Peningkatan iuran BPJS Kesehatan tidak hanya soal angka, tetapi ancaman langsung terhadap akses layanan kesehatan bagi jutaan rakyat Indonesia. Bagaimana kita menyikapi ancaman ini sebelum terlambat?
BPJS Kesehatan dalam Tekanan
Sejak berdirinya pada 2014, BPJS Kesehatan telah menjadi pilar utama sistem jaminan kesehatan nasional. Namun, sistem ini menghadapi tantangan serius dalam menjaga keberlanjutan. Pada tahun 2024, BPJS Kesehatan diperkirakan akan mengalami defisit hingga Rp 20 triliun. Defisit ini timbul dari ketimpangan besar antara pengeluaran yang diproyeksikan mencapai Rp 176 triliun dan pendapatan premi yang jauh lebih kecil.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengungkapkan bahwa peningkatan klaim kesehatan menjadi penyebab utama defisit ini. "Kepercayaan masyarakat terhadap layanan BPJS meningkat, menyebabkan peningkatan utilisasi layanan kesehatan di fasilitas kesehatan, yang mengakibatkan lonjakan klaim," jelasnya.
Penyebab Utama Defisit
Beberapa faktor utama yang menyebabkan defisit ini melibatkan tingginya biaya klaim untuk penyakit katastropik seperti gagal ginjal, kanker, dan jantung, yang menyerap sekitar 20% dari total pembiayaan BPJS. Penyakit-penyakit ini memerlukan biaya besar meski penanganannya sangat penting bagi masyarakat. Selain itu, adanya praktik fraud dalam layanan kesehatan juga menjadi tantangan serius.
Kualitas verifikasi klaim dan pengawasan layanan di rumah sakit mitra BPJS perlu ditingkatkan untuk mengurangi kebocoran anggaran. Tidak adanya kenaikan iuran dalam empat tahun terakhir juga memperburuk situasi. Kenaikan terakhir dilakukan pada 2020 melalui Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2020. Selama empat tahun, biaya pelayanan kesehatan terus meningkat tanpa diiringi penyesuaian iuran. Lonjakan peserta baru pada 2024, sebanyak 30 juta anggota baru, juga meningkatkan klaim yang harus dibayar, sehingga memperburuk ketidakseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran.
Dampak Jika Defisit Tidak Dikendalikan
Defisit yang terus membengkak dapat menimbulkan dampak serius. Jika tidak terkendali, BPJS Kesehatan berisiko gagal membayar klaim kepada rumah sakit mitra, yang dapat menyebabkan penurunan kualitas layanan hingga penghentian kerja sama dengan rumah sakit tersebut. Kondisi ini juga dapat mengurangi aset bersih BPJS yang saat ini diperkirakan mencapai Rp 57 triliun pada akhir 2023. Jika defisit terus terjadi, aset ini dapat habis, dan BPJS Kesehatan akan kembali ke kondisi krisis keuangan seperti yang terjadi pada 2014-2020.
Selain itu, ketidakmampuan membayar klaim dapat memengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap layanan BPJS. Jika iuran dinaikkan secara drastis, masyarakat berpenghasilan rendah akan semakin kesulitan membayar, dan kepatuhan peserta untuk membayar iuran bisa menurun. Hal ini akan memperburuk kondisi defisit dan memengaruhi keberlanjutan BPJS.
Usulan Kenaikan Iuran
Untuk mengatasi ancaman ini, BPJS Kesehatan mengusulkan kenaikan iuran kepada Presiden Prabowo. Namun, angka kenaikan yang diusulkan belum diungkapkan, mengingat keputusan akhir berada di tangan pemerintah.
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menilai bahwa kenaikan iuran sebesar 20-25% adalah langkah moderat yang lebih realistis dibandingkan kenaikan 100% seperti pada 2020. Ia menyarankan agar kenaikan dilakukan dengan hati-hati agar tidak membebani peserta, terutama dari kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. "Kenaikan drastis akan membebani peserta, terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Ini harus dihindari," tegas Timboel.
Strategi Mengatasi Defisit Lainnya
Selain kenaikan iuran, beberapa langkah lain disarankan untuk menjaga keberlanjutan BPJS Kesehatan, di antaranya:
1. Peningkatan Kepesertaan Pekerja Penerima Upah (PPU) Swasta: Kelompok ini memiliki potensi besar untuk meningkatkan pendapatan JKN. Fokus pada kelompok ini bisa menjadi solusi jangka panjang.
2. Peningkatan Kualitas Verifikasi Klaim: Teknologi berbasis digital harus diadopsi untuk mengurangi risiko fraud dan meningkatkan efisiensi dalam memproses klaim.
3. Kontrol Inflasi Biaya Kesehatan: Regulasi harga obat-obatan dan layanan kesehatan dapat membantu menekan biaya operasional BPJS.
4. Pengawasan Rumah Sakit Mitra: BPJS harus memperketat pengawasan terhadap praktik rumah sakit mitra untuk memastikan tidak ada tindakan curang yang memperburuk kondisi keuangan.
Defisit BPJS Kesehatan adalah ancaman serius yang dapat mengganggu keberlanjutan layanan kesehatan nasional. Meskipun kenaikan iuran adalah langkah yang logis untuk menekan defisit, hal ini harus diiringi reformasi besar-besaran dalam manajemen klaim, pengawasan fraud, dan pengendalian biaya kesehatan.
Keseimbangan antara keberlanjutan finansial BPJS dan melindungi hak-hak peserta adalah kunci untuk memastikan sistem ini tetap adil dan inklusif. Dengan langkah yang tepat, BPJS Kesehatan diharapkan dapat terus memberikan layanan kesehatan memadai bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa risiko gagal bayar di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H