Pada tanggal 14 Mei 2022 diberitakan bahwa Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menangkap 24 teroris yang tergabung dalam kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) jaringan Poso, Sulawesi Tengah dan kelompok Daulah Islamiah Islamic State of Iraq and Syria atau yang dikenal dengan ISIS (Kompas.com). Berita penangkapan ini tentu menjadi pengingat bahwa isu seputar terorisme masih berkeliaran di pelosok-pelosok negeri ini. Dan tentu team Densus 88 mesti diapresiasi oleh warga negara dan semua pihak karena dapat mengendus dan menemukan aktor-aktor yang terlibat dalam jaringan terorisme. Kegiatan senyap yang dilakukan oleh Densus 88 ini merupakan upaya strategis dalam membebaskan kehidupan warga Indonesia dari terorisme.
Berdasarkan berita di atas, lokasi utama penangkapan berada di Sulawesi Tengah. Tentu masih kita ingat kasus terorisme yang terdengar di media massa yang telah terjadi yakni jaringan teroris Santoso. Dan dalam catatan digital, jaringan Santoso tersebut dan beberapa pengikutnya telah berhasil dilumpuhkan oleh Satgas Tinombala. Upaya-upaya yang dilakukan ini menandakan bahwa meski aksi teror masih ada di Indonesia, namun negara melalui aparat penegak hukum terus memberantas sampai ke akar-akarnya. Maka upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap berbagai aksi terorisme sangat penting untuk ditingkatkan.
Tak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi dan informasi di dunia memiliki pengaruh dan dukungan terhadap rencana dan aksi terorisme. Dengan kemudahan mengakses berbagai informasi melalui internet dan media sosial, para pelaku teror lebih mudah saling berkomunikasi, merencanakan, memantau, dan menentukan objek-objek terorisme yang diinginkan. Kemudahan untuk berselancar di dunia maya turut memberikan dukungan informasi mengenai segala hal yang perlu diketahui sebelum aksi terorisme dilakukan. Dan ini menjadi kritikan bagi pengelola teknologi dan informasi negara supaya secara ketat mengawasi kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan terorisme dan kejahatan terstruktur lainnya.
Salah satu aktor negara yang bertanggung jawab terhadap pencegahan dan penanggulangan aksi terorisme adalh Kepolisian Republik Indonesia. Dari waktu ke waktu, Kepolisian RI selalu meningkatkan kontrol, pengawasan dan penindakan terhadap kegiatan terorisme. Model perpolisian yang dulu reaktif sekarang menuju paradigma yang proaktif. Dalam paradigma yang proaktif ini, strategi selalu mengedepankan upaya-upaya pencegahan (preventif) atau Crime prevention.
Strategi proaktif yang dilakukan oleh Kepolisian RI merupakan upaya pencegahan dengan cepat dan tepat. Hal ini dilakukan agar aksi kejahatan terorisme yang sedang direncanakan ataupun yang muncul di permukaan dapat langsung ditindaklanjuti. Sebab tentu jika tidak akan menjadi gangguan nyata yang meresahkan dan menjadi ancaman keaman dan ketertiban di tengah masyarakat. Dan lebih parahnya, apalagi gangguan itu terasa di objek-objek keramaian seperti pusat perbelanjaan, tempat ibadah, dan tempat lainnya.
Strategi preventif ini difokuskan terhadap upaya kepolisian yang ketika terjadi gangguan maka langsung ada respon untuk mengecek dan memastikan. Dan dari tindakan preventif tersebut maka diperlukan upaya represif-investigatif untuk menjawab eskalasi masalah yang sedang terjadi di permukaan yang tentu menjadi gangguan nyata di tengah masyarakat. Dengan kata lain, ada upaya pencegahan dan kemudian jika ditemukan adanya gangguan yang nyata maka akan diselidiki lebih dalam kebenarannya.
Dalam menjalankan upaya pencegahan aksi terorisme, maka dibutuhkan sikap proaktif dari semua pihak termasuk masyarakat. Maka menurut Perkap nomor 3 tahun 2015 terdapat aturan mengenai kegiatan kemitraan antara Polisi dan masyarakat dalam upaya deteksi dini dan menemukan masalah keamanan dan ketertiban masyarakat di wilayah tempat tinggal. Dengan upaya ini diharapkan dapat mencari jalan keluar agar permasalahan keamanan dapat teratasi dengan baik.
Kemitraan menandakan bahwa antara Polisi dan masyarakat saling terikat sebagai motra untuk menciptakan keamanan dan ketertiban. Polisi sebagai aparat penegak hukum dan pemelihara kamtibnas tidak bekerja sendiri. Kemitraan ini berfungsi untuk menumbuhkan rasa saling percaya dan saling memberikan informasi yang benar. Polisi akan terbantu dengan memperoleh informasi penting yang ada di tengah masyarakat yan berguna bagi pencegahan aksi terorisme.
Hal penting berikutnya adalah pemecahan masalah. Upaya ini diawali dengan melakukan identifikasi masalah yang terjadi di lingkungan secara bersama-sama untuk menemukan solusi dari permasalahan tersebut. Maka segala informasi yang akurat dan rinci dibutuhkan untuk memecahkan masalah yang ada dan meminimalisir setiap resiko yang ada. Daya analisis yang kuat dan terperinci terhadap masalah yang ada sangat penting untuk melakukan upaya pencegahan terorisme.
Peristiwa penangkapan oleh Densus 88 di Sulawesi Tengah merupakan tindakan pencegahan dan penanggulangan yang tepat oleh polisi. Kepolisian RI sebagai leading sector keamanan dan ketertiban di Indonesia memiliki peranan yang sangat penting dalam memberantas aksi terorisme. Tindakan penangkapan ini sebagai strategi polisi guna meredam dan menyelesaikan rantai kejahatan terorisme di Indonesia. Dan tentu peran masyarakat turut membantu kepolisian dalam memberikan informasi mengenai kegiatan-kegiatan atau aksi yang berbau terorisme.
Sebagai upaya bersama maka dalam kegiatan kepolisian dalam menjaga kamtibnas dibutuhkan pola kemoitraan antara polisi dan masyarakat. Dengan peran Polri dalam berpartisipasi aktid di tengah masyarakat dapat ditempuh dengan pendekatan yang berorientasi kepada masyarakat dan mengedepankan kearifan lokal dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas pencegahan terorisme di suatu wilayah. Membangun dan menjaga kepercayaan, komunikasi yang baik dan serta keterbukaan dianata masyarakat dan polisi sangat penting untuk keberhasilan memberantas akar-akar terorisme di NKRI.
Aksi terorisme di Indonesia masih terjadi dan banyak yang menjadi sebab/faktor para pelaku untuk melakukannya. Diantaranya faktor ekonomi, pendidikan yang rendah, kesenjangan sosial, dan sebagainya. Penangkapan 24 teroris MIT Poso dan ISIS oleh Densus 88 merupakan upaya pencegahan dan penanggulangan aksi terorisme di Indonesia. Tentu upaya ini sebagai komitmen bersama dalam kemitraan polisi dan masyarakat dalam menciptakan keamanan dan ketertiban di lingkungan. Strategi preventif dan proaktif sangat penting untuk ditingkatkan. Dengan strategi tersebut diharapkan dapat menciptakan kehidupan masyarakat yang damai dan aman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H