Jus buah dibuat dengan cara mengekstrak cairan alami dari buah dan sayuran. Selain gula, minuman ini mengandung komponen bioaktif dan mikronutrien. Terdapat anggapan bahwa jus buah dapat digunakan sebagai alternatif yang lebih sehat dibandingkan dengan minuman berpemanis karena mengandung gula alami (Auerbach et al. 2018). Memang anggapan ini benar, meskipun jus buah tidak mengandung gula tambahan, kandungan gula totalnya tetap bergantung pada buah atau sayuran pembuatnya (kira-kira 16-24 g/200 mL takaran saji) (Rossi et al. 2024). Selain itu ada anggapan lainnya yaitu jus buah mampu memenuhi kebutuhan harian karena menyediakan sebagian besar nutrisi dari buah utuh dengan harga yang lebih murah dan mudah dibawa.
Konsumsi jus buah telah lama menjadi topik perdebatan terkait manfaat dan resikonya terhadap kesehatan. Argumen tentang jus buah sebagai minuman sehat berpusat pada banyaknya kandungan gula alami dan nutrisi yang dikandung. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jus buah dapat memberikan manfaat bagi kesehatan pembuluh darah dan tekanan darah melalui kandungan potassium (Ruxton dan Myers 2021) dan polifenolnya (Olas 2018) serta mampu berkontribusi pada asupan vitamin C, folat dan magnesium (Mitchell et al. 2020). Namun, kekhawatiran juga muncul terkait kandungan gula dalam jus buah dan pengaruhnya terhadap risiko obesitas (Li et al. 2020), diabetes tipe 2 (Scheffers et al. 2020), dan penyakit kardiovaskular (Alhabeeb et al. 2020).
Kandungan Nutrisi Jus Buah dengan Buah Utuh
Kandungan nutrisi pada minuman jus buah secara umum tidak memiliki perbedaan dengan buah utuh. Penelitian Ruxton dan Myers (2021) menjelaskan bahwa kandungan gula pada jus jeruk dan buah jeruk tidak menunjukkan perbedaan yang terlalu jauh. Perbedaan utama kandungan nutrisi antara jus dan buah utuh terletak pada kadar serat. Minuman jus buah memiliki kadar serat yang lebih rendah dibandingkan buah utuh, hal tersebut disebabkan karena pada pembuatan jus sebagian besar serat dihilangkan untuk mengambil sari buah. Namun, ketika disajikan dalam porsi biasa, perbedaan kandungan serat antara buah jeruk utuh (80g) dengan segelas kecil jus jeruk (150 mL) adalah sekitar 1 g atau setara dengan 3%. Minuman jus baik dari buah atau sayur mengandung berbagai senyawa bioaktif seperti polifenol, karotenoid, antosianin, hesperidin, quercetin dan asam fenolik.
Metabolisme Nutrisi Jus Buah
Minuman jus telah diketahui mengandung berbagai nutrisi dan senyawa bioaktif. Senyawa bioaktif seperti polifenol dapat dimetabolisme oleh bakteri kolon menjadi senyawa yang lebih kecil dan mengubah jumlah bakteri di mikrobioma usus. Kandungan serat dalam minuman jus juga memberikan efek prebiotik untuk difermentasi oleh bakteri usus. Serat yang tidak dapat dicerna dapat menjadi energi bagi bakteri usus (Henning et al. 2017). Mikrobiota usus sendiri merupakan ekosistem yang kompleks dan berperan penting dalam menjaga kesehatan usus manusia. Perubahan mikrobiota dalam usus dapat menjaga keseimbangan ekosistem dan meningkatkan kesehatan tubuh manusia (Satokari 2019).
Bioavailabilitas Minuman Jus
Nutrisi dalam minuman jus seperti vitamin, mineral, serat, dan senyawa bioaktif dapat diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh. Konsumsi buah yang dijus dapat meningkatkan bioavailable dan bioaccessible senyawa β-cryptoxanthin dibandingkan konsumsi buah utuh. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya dinding sel buah selama proses pembuatan jus, sehingga pelepasan senyawa bioaktif menjadi lebih besar (Aschoff et al. 2015). Konsumsi minuman jus secara rutin juga menunjukkan efek positif berupa mengurangi peningkatan triasilgliserol plasma serta tidak menimbulkan dampak buruk pada lipid darah puasa dan penurunan sensitivitas insulin (Simpson et al. 2016).
Dampak Konsumsi Jus untuk Kesehatan
Minuman berpemanis diketahui memiliki keterkaitan dengan peningkatan risiko diabetes tipe 2 dan kontrol glikemik yang buruk dan menimbulkan spekulasi bahwa jus buah mungkin memiliki risiko yang serupa karena kandungan gulanya yang tinggi. Sebuah studi baru yang melihat hubungan dosis-respons antara jus buah dan sindrom metabolik—yang berkaitan dengan peningkatan risiko diabetes tipe 2—menemukan adanya hubungan berbentuk U yang menunjukkan efek negatif pada konsumsi yang sangat rendah dan sangat tinggi, namun tidak dalam jumlah yang cukup (RR untuk 125 mL/hari = 0.77) (Semnani-Azad et al. 2020). Hal ini mungkin karena jus buah diklasifikasikan sebagai makanan dengan indeks glikemik (GI) rendah, yang menunjukkan bahwa jus buah memiliki dampak yang lebih kecil pada kadar glukosa darah postprandial dibandingkan dengan makanan acuan. Hipotesis lainnya terkait dengan kandungan polifenol dalam jus buah yang diperkirakan memiliki tindakan ganda (double action) terhadap glikemia. Penelitian menunjukkan bahwa polifenol, seperti hesperidin dalam jus jeruk atau punicalagin dan punicalin dalam jus delima, memperlambat penyerapan glukosa postprandial dari usus sehingga menghasilkan puncak glukosa darah postprandial yang lebih datar (Kerimi et al. 2019). Studi lainnya juga menemukan bahwa hesperidin mempengaruhi tindakan transporter gula GLUT2 dan GLUT5, yang mengarah pada tingkat penyerapan glukosa yang lebih rendah secara signifikan, hal ini kemungkinan melibatkan metabolit polifenol yang dihasilkan oleh mikrobiota usus, yang memiliki efek jauh setelah periode postprandial awal (Kerimi et al. 2017).