi  hambatan dalam  bentuk korupsi,  birokrasi  yang tidak efisien,  dan  ketidaksetaraan  akses  terhadap  keadilan.
Ketidakmampuan  untuk  menegakkan  hukum  secara  adil  dan konsisten  dapat  mengikis  legitimasi  pemerintah  dan  mengancam stabilitas sosial. Implikasi dari  tantangan-tantangan ini  sangat luas.  Di satu sisi, mereka  mendorong  negara-negara  untuk  terus  memperbarui  dan memperbaiki  sistem hukum  dan tata  negaranya  agar tetap  relevan dengan  perkembangan  zaman. Ini  termasuk reformasi  hukum yang bertujuan  untuk  memperkuat  supremasi  hukum,  meningkatkan transparansi,  dan memperkuat  mekanisme  checks and  balances. Di sisi lain, tantangan ini juga menyoroti pentingnya pendidikan hukum yang kuat dan berkelanjutan bagi para pemimpin  dan warga negara agar  mereka  dapat  memahami  dan  mendukung  prinsip-prinsip hukum tata negara. Pemahaman yang baik tentang teori hukum tata negara dan penerapannya dapat membantu mengatasi tantangan dan menciptakan pemerintahan yang lebih efektif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Moh. Mahfud MD., Dasar Dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal. 155 -- 157.
UUD 1945 Terlalu Summier? Kepala Biro Pendidikan FH UI Sarankan Perubahan, Harian Merdeka, 18 Maret 1972, dalam Harun Alrasid, Naskah UUD 1945 Sesudah Empat Kali Diubah Oleh MPR, Revisi Cetakan Pertama, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2003), hal. 44-55.
 Hans Kelsen, General Theory of Law and State, translated by: Anders Wedberg, (New York: Russell & Russell, 1961), hal 157.
Michael Green, Hans Kelsen and Logic of Legal Systems, 54 Alabama Law review 365
(2003), hal. 366.
Stanley L. Paulson, On Kelsen's Place in Jurispruden, Introduction to Hans Kelsen, Introduction To The Problems Of Legal Theory; A Translation of the First Edition of the Reine Rechtslehre or Pure Theory of Law, Translated by: Bonnie Litschewski Paulson and Stanley L. Paulson, (Oxford: Clarendon Press, 1992), hal. xxvi.
Â