Mohon tunggu...
Deril Rahmadita
Deril Rahmadita Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Kanjuruhan Malang

Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia 2019

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penulisan Kritik Sastra Puisi "Bunga dan Tembok" Karya Wiji Thukul

11 Desember 2020   17:28 Diperbarui: 11 Desember 2020   17:37 1793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BUNGA DAN TEMBOK
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau hendaki tumbuh
Engkau lebih suka membangun
Rumah dan merampas tanah
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau hendaki adanya
Engkau lebih suka membangun
Jalan raya dan pagar besi
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang
Dirontokkan di bumi kami sendiri
Jika kami bunga
Engkau adalah tembok itu
Tapi di tubuh tembok itu
Telah kami sebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersama
Dengan keyakinan: engkau harus hancur!
Dalam keyakinan kami
Dimanapun - tirani harus tumbang!

Dalam puisi "Bunga dan Tembok" karya Wiji Thukul ini, mengibaratkan rakyat kecil sebagai bunga yang tumbuh tanpa diharapkan oleh pemilik rumah, lalu dicabut dan disingkirkan dari tanahnya sendiri. Kemudian di sisi lain, puisi ini juga mengibaratkan sang penguasa sebagai tembok yang menggusur bunga dari tanahnya sendiri.

Tema dalam puisi di atas adalah perjuangan. Hal ini dapat di lihat dari kalimat "Tapi di tubuh tembok itu, telah kami sebar biji-biji", artinya bahwa bunga yang telah tercabut dan tersingkirkan itu akan tetap menebarkan benihnya (benih semangat), dan seorang Wiji Thukul memberikan  semangat untuk para pembaca agar terus bergelora di masa depan, merongrong keangkuhan tembok penguasa.

Puisi "Bunga dan Tembok" ini memperlihatkan ketidakadilan pemerintah terhadap masyarakat pada masa itu. Kezaliman dari orang-orang yang memiliki jabatan tinggi di pemerintah melakukan segala cara untuk membuat para aktivis-aktivis membungkam suaranya untuk meminta keadilan kepada pemerintah.

Selanjutnya penulisan puisi "Bunga dan Tembok" ini menggunakan bahasa yang sangat sederhana dan mudah untuk dipahami pembaca. Oleh karena itu, si pembaca dapat menangkap nilai yang terkandung dalam puisi, yakni nilai-nilai kemanusiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun