Mohon tunggu...
Desfina Citra
Desfina Citra Mohon Tunggu... Mahasiswa - 22107030024 uin sunan kalijaga yogyakarta

prodi ilmu komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gak Semua Cowo Sama Aja, Masa Sih?

6 Juni 2023   10:03 Diperbarui: 6 Juni 2023   10:06 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pict by freepik.com 

Tanggal 25 November 2019, adalah hari pertama dari "16 Days of Activism against Gender-Based Violence". Ini merupakan kampanye internasional yang berfokus pada kekerasan berbasis gender, khususnya terhadap perempuan dan anak perempuan.

Kampanye ini dilakukan setiap tahun, sejak tahun 1991 atas inisiasi dari Womens Global Leadership Institue dari Rutgers University. Berkaitan dengan hal ini, setiap kali kita membicarakan tentang kesetaraan gender, feminisme, kekerasan atau pelecehan seksual, tidak jarang kita menemukan argumen "not all man" atau tidak semua laki-laki.

Argumen ini seperti ingin memberikan pengumuman bahwa semua orang sudah mengerti, bahwa tidak semua laki-laki itu patriarkis, seksisme, dan suka melakukan kekerasan atau pelecehan terhadap perempuan. Hal ini sebetulnya tidak memiliki hubungan dalam topik pembicaraan dalam permasalahan perempuan.

Narasi "not all man" atau tidak semua laki-laki itu sudah ada sejak sebelum ada me too movement, bahkan di Indonesia itu sendiri.

Mengapa laki-laki dianggap sama saja? Karena pertama, perempuan di kehidupan sehari-hari sudah sering sekali mengalami suspensi, karena apa yang dibicarakan dianggap tidak penting, perempuan dianggap invisible, lalu ketika perempuan berkeluh kesah mengenai masalahnya terhadap laki-laki, perempuan juga yang akan disalahkan.

Kedua, argument "not all man" ini seperti menggeser topik pembicaraan yang seharusnya kita itu fokus kepada fakta bahwa perempuan itu sampai sekarang masih menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual oleh laki-laki, dan faktanya banyak pria diluar sana yang masih tidak sadar akan culture toxic ini.

Istilah "not all man" ini seakan-akan hanya ingin menjaga image laki-laki. Hal yang perlu diketahui adalah ketika perempuan bercerita mengenai pengalamannya yang mendapat perlakuan tidak mengenakan dari laki-laki, ia akan berbicara berdasarkan pengalaman pribadinya, dan dari awal perempuan tersebut bercerita, ia tidak pernah bermaksud untuk mengeneralisasi bahwa semua laki-laki itu sama saja.

Jika kita merespons issue ini dengan berkata "ga semua cowo kaya gitu kok" kita justru melakukan gaslighting terhadap korban tersebut. Seharusnya kita memvalidasi hal yang sudah terjadi padanya, hal yang dia rasakan atas kejadian itu.

Walaupun sebenarnya memang tidak semua laki-laki melakukan kekerasan pada perempuan, tetapi bukan berarti pelecehan dan juga kekerasan yang dialami perempuan itu tidak terjadi. Sayangnya, kekerasan terhadap perempuan itu sangat nyata sekali terjadi di banyak tempat di seluruh dunia.

Daripada laki-laki mencoba menjaga image mereka, mengapa mereka tidak mencoba untuk mendengarkan cerita perempuan, setelah itu coba untuk dipahami. Supaya laki-laki lebih aware, bahwa ada issue yang benar-benar serius yang terjadi pada perempuan. Walaupun mencoba berempati terhadap sesuatu yang tidak dirasakan oleh diri sendiri itu cukup sulit, tetapi keresahan perempuan terhadap laki-laki itu sangat valid adanya dan sangat bisa dimengerti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun