"Buat apa bangku itu mbak?"
Pertanyaanku dijawab dengan senyuman.Lalu ia berdiri diatas bangku itu.Tangannya menggapai lampu neon. Tba-tiba gelap, bersamaan dengan itu kudengar seperti suara jatuh.Dalam remang kudekati mbak Sri, kubantu ia berdiri.Tangannya memelukku, dan tanpa sengaja wajah kami bertemu.Tangannya makin erat memelukku.Dengan bulu roma berdiri dan jantung dag dig dug kucium pipi dan mulutnya, lalu aku tersenyum karena ingat kejadian SMP saat melakukan flirt* dengan teman wanita sekelas.
Sejak saat itu aku semakin sering mampir, mengantarnya ke pasar bahkan sekali dua kali menginap dirumahnya yang memang tinggal sendiri.
"Mbak sudah punya suami?" kataku saat pagi itu aku menjemputnya untuk pergi ke pasar.Ia hanya melempar senyum lalu naik membonceng dibelakangku.Aku tidak tahu makna dari senyuman itu.Senyum adalah tanda, tanda diberi makna.Makna selalu berubah dan perubahan itu pada dasarnya terjadi setiap saat.Aku tidak mau ambil pusing dengan senyuman itu.Maka kutancap gas, kukotori uadar pagi yang masih bersih dengan asap knalpot motor bebekku.
Dan malam itu aku tidak dapat tidur sama sekali.Senyum mbak Sri membuat penasaran, karena itu aku selalu memikirkannya.Mbak Sri memang cantik.Umurnya mungkin ada dua puluh lima tahun.Tubuhnya tidak begitu langsing tapi tetap menarik seperti kebanyakan perempuan di negeriku.Bagaimana ia bisa menjawab pertanyaanku dengan senyum.Juga bagaimana ia bisa bermain-main dengan makna.Senyumnya punya makna yang objektif.
Entah kenapa paginya kepalaku pusing.Aku pusing mungkin karena semalam tidak bisa tidur.Walaupun begitu, seperti biasa aku harus tetap menjemput mbak Sri untuk mengantarnya ke pasar.
Udara dingin dan suara ayam jantan berkokok menyambut kedatanganku di rumah mbak Sri.Kugosok-gosokan kedua telapak tanganku, lalu melangkah kedepan pintu setelah membunyikan klakson.Dan betullah pada waktu-waktu seperti biasanya mbak Sri keluar.Tapi tidak biasanya dia keluar dengan seorang pria.
"Mas, ini suami saya.Dia baru datang tengah malam." Katanya dengan wajah tanpa dosa.
"Sekarang mas Roni pulang saja."
Aku diam, hanya diam.
"Mulai sekarang sampai seterusnya, mas Roni tidak usah antar-jemput saya lagi.Karena sekarang sudah ada suami saya."