Mohon tunggu...
Dermawan IndarJaya
Dermawan IndarJaya Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

semoga bermanfaat...

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perlindungan Hukum Hak Kelola Tanah Ulayat Masyarakat Adat dalam Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 10 Tahun 2016

5 Januari 2021   08:06 Diperbarui: 5 Januari 2021   20:27 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Masyarakat Adat, Photo by nikolabelopitov from Pixabay

Masyarakat adat merupakan satu kesatuan masyarakat yang memiliki corak dan karakteristik khas yang masih memegang teguh nilai-nilai hukum adat dalam kesehariannya. F.D. Holeman (dalam A. Suriyaman Mustari Pide,2017:11) mengatakan bahwa masyarakat hukum adat memiliki empat sifat umum, yakni magis religius, communal, concrete, dan contain. Pada sifat communal dalam masyarakat adat memandang setiap individu merupakan bagian integral dari masyarakat adat yang tidak dapat dipisahkan secara keseluruhan. Sifat communal ini dapat tercermin dalam hak ulayat masyarakat adat yang merupakan hak bersama yang dimiliki oleh kesatuan masyarakat adat. Hak ulayat merupakan kewenangan atas tanah adat dan hutan adat secara bersama-sama dalam wilayah atau teritorial masyarakat hukum adat tersebut bermukim. Menurut Budi Harsono (Dalam A. Suriyaman Mustari Pide, 2017:119) menyatakan bahwa hak ulayat merupakan suatu wewenang beserta kewajiban yang dimiliki oleh masyarakat persekutuan hukum adat, yang berkaitan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya yang merupakan pendukung utama penghidupan masyarakat yang bersangkutan. Hak ulayat memberikan kewenangan kepada masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayat maupun hutan adat.

Hak ulayat hingga kini masih diakui oleh negara berdasarkan pada pasal 3 UU No. 5 Tahun 1960 (Undang-Undang Pokok Agraria). Dalam pasal 3 UUPA tersebut memberikan ketentuan “Sepanjang menurut kenyataanya masih ada” maka akan diakui sebagai hak ulayat. Selain itu, pengakuan terhadap hak ulayat juga terdapat dalam konstitusi pada pasal 18 B ayat (2) UUD NRI 1945 yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”. Selain itu, hak ulayat juga diatur melalui Peraturan Menteri Agraria/ kepala Badan Pertanahan Nasional No. 10 tahun 2016 Tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal atas Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat yang berada dalam Kawasan Tertentu.

Seiring meningkatnya korporasi yang bergerak di bidang industri ekstraktif dan eksploitatif terhadap lingkungan hidup nyatanya bukan hanya berdampak pada kerusakan lingkungan semata, namun juga berdampak pada penguasaan lahan/tanah yang dapat menjadi sengketa. Kasus sengketa agraria adalah salah satu yang palingn banyak terjadi apalagi yang bersangkutan dengan tanah ulayat masyarakat adat yang bersengketa dengan pihak korporasi. Menurut data dari Bappenas berdasarkan kajian tahun 2012, Mahkamah Agung sendiri mencatat terdapat 621 putusan yang terkait dengan masyarakat adat dan 3130 putusan yang terkait dengan sengketa adat. Putusan Mahkamah Agung terkait dengan sengketa adat dengan pemerintah dan juga dengan perusahaan yang bersinggungan langsung dengan masyarakat adat. Sengketa yang muncul dari pertambangan, kehutanan, tanah adat, dan lain sebagainya

Melalui Peraturan Menteri Agraria/ kepala Badan Pertanahan Nasional No. 10 tahun 2016 Tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal atas Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat yang berada dalam Kawasan Tertentu, telah diatur mengenai tata cara pendaftaran hak komunal masyarakat hukum adat sebagai bentuk perlindungan hukum dan kepastian hukum atas hak ulayat yang dimiliki oleh masyarakat adat. Bagaimana jika hak ulayat tersebut tidak didaftarkan? Implikasi dari hak ulayat yang tidak didaftarkan tersebut akan berdampak pada tidak adanya kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi masyarakat adat atas hak ulayat mereka. Dimana hal ini menimbulkan adanya potensi sengketa yang terjadi atas masyarakat adat dengan pihak korporasi atau perusahaan swasta maupun terhadap pihak pemerintah apabila ada kegiatan proyek atau industri yang bersinggungan langsung dengan wilayah yang diklaim oleh masyarakat adat sebagai bagian dari hak ulayat mereka.

Berdasarkan pasal 4 Peraturan Menteri Agraria/ kepala Badan Pertanahan Nasional No. 10 tahun 2016, persyaratan bagi masyarakat adat yang ingin mendaftarkan hak komunalnya dengan syarat:

  • Masyarakat masih dalam bentuk paguyuban;
  • Ada kelembagaan dalam perangkat penguasa adatnya;
  • Ada wilayah adat yang jelas; dan,
  • Ada pranata dan perangkat hukum, yang masih ditaati.

Dalam Peraturan Menteri Agraria/ kepala Badan Pertanahan Nasional No. 10 tahun 2016 tersebut, diatur tata cara dalam pendaftaran hak komunal bagi masyarakat adat yaitu dilakukan dengan permohonan yang diajukan oleh kepala adat kepada Bupati/Walikota atau Gubernur. Kemudian setelah permohonan diterima maka akan dibentuk tim IP4T yang bertugas untuk menentukan keberadaan masyarakat hukum adat serta tanahnya. Tim IP4T bertugas untuk melakukan identifikasi dan verifikasi pemohon, riwayat tanah, jenis, penguasaan, pemanfaatan dan penggunaan tanah; mengidentifikasi dan mengiventarisasi tanah; pemeriksaan lapangan; melakukan analisis yuridis dan data fisik bidang tanah; dan melaporkan laporan hasil kerja tim IP4T kepada Bupati/Walikota atau Gubernur. Kemudian apabila persyaratan memnuhi maka akan dibuatkan penetapan masyarakat hukum adat melalui keputusan Bupati/Walikota atau Gubernur lalu disampaikan kepada Kantor Pertanahan atau Kepala Kantor Wilayah BPN untuk ditetapkan dan didaftarkan hak komunal atas tanahnya pada Kantor Pertanahan setempat.

Kepaastian hukum pendaftaran hak komunal atas tanah ulayat masyarakat adat tersebut telah dijamin oleh Peraturan Menteri Agraria/ kepala Badan Pertanahan Nasional No. 10 tahun 2016. Namun masih banyak masyarakat adat yang belum mendaftarkan hak komunalnya sehingga wilayah yang diklaim sebagai tanah ulayat mereka tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat sehingga mudah disengketakan oleh pihak korporasi. Berdasarkan data dari Bappenas pada tahun 2014 terdapat 365 etnik masyarakat adat yang diakui oleh Direktorat Jenderal Komunitas Adat Terpencil, Kementrian Sosial. Dari jumlah 365 tersebut hanya 11 yang terdaftar dalam Perda tentang tanah adat/ulayat.  Hal ini disebabkan karena pasifnya pihak ATR/BPN serta kurangnya sosialisasi kepada kepada masyarakat adat.

Pemerintah Harus Lebih Pro-Aktif dalam Memenuhi Kepastian Hukum Hak Ulayat Masyarakat Adat

            Melalui Peraturan Menteri Agraria/ kepala Badan Pertanahan Nasional No. 10 tahun 2016 ketentuan pendaftaran hak ulayat harus dilakukan oleh pihak masyarakat adat. Sehingga pemerintah dalam hal ini bersifat pasif, ditambah kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pihak BPN kepada masyarakat adat sehingga masih minim pengajuan pendaftaran hak ulayat masyarakat adat. Kurangnya informasi mengenai adanya Peraturan Menteri Agraria ini sehingga implementasinya masih belum dapat mengjangkau masyarakat adat yang tersebar di Indonesia. Terlebih lagi masyarakat adat yang memiliki aturan hukum tersendiri yang disebut sebagai hukum adat sehingga proses penerimaan aturan hukum positif harus lebih disosialisasikan kepada masyarakat adat sehingga dapat diterima dengan baik oleh mereka. Sehingga untuk memberikan kepastian hukum atas hak ulayat masyarakat adat melalui pendaftaran hak komunal, pemerintah harus lebih bersifat pro-aktif dengan melakukan sosialisasi langsung mengenai Peraturan Menteri Agraria/ kepala Badan Pertanahan Nasional No. 10 tahun 2016 kepada masyarakat adat serta bimbingan langsung dalam pengajuan permohonan pendaftaran hak komunal tersebut sehingga Permen ini dapat mengjangkau seluruh etnis masyarakat adat di seluruh Indonesia dalam menjamin kepastian hukum atas hak ulayat mereka.

Sumber Pustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun