" Betul. Tapi sungguh aku tak sengaja ingin membuatnya mandul. Tendangan itu kulontarkan karena dia menangkapku, ingin menciumku dengan paksa, aku meronta, aku terjatuh. Saat bangun dia sedang sibuk membuka baju. Kulayangkan kaki ke arahnya. Dia terjengkang ke parit. Aku lari ketakutan. Setelah itu, Samson bukan lari atau bersembunyi, ia mengaku pada ayahnya itunya diseruduk kambing jantan. Dua biji telurnya pecah terkena serudukan tanduk kambing jantan. Pak Kades membawa anaknya ke dukun untuk diobati. Semuanya dirahasiakan hingga Samson menikah dengan Lilah, barulah rahasianya terbongkar."
" Siapa yang membongkar?" Awai sebenarnya tak terlalu mengerti omongan Yolana. Ia hanya ingin menghabiskan waktu dengan ngobrol bersama tetangga barunya.
" Ternyata Samson bukan hanya menderita pecah telor, tapi pisangnya ikut lonyot alias takmau tegak. "
" Pisang ? "
" Ah, kamu pura pura tak tahu. Setiap hari kamu memandikan ayahmu. Ada telor, ada pisang, segitu jelas kamu masih belum mengerti ?" Yolana menegakkan telinganya, menggerutkan dahinya. Ia salah sasaran. Awai belum menikah, mana tahu beda pisang tegak dan pisang lonyot.
" Pisang bisa tegak ? Bagaimana caranya ? " tanya Awai.
" Ih, geramnya aku. Tak jadilah aku hendak menjadikan kamu menantuku. Pisang lonyot dengan pisang tegak saja kamu tak tahu membedakannya, bagaimana nanti kamu hendak bersuami? "
" Pisang yang kulihat tidur telentang, tak pernah tegak, makcik Yo." Protes Awai.
Yolana menepuk jidatnya. Baru ia sadar Awai masih gadis berusia 16 tahun, belum paham beda pisang tegak dan pisang loyo.
" Oke, oke. Aku yang salah. Pembicaraan ini terlalu dewasa bagimu. Sori, sori. "
Awai ketawa melihat kecanggungan Yolana.
" Gara gara tak bisa punya anak, Lilah minta cerai. Tentu saja Samson mati kaku menghadapi tuntutan istrinya. Ia mengaku itunya pecah gara-gara tendanganku. Lilah mengamuk, mendatangiku. Waktu itu aku sedang mempersiapkan acara pernikahan. Lilah menyewa pendeta untuk mengutukku agar tak punya keturunan. Kalau hamil, keguguran, kalau berhasil melahirkan, anakku mati. Gara gara kutukannya, 4 kali aku keguguran, dua kali melahirkan anakku meninggal di perut. Aku kapok, berusaha mencari dukun untuk membuang kutukan itu. Sampai sekarang belum berhasil."
Awai melongo mendengar cerita Yolana. Ter-nyata di dunia ada kutukan yang bisa membuat orang tak punya keturunan. Ia ketakutan hingga menggigil.
Jam 6 ayahnya bangun. Awai memberi ayahnya minuman susu kental manis yang dicairkan. Setelah itu melatih gerak tangan dan kaki ayahnya. Yolana menonton dari samping dengan penuh kekaguman.
Jam 6 sore, suster Sarifah mengantar obat dan teko berisi air minum. Tangannya menggenggam setangkai bunga mawar. " Tan Hua Wai, ada titipan buatmu, dari seorang teman yang enggan disebut namanya. Mohon diterima." Kata suster Sarifah, menyerahkan bunga ros yang diambil dari pohon kembang sepatu.
" Titipan teman? Titipan Kana dan Siumei, ya ?" tanya Awai senang. Ia belum pernah memegang bunga ros. Kata orang tangkainya berduri. Ia menerima bunga itu dengan hati-hati. Bunganya indah, cantik menawan. Ia membawa bunga itu ke hidung seakan ingin menghisap bunga itu dengan hidungnya. Ia terlena hingga tak mendengar jawaban suster Sarifah.
Padahal Suster Sarifa menjawab " Bukan, dari pemuda ganteng yang punya senyum semanis madu." Sarifah bergerak ke ranjang lain, menyerahkan obat ke pasien lain. Setelah menyerahkan obat pada kelima pasien, ia langsung keluar. Awai masih mencium bunga mawar itu hingga lupa daratan.
Empat hari berturut-turut Suster Sarifah membawakan setangkai bunga mawar untuknya. Entah kenapa, setiap melihat bunga mawar, Awai ingin mencium bunga itu dengan hidungnya, seakan bunga itu pipi seorang pemuda idaman hatinya. Mencium bunga itu membuatnya lupa sejenak kelelahannya.
Yolana melihat setiap hari Awai menerima bunga, ikut gembira melihat keletihan memudar dari wajah Awai. Ia ikut senang melihat hati Awai senang. Ia seakan ikut merasakan kenikmatan Awai saat mencium bunga mawar itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H