Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya orang biasa

Wa/sms 0856 1273 502

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

BKT: Anaknya Tenggelam di BKT

10 Juni 2021   10:01 Diperbarui: 10 Juni 2021   10:07 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

" Maaf Desen, aku butuh sedikit informasi. Apa Zeuss ikut dalam proyek membangun BKT ?" tanya DC setelah duduk.

" Benar. Dia ikut proyek penggalian kanal melalui salah satu anak perusahaannya. Kenapa tiba tiba bertanya tentang BKT?" Desen balik bertanya.

" Ada wanita di atas salah satu jembatan penyeberangan kanal dekat HI, setiap sore berdiri sambil menatap ke arus kanal. Aku sedang menggali ceritanya. Kurasa dia kehilangan seseorang yang dicintainya, yang mungkin meninggal akibat terjatuh ke kanal. Dia mengatakan suaminya bernama Adnan Haris, bekerja sebagai subkontraktor penggalian kanal. Boleh kuminta Desen mengecek lewat Zeuss apakah Adnan Haris itu salah satu subkontraktornya ?"

Desen menatap DC, " Apa kamu belum tuntas menggali cerita wanita itu?"

" Belum. Wanita itu sangat emosional. Ceritanya tersendat-sendat. Setiap sore aku mendengar kisahnya sepotong demi sepotong. Dia sering terdiam lama sambil menatap arus kanal. "

" Jadi, kamu berpendapat Haris ini mati tenggelam saat bekerja atau,---"

" Bukan. Kurasa Haris belum mati. Kurasa yang meninggal itu seseorang yang dicintai wanita itu. Aku ingin bertemu Haris kalau bisa. Wanita itu mengatakan rumah tangganya bubar, bukan bercerai atau berpisah akibat kematian."

" Oke, aku akan meneruskan permintaanmu pada Zeuss. Andai Haris ini bukan anak buahnya, aku akan tetap meminta bantuannya untuk menemukan di mana Haris sekarang berada."

" Makasih, Desen." DC berjalan keluar.

Ruang trading masih sepi. Ia berjalan ke atas, Dewi Not tampak sedang asik mendengar rekaman, tidak memedulikannya. DC turun. Ia meninggalkan nota bahwa hapenya boleh disimpan Dewi Not. Ia membawa hape lain untuk merekam sore ini. Ia langsung berangkat.

DC tiba di BKT sekitar jam 1 siang. Ia makan di Harapan Indah, lalu bergerak ke arah jembatan. Ia memarkir mobilnya di depan sebuah kios yang tutup, dan berjalan kaki ke gang yang ditunjuk Belani.

Gang itu tidak terlalu panjang, hanya sekitar setengah kilometer. Ujungnya merupakan tembok pembatas kawasan bisnis HI. Ada sebuah lubang kecil yang dibuat pelintas di tengah papan semen pembatas, persis muat satu orang berbadan di bawah 70 kg. DC masuk ke lubang itu. Ia keluar di sebuah tanah kosong tak jauh dari dealer Datsun, sebuah tanah kosong yang  belum dibangun tak jauh dari Bigmarket.

" Ternyata dia pulang lewat jalan tikus ini," Gumam DC. Ia kembali ke lubang, menyeberang, dan berhadapan dengan sebuah pemancingan. Ia membayar 25 ribu berhubung ada papan iklan bahwa di hari biasa memancing harian hanya 25 ribu. Ia menyewa pancing, membeli umpan, dan masuk ke pemancingan. Sekalian ia memesan makan siang berupa ikan bakar dan sambal berserta daun singkong rebus.

Pemilik pemancingan itu merangkap pelayan, mengantar pesanan DC ke tempat DC memancing. DC menyapa pemilik pemancingan, seorang lelaki sederhana berwajah sabar berusia sekitar 45 tahun bernama Babe, entah Babe apa.

" Babe, sudah lama membuka pemancingan ini ?" tanya DC.

" Belum lama, Bos. Awalnya sekitar 2010. Setelah kanal rampung dan Kawasan Bisnis mulai ramai." Jawab Babe bersemangat.

" Duduk dulu, Be. Aku ada banyak pertanyaan." Orang Betawi yang sudah berumur lebih suka dipanggil babe ketimbang pak.

" Mau nanya apa, Bos, "

" Kenal dengan seorang wanita yang suka lewat di sini, namanya Belani, yang sekarang kerja jadi kasir di Bigmarket."  Tanya DC.

" Bela maksud Bos ? Kenal donk. Dia janda kembang tak jelas. Masih cakep tuh, Bos. Masih yahud, sayang sulit dibujuk buat dijadiin bini muda gue, hehehe..." pemilik pemancingan itu ketawa.

DC baru tahu Belani panggilannya Bela. Panggilan simpel ala telenovela. " Kenapa dia jadi janda ?" tanya DC.

" Ditinggal suaminya, Bos. Suaminya dulu kaya. Kontraktor pembangun BKT. Dulu waktu menikah pestanya meriah banget. Pesta gede-gedean, seluruh orang kampung sini diundang. Itu katanya pesta buat orang kampung, buat pengusaha mereka mengadakan pesta lain di Kelapa Gading."

DC baru tahu pesta diadakan di dua tempat, elit dan kampung. Belani pasti bukan orang yang suka memamerkan sesuatu, tak mengatakan pernah berpesta di Kelapa Gading.

" Ditinggal suaminya  pasti ada sebabnya donk, Be."

" Nah, kalau entu gue kagak tau, soalnya setelah menikah mereka pindah ke sono, rumah mewah di Astro. "

DC semakin kagum pada Belani. Ternyata omongan Belani tidak dilebih-lebihkan.

" Kapan dia pindah balik ke sini?" tanya DC.

" Setelah anaknya meninggal dan suaminya tak pernah pulang."

" Anaknya meninggal ?" Walau sudah menebak, DC tetap kaget. Kini ia tahu orang yang dicintai Belani itu anaknya, bukan Adnan.

" Ya, anaknya meninggal di BKT. Jatuh ke kanal, hilang ditelan arus kanal yang sedang banjir. " suara Babe terdengar kelam.

Bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun