Mohon tunggu...
Desak Ristia
Desak Ristia Mohon Tunggu... Dosen - Be Stronger

Menjadi lebih baik setiap hari

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tentang Candu dan Keterikatan

12 September 2020   15:51 Diperbarui: 12 September 2020   15:54 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini seperti tanpa referensi. Hanya karena referensinya terlalu banyak dan sudah masuk di alam bawah sadar sejak mulai mengenal dunia fana sampai saat ini. Sampai lupa referensi mana yang digunakan untuk potongan demi potongan kalimat. Ini juga buah pikir mungkin tidak ilmiah. Juga pendapat pribadi mungkin kita tak sependapat, itu lumrah. Jikalau sependapat mari kita tos dan minum teh bersama. Dan saya juga bukan seorang psikolog ^_^ :D

Setiap orang pasti pernah mengalami keterikatan. Keterikatan pada objek, benda, orang, atau bahkan Tuhannya. Keterikatan adalah keadaan atau hal terikat. Sering kali kita membatasi diri kita pada suatu ikatan. Contoh keterikatan kita terhadap orang, dalam bentuk suatu hubungan. Seringkali kita tak ingin keterikatan ini lepas dan amat menyenanginya.

Keterikatan menimbulkan candu. Iya candu, yang menjadikan kita gemar dan menyukainya. Anak muda biasanya mengalami candu dalam hubungan berpacaran. Candu untuk selalu intens berkomunikasi dengan pasangannya. Mereka sedang mencari jati diri dan belum dewasa. Candu yang juga menimbulkan penyakit belakangan. Kita sering menyebutnya toxic relationship. Bukan hanya anak muda. Orang dewasa juga banyak yang seperti ini. 

Kita sebut Narkoba/Narkotika berbahaya salah satunya karena menimbulkan candu. Sebagian lagi mengatakan nikotin dalam rokok adalah candu yang berbahaya. Belakangan, ada candu yang lebih populer di kalangan anak muda game, medsos, K-Pop, K-drama juga anime. Semuanya mengambil sebagian besar waktu produktif. 

Kita terlena dan terjebak dalam candu yang bermakna negatif. Tapi siapa sangka candu anak muda terhadap game dapat menghasilkan uang. Begitupun candu terhadap medsos. Bukankah itu kreatif dan inovatif?

Lain lagi dengan pejabat yang korup mereka juga candu. Candu pada kemewahan dan kemegahan yang berujung keterikatan hingga sulit melepaskan diri dari ikatan tersebut. Dari satu bui ke bui yang lain mereka tetap tak berubah. 

Apakah generasi penerus bangsa kita kelak akan mengalami candu mode ini? Ketika preferensi mereka saat ini adalah game, medsos, K-Pop, K-drama, juga nongki dari satu cafe ke cafe yang lain. Apakah preferensi mereka selalu bermakna negatif? Tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya.

------------------------------------------------

Penulis sendiri adalah orang yang tidak menyukai keterikatan dan candu pada sesuatu yang berkonotasi negatif. Walaupun yang negatif tadi bisa amat sangat menyenangkan. Kesenangan yang bisa jadi sesat dan sesaat. Sekali lagi tergantung dari preferensi kita. Penulis bahkan tidak memiliki satupun game dalam smartphone termasuk laptop. Mengapa? Preferensi.

------------------------------------------------

Keterikatan dan candu juga dapat menimbulkan keresahan dan kekhawatiran kalau-kalau semua itu tidak didapat/terpenuhi. Efek samping sedang menunggu. Ketika kita bergantung terhadap orang lain itu juga suatu bentuk keterikatan. Ketika orangnya tidak ada kita linglung tanpa arah. 

Bukankah sesungguhnya kita mengarungi hidup sendiri dan kelak ketika menghembuskan nafas terakhir. Baik dan buruknya semua karena diri kita sendiri. Masih perlukah kita terikat dan candu pada sesuatu?

Mungkin Tuhan adalah jawabannya. Bisa iya, bisa tidak. 

mungkin agak ngambang, coba kita pikirkan kembali... saya tunggu komentarnya... terima kasih.

-----DMRK-----

as long as I Love Me and all of u.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun