Mohon tunggu...
DESI PUSPITA ANGGERINA
DESI PUSPITA ANGGERINA Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

HOBI MEMASAK

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perkembangan Teori Hukum Tata Negara Dan Pelaksanaannya di Indonesia

22 Januari 2025   16:14 Diperbarui: 22 Januari 2025   16:14 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pengertian  dan  ruang  lingkup  teori  hukum  mencakup  analisis mendalam  terhadap  prinsip-prinsip  dasar  yang  membentuk  hukum serta  cara-cara  hukum  diterapkan  dan  diinterpretasikan  (Barzel, 2002).  Teori  hukum  tidak  hanya  berusaha  menjelaskan  apa  itu hukum,  tetapi  juga  mengeksplorasi  bagaimana  hukum  seharusnya berfungsi  dalam  masyarakat.  Teori  hukum  memandang  hukum sebagai  instrumen  untuk  mencapai  keadilan,  ketertiban,  dan kesejahteraan  sosial  (Barzel,  2002).  Namun,  seperti  yang dikemukakan oleh  Holmes, ada perbedaan  mendasar antara hukum dan moralitas, Teori  hukum  modern  menekankan  pentingnya memisahkan analisis hukum dari penilaian moral untuk menghindari bias dan kesalahan interpretasi (Van Den Berge, 2022) tentang  konteks  di mana hukum tersebut berlaku. Teori hukum juga mencakup analisis tentang bagaimana hukum diterapkan dalam praktik, termasuk peran pengadilan, advokat, dan lembaga penegak hukum lainnya. Pentingnya  teori  hukum  terletak  pada  kemampuannya  untuk menyediakan  kerangka  kerja  konseptual  yang  membantu  dalam memahami,  menginterpretasikan,  dan  mengkritisi  hukum.  Teori hukum juga berfungsi sebagai panduan dalam pengembangan hukum baru, memastikan bahwa hukum tersebut tidak hanya sesuai dengan kebutuhan  masyarakat  saat  ini  tetapi  juga  adil  dan  efektif  dalam mencapai  tujuannya.  Dalam  konteks  tata  negara,  Pemahaman yang komprehensif tentang konteks di mana hukum berlaku sangat penting untuk menerapkan teori hukum secara efektif. Selain  itu,  teori  hukum  tidak  hanya  berfungsi  sebagai  alat  analisis tetapi  juga  sebagai  panduan  dalam  pengembangan  hukum  baru, memastikan  bahwa  hukum  tersebut  memenuhi  kebutuhan masyarakat, serta adil dan efektif dalam mencapai tujuannya. Dengan demikian, teori hukum tata negara menjadi fondasi yang kuat dalam membangun sistem hukum yang responsif dan berkeadilan.

Pada masa lalu, istilah "teori hukum tata negara" sangat jarang sekali terdengar, apalagi dibahas dalam perkuliahan maupun forum-forum ilmiah. Hukum Tata Negara yang dipelajari oleh mahasiswa adalah Hukum Tata Negara dalam arti sempit, atau Hukum Tata Negara Positif. Hal ini dipengaruhi oleh watak rejim orde baru yang berupaya mempertahankan tatanan ketatanegaraan pada saat itu yang memang menguntungkan penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya. Teori  Hukum  Tata  Negara  adalah  cabang  dari  ilmu  hukum  yang mempelajari tentang sistem pemerintahan, hak dan kewajiban warga negara, serta hubungan antara lembaga-lembaga negara (Abqa et al., 2023). Perkembangan teori ini telah melalui berbagai tahapan penting sejak  zaman kuno  hingga  era modern.  Perjalanan teori  hukum tata negara  dipengaruhi  oleh  pemikiran  tokoh-tokoh  terkemuka  yang memberikan  kontribusi  signifikan  terhadap  pembentukan  dan evolusinya  (Widodo  et  al.,  2023).  Tokoh-tokoh  ini  berasal  dari berbagai latar belakang dan periode sejarah, mulai dari filsuf Yunani kuno  hingga  pemikir  modern,  yang  masing-masing  membawa perspektif  dan  pendekatan  yang  berbeda  dalam  memahami  dan menerapkan hukum tata negara.

Perjalanan Teori Hukum Tata Negara menunjukkan evolusi yang signifikan  dari  konsep-konsep  dasar  tentang  negara  dan pemerintahan hingga  pendekatan modern  yang lebih kompleks  dan mendalam.  Di  zaman  kuno,  pemikiran  Plato  dan  Aristoteles

membentuk  dasar-dasar  teori  tentang  negara  ideal  dan  bentupemerintahan.  Pada  abad  pertengahan,  Thomas  Aquinas mengintegrasikan  prinsip-prinsip  hukum  alam  ke  dalam  konteks hukum  tata  negara.  Pemikiran  realistis  Machiavelli  pada  masa Renaisans  kemudian  memberikan  pandangan  pragmatis  tentang kekuasaan dan politik Pada  abad  pencerahan,  tokoh  seperti  John  Locke  dan Montesquieu  membawa  ide-ide  tentang  hak-hak  individu  dan pemisahan kekuasaan yang menjadi dasar penting bagi teori hukum tata negara  modern. Pemikiran  Hegel di abad  19 mengaitkan  peran negara dengan perkembangan moral individu, sementara pada abad 20,  Hans  Kelsen  dan  Carl  Schmitt  menawarkan  pendekatan  baru dalam  memahami  hubungan  antara  hukum,  politik,  dan  keadaan darurat Di  era  modern,  kontribusi  John  Rawls  dan  Ronald  Dworkin memperkaya  teori  hukum  tata  negara  dengan  fokus pada  keadilan, fairness,  dan  interpretasi  moral  dalam  hukum.  Perkembangan  ini menunjukkan  bahwa  teori  hukum  tata  negara  terus  berkembang seiring dengan perubahan sosial, politik, dan filosofis yang terjadi di masyarakat.

Dengan  demikian,  pemahaman  tentang  asal  usul  dan perkembangan teori hukum tata  negara memberikan wawasan yang mendalam  tentang  bagaimana  konsep-konsep  dasar  hukum  dan pemerintahan  telah  berkembang  dan  dipengaruhi  oleh  pemikiran tokoh-tokoh terkemuka sepanjang sejarah. Pemikiran Hukum Tata Negara baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi terhegemoni bahwa tatanan ketatanegaraan berdasarkan Hukum Tata Negara Positif pada saat itu adalah pelaksanaan dari Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Akibatnya, pembahasan sisi teoritis dari Hukum Tata Negara menjadi ditinggalkan, bahkan dikekang karena dipandang sebagai pikiran yang "anti kemapanan" dan dapat mengganggu stabilitas nasional.

Padahal dari sisi keilmuan, Hukum Tata Negara dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah staatsrecht atau hukum negara (state law) yang meliputi 2 pengertian, yaitu staatsrecht in ruimere zin (dalam arti luas), dan staatsrecht in engere zin (dalam arti sempit). Staatsrecht in engere zin atau Hukum Tata Negara dalam arti sempit itulah yang biasanya disebut Hukum Tata Negara atau Verfassungsrecht yang dapat dibedakan antara pengertian yang luas dan yang sempit. Hukum Tata Negara dalam arti luas (in ruimere zin) mencakup Hukum Tata Negara (verfassungsrecht) dalam arti sempit dan Hukum Administrasi Negara (verwaltungsrecht). Pada masa lalu, Prof. Dr. Djokosoetono lebih menyukai penggunaan verfassungslehre daripada verfassungsrecht. Istilah yang tepat untuk Hukum Tata Negara sebagai ilmu (constitutional law) adalah Verfassungslehre atau teori konstitusi. Verfassungslehre inilah yang nantinya akan menjadi dasar untuk mempelajari verfassungsrecht.

Di sisi lain, istilah "Hukum Tata Negara" identik dengan pengertian "Hukum Konstitusi" sebagai terjemahan dari Constitutional Law (Inggris), Droit Constitutionnel (Perancis), Diritto Constitutionale (Italia), atau Verfassungsrecht (Jerman). Dari segi bahasa, Constitutional Law memang biasa diterjemahkan menjadi "Hukum Konstitusi". Namun, istilah "Hukum Tata Negara" jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, kata yang dipakai adalah Constitutional Law. Oleh karena itu, Hukum Tata Negara dapat dikatakan identik atau disebut sebagai istilah lain belaka dari "Hukum Konstitusi".

Reformasi Dan Perkembangan Teori Hukum Tata Negara

Teori Hukum Tata Negara mulai mendapat perhatian dan berkembang pesat pada saat bangsa Indonesia memasuki era reformasi. Salah satu arus utama dari era reformasi adalah gelombang demokratisasi. Demokrasi telah memberikan ruang terhadap tuntutan-tuntutan perubahan, baik tuntutan yang terkait dengan norma penyelenggaraan negara, kelembagaan negara, maupun hubungan antara negara dengan warga negara. Demokrasi pula yang memungkinkan adanya kebebasan dan otonomi akademis untuk mengkaji berbagai teori yang melahirkan pilihan-pilihan sistem dan struktur ketatanegaraan untuk mewadahi berbagai tuntutan tersebut.

Tuntutan perubahan sistem perwakilan diikuti dengan munculnya perdebatan tentang sistem pemilihan umum (misalnya antara distrik atau proporsional, antara stelsel daftar terbuka dengan tertutup) dan struktur parlemen (misalnya masalah kamar-kamar parlemen dan keberadaan DPD). Tuntutan adanya hubungan pusat dan daerah yang lebih berkeadilan diikuti dengan kajian-kajian teoritis tentang bentuk negara hingga model-model penyelenggaraan otonomi daerah.

Tuntutan-tuntutan tersebut meliputi banyak aspek. Kerangka aturan dan kelembagaan yang ada menurut Hukum Tata Negara positif saat itu tidak lagi sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kehidupan masyarakat. Di sisi lain,berbagai kajian teoritis telah muncul dan memberikan alternatif kerangka aturan dan kelembagaan yang baru. Akibatnya, Hukum Tata Negara positif mengalami "deskralisasi". Hal-hal yang semula tidak dapat dipertanyakan pun digugat. Kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara dipertanyakan. Demikian pula halnya dengan kekuasaan Presiden yang dipandang terlalu besar karena memegang kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan membentuk UU. Berbagai tuntutan perubahan berujung pada tuntutan perubahan UUD 1945 yang telah lama disakralkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun